Tapteng, Demokratis
Pendemi Covid-19 yang saat ini tengah melanda seantro jagad raya, menjadi momok menakutkan terhadap keseluruhan aspek kehidupan. Serangan virus mematikan ini tidak hanya berefek terhadap kondisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Ajang pencarian bakat semisal FLS2N (Festival Lomba Seni Siswa Nasional) yang menjadi perhelatan rutin tahunan untuk menjaring siswa-siswi berprestasi di bidang seni kerajinan, terpaksa vakum menyusul merebaknya Covid-19.
Padahal, banyak siswa berbakat di negeri ini, yang butuh sebuah ajang untuk mengasah kemampuan dan motivasi, sekaligus ajang memperkenalkan diri ke khalayak banyak. Menjadi yang terbaik sebuah kebanggan tersendiri bagi mereka yang mengikuti lomba.
Minimnya ajang lomba membuat para siswa pemilik seni keterampilan ini sedikit gelisah. Misalnya saja, Leo Anjuari Manalu, siswa Kelas XII SMA Negeri 1 Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah (Taptebg). Meski berasal dari keluarga sederhana, remaja 17 tahun itu memiliki bakat seni mumpuni. Tak heran, ia sangat merindukan ajang seperti FLS2N.
Leo mengungkapkan, sebelum virus corona melanda, dia adalah salah satu peserta terbaik untuk mengikuti lomba seni kerajinan tingkat Provinsi Sumatera Utara mewakili Kabupaten Tapanuli Tengah. Tidak mudah baginya bisa mengikuti ajang seni tersebut. Banyak tahapan yang harus diselesaikan, mulai seleksi sekolah hingga tingkat kabupaten tentunya.
“Kala itu saya membuat bunga bonsai dari akar kayu sama rumah adat dari triplek. Saya hanya dapat 10 besar,” kisahnya, Sabtu (13/3/2021).
Predikat 10 besar yang diraihnya, tak membuat Leo berpuas diri. Untuk meningkatkan prestasinya itu, Leo terus belajar dan berbenah untuk menjadi salah satu pengrajin terbaik. Ia ngin sukses sekaligus membanggakan kedua orangtuanya. Untuk menjadi pengrajin profesional, ia sudah mendaftarkan dirinya lewat SNMPTN 2021 mengambil jurusan seni kerajinan.
“Ada dua sebenarnya cita-cita saya, selain seni kerajinan ingin menjadi dokter. Tapi sekolah kedokteran itukan cukup tinggi biayanya,” ucapnya pesimis.
Leo merupakan buah hati pasangan Ahmad Zainal Manalu (48) dan Sahriati Panggabean (47), yang bermukim di Kelurahan Tukka, Kecamatan Tukka, Tapteng. Ayahnya berprofesi sebagai sopir angkot trayek Sibolga-Tukka. Walau punya cita-cita tinggi, ia mengaku tidak boleh egois. Penghasilan yang diperoleh orangtuanya sebagai supir angkot bukanlah untuknya semata. Selain untuk kebutuhan rumah, masih ada dua abang dan seorang adiknya yang kini juga masih duduk di bangku sekolah.
“Semua kami masih status bersekolah. Bahkan pernah sempat bapak itu kewalahan bayar uang SPP kami sampai pinjam-pinjam lah ke tetangga,” ucapnya lirih.
Kendati demikian, Leo mengaku sangat bangga dengan sang ayah yang dinilainya sebagai sosok yang sangat bertanggungjawab kepada keluarganya. Terbatas hanya bisa bekerja dengan modal menyetir hingga bekerja sebagai sopor angkot, ia mampu menyekolahkan keempat anaknya bahkan berniat mengantarkan anaknya sampai perguruan tinggi.
“Bapak itu cuma sopir, artinya mobil angkotnya carteran saja digaji dari hasil penumpang. Itupun bapak sudah sakit-sakitan. Kalau ibu tidak berkerja,” terang Leo.
Beruntung, biaya pendidikan dirinya dan saudara-saudaranya terbantu dengan adanya kartu sakti Program Indonesia Pintar (PIP) dari Presiden Joko Widodo. Selain itu, Kepala SMAN 1 Tukka, Mikrad Siregar, mendukung penuh siswa-siswinya yang memiliki prestasi. Di mata Leo, Mikrad adalah fugur tauladan yang selalu memotivasi siswa-siswinya untuk menjadi yang terbaik.
“Kepala sekolah selalu mengatakan buat ilmu mu bermanfaat untuk orang lain,” sebut Leo menirukan ucapan sang Kepsek.
Dari mimpi yang kecil, ia berharap Bupati Tapanuli Tengah, Bakhtiar Ahmad Sibarani turut memberikan dukungan agar dirinya bisa menjadi pengrajin yang handal sekaligus mengharumkan nama Kabupaten Tapanuli Tengah. (MH)