Subang, Demokratis
Keberadaan pabrik beton ready mix milik PT Varia Usaha Beton (VUB) di Blok Pilar, Desa/Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, terus menuai sorotan tajam. Komunitas Alam Purwadadi Menggugat melayangkan serangkaian surat keberatan dan permintaan klarifikasi kepada sejumlah instansi pemerintah daerah.
Sorotan tajam itu tak lepas dari dugaan pelanggaran tata ruang, penerbitan dokumen lingkungan yang tidak transparan, serta dugaan praktik kolusi dalam proses perizinan.
Pertanyakan Legalitas Dokumen Lingkungan
Dalam surat yang ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Subang, Komunitas Alam (Aliansi Masyarakat) Purwadadi Menggugat (APM) mempertanyakan dasar hukum dokumen lingkungan PT VUB yang diklaim telah lengkap. Menurut DLH, dokumen lingkungan bahkan telah mendapatkan validasi dari Pusat Kajian Pembangunan Lingkungan Hidup (PKPLH).
“Sehubungan dengan klaim tersebut, kami meminta DLH agar dapat menunjukkan regulasi atau dasar hukum yang menjadi landasan terbitnya dokumen lingkungan dimaksud, mengingat lokasi pabrik berada di luar zona peruntukan industri,” ujar Alfianto, koordinator komunitas tersebut (28/7/2025).
Komunitas menyebut bahwa penjelasan yang diberikan DLH tidak cukup menjelaskan dasar hukum dan prosedur yang seharusnya menjadi kewajiban sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Soroti Penerbitan PBG Oleh Dinas PUPR
Tak hanya DLH, Komunitas juga menyurati Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Subang. Mereka meminta klarifikasi atas dasar teknis penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi pabrik beton tersebut.
“Apakah PBG itu terbit berdasarkan kajian teknis yang sah? Bagaimana dengan kesesuaian tata ruang? Bukankah lokasi pabrik berada di luar zona industri?” tulis Alfianto dalam suratnya.
Pihak komunitas menilai bahwa jika perijinan teknis seperti PBG diterbitkan tanpa mengacu pada zonasi RTRW, maka proses tersebut cacat hukum dan dapat menjadi preseden buruk bagi penegakan aturan tata ruang di Subang.
Klarifikasi Dokumen Andalalin Dinas Perhubungan
Dalam surat terpisah, Komunitas juga menyoroti peran Dinas Perhubungan (Dishub) Subang. Mereka mempertanyakan keabsahan dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) yang diklaim dimiliki PT VUB.
“Ketika syarat materiel maupun formil tidak terpenuhi, bagaimana mungkin dokumen Andalalin bisa terbit secara sah? Ini mencederai proses normatif dalam perijinan,” kata Alfianto.
Komunitas menyatakan bahwa jika perijinan dikeluarkan tanpa dasar evaluasi teknis yang memadai, maka dokumen tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan harus dibatalkan.
Satpol PP Dianggap Lalai dan Diduga Ikut Terlibat
Sementara itu, kritik paling keras disampaikan kepada Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran (Satpol PP-Damkar) Kabupaten Subang. Komunitas menilai lembaga tersebut tidak menunjukkan ketegasan dalam menegakkan Perda terkait pelanggaran lingkungan dan tata ruang.
“Satpol PP seperti menutup mata dan telinga. Bila proses penerbitan dokumen lingkungan tidak melalui penapisan sesuai Undang-Undang, maka seluruh izin lainnya jelas tertolak. Tapi kenapa tidak ada tindakan tegas?” ungkap Alfianto.
Komunitas bahkan menyebut Satpol PP terkesan memperkosa peraturan perundang-undangan dan diduga kuat menjadi bagian dari kolusi atas terbitnya perijinan PT VUB.
“Jika Satpol PP bukan bagian dari kolusi, maka sudah semestinya melakukan tindakan tegas, terarah dan terukur. Itulah jalan untuk menjaga kewibawaan Pemkab Subang dan menegakkan kepastian hukum,” lanjutnya.
Aliansi Akan Tempuh Jalur Hukum
Di akhir pernyataannya, Komunitas yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Purwadadi Menggugat menyampaikan sikap, diantaranya ; (1). Tindak tegas terhadap pelanggaran tata ruang yang dilakukan pengusaha ‘nakal’ mengingat hal ini dapat dipastikan perusahaan beroperasi tanpa mengantongi perizinan, dan sekalipun perizinan tersebut ada, maka wajib dipertanyakan; (2).Tindak tegas mafia birokrasi serta mafia perijinan ‘preman berseragam’ yang ada di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang, yang memberikan ruang atas pelanggaran tata ruang, sehingga memberikan dampak terhadap lingkungan masyarakat; (3). Tindak tegas pengusaha nakal yang tidak mengindahkan terkait Perbup Nomor 21 Tahun 2025 tentang pengaturan jam operasional kendaraan serta pelanggaran lainnya dari pengusaha yang berlindung dibalik Proyek Strategis Nasional (PSN) tanpa tebang pilih; (4). Memaksimalkan kinerja Satpol PP kabupaten Subang, jika tidak ingin dikatakan ‘banci kaleng’.
Selain itu, APM menegaskan akan terus mengawal permasalahan ini. Mereka tak segan menempuh jalur hukum jika seluruh instansi terkait tidak menjalankan fungsinya secara transparan dan akuntabel.
“Ini bukan sekadar soal izin pabrik, tapi soal marwah aturan hukum yang sedang diuji. Kami akan terus bergerak demi kepastian hukum, demi lingkungan, dan demi masyarakat yang terdampak,” pungkas Alfianto. (Abh)