Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Skandal Terburuk Sejarah Olimpiade

Olimpiade sudah semestinya memberikan banyak kenangan dan pelajaran bagi banyak pihak yang terlibat di dalamnya. Tidak hanya atlet, tapi juga bagi para penggemar dan penonton.

Pasalnya, Olimpiade yang diselenggarakan selama empat tahun sekali ini membutuhkan persiapan yang sangat matang, baik dari atlet maupun pihak penyelenggara.

Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Roy Jones, petinju profesional yang turut serta dalam Olimpiade Seoul pada 1988 silam.

Petinju yang mewakili Amerika Serikat ini mendapatkan perlakuan yang sangat tidak adil saat mengikuti ajang Olimpiade di ibu kota Korea Selatan saat itu.

Roy Jones pada saat itu bertanding di Olimpiade pada kelas menengah ringan. Petinju yang saat itu berusia 19 tahun tersebut melewati berbagai pertandingan dengan mudah melalui kemampuannya.

Pada pertandingan pembuka, ia berhasil mengalahkan petinju M’tendere Makalamba asal Malawi hanya dalam waktu dua menit. Namanya meroket setelah pertandingan itu.

Dalam pertandingan kedua, Roy Jones berhasil mengalahkan Michal Franek. Ia memenangkan pertandingan dengan keputusan mutlak 5-0 meskipun atlet boxer asal Cekoslowakia tersebut sempat selamat dari pukulan keras di babak kedua.

Babak 16 besar dan semifinal pun dilibasnya dengan mudah. Ia menaklukan Yevgeni Zaytsev asal Uni Soviet di babak 16 besar dan Richard Woodhall asal Inggris di babak semifinal dengan poin yang sama, 5-0.

Dalam satu sisi, Park Si-hun, atlet dari tuan rumah memberikan hasil yang kurang mengesankan. Beberapa pengamat bahkan berpendapat bahwa ia seharusnya kalah dalam empat pertarungannya menuju final.

Anggapan tersebut diperkuat saat Park bertanding di babak perdelapanfinal. Kala itu lawannya, Vincenzo Nardiello (Italia) merasa dicurangi setelah para juri memutuskan poin akhir 3-2. Ia berpendapat pantas mendapat anggukan dari para juri. Saking kecewa, ia sampai harus ditarik keluar ring.

Pada pertandingan final, Roy Jones dapat dengan mudah menyudutkan pukulan bagi Park. Statistik menunjukkan Roy Jones mendaratkan 86 pukulan, sedangkan Park hanya memberikan 32 pukulan dari total tiga ronde yang dijalani.

Walaupun begitu, keputusan juri dianggap tidak adil. Dari lima juri, hanya dua juri yang memberikan poin kepada Roy Jones. Saat wasit Aldo Leoni mengangkat tangan Park, boxer Korea tersebut terlihat sangat malu, bahkan Leoni pun merasa jijik.

“Dia tidak memperoleh skor selama pertandingan. Itu yang terburuk yang pernah saya hadapi dalam hidup saya,” ungkapnya seperti yang dilansir dari The Guardian.

Saat itu juga ia melepas medali yang dikalungkannya dan tidak akan pernah memakainya lagi. “Mereka mengalungkan medali perak di leher saya, dan saya langsung melepasnya. Saya tidak akan mengalungkannya di leher saya lagi,” ucapnya.

Setelah kejadian tersebut, pers Amerika murka dan melampiaskannya kepada Larbi, seorang juri pada pertandingan tersebut. Namun, Larbi merasa Roy Jones menang dengan mudah, ia melakukan voting kepada Park demi tidak mempermalukan tuan rumah.

Setelah itu, tiga juri yang melakukan vote terhadap Park diskors selama enam bulan, namun kemudian dibebaskan kembali oleh Asosiasi Tinju Internasional (AIBA).

Beberapa tahun kemudian, jurnalis investigasi dan penulis Andrew Jennings menemukan tuduhan suap langsung. Namun walaupun begitu, Roy Jones tidak pernah menerima medali emas yang seharusnya menjadi haknya.

Investigasi IOC menyimpulkan meskipun para juri disuap oleh penyelenggara Korea, mereka menyatakan tidak ada bukti korupsi dalam ajang tersebut.

Semoga di Olimpiade tahun ini kejadian tersebut tidak terulang. Bagaimanapun, para atlet sudah berjuang dengan darah dan keringat sendiri untuk dapat memperoleh mimpinya. ***

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles