Jakarta, Demokratis
Putra dan putri Sulawesi Utara banyak yang sukses di pentas nasional hingga internasional. Menduduki sejumlah jabatan strategis baik eksekutif, legislatif, yudikatif, TNI/Polri, pengusaha hingga influencer.
Mereka kini menjadi inspirasi dan kebanggaan warga Nyiur Melambai. Salah satunya Irjen Pol Dr Winston Tommy Watuliu. Saat Presiden Jokowi mengunjungi eropa khususnya ke Ukraina dan Rusia, Irjen Watuliu mendapat kepercayaan mengamankan misi perdamaian tersebut.
Julukan sebagai detektif internasional diberikan bagi putra Kawanua yang satu ini. Bukan tanpa alasan, banyak sekali kasus transnation crime investigation pernah dilakukannya.
Putra Tonsea ini bahkan pernah menjalani pendidikan di biro investigasi Amerika Serikat di FBI National Academy, Virginia USA selama enam bulan. “Dari tugas-tugas saya di reserse, sebagian besar di jatanras dan cybercrime. Ada juga di terorisme dan trans national crime,” kata lulusan Akpol tahun 1989 ini.
Suami dari Debbie Deborah Watuliu-Dumais ini pun menceritakan, usai menyelesaikan pendidikan, Brigjen Watuliu mengawali karir kepolisian sebagai instruktur di Akpol selama satu tahun. Sebelum ditugaskan di Polda Metro Jaya.
“Mungkin bisa dibilang, tugas kedinasan saya paling banyak di Polda Metro Jaya dan di Bareskrim. Mungkin 90 persen dari total masa jabatan saya hingga saat ini,” ungkap jenderal bintang satu ini.
Dirinya juga pernah menjadi dosen di Bareskrim Akpol tahun 2013. Mengajar reserse dan cyber investigation. “Kemudian tahun 2015, ditugaskan di Polda Kalimantan Timur sebagai Direskrim selama dua tahun,” ungkapnya.
Sebelum ditarik lagi ke Akpol menjadi Direktur Pembinaan dan Pelatihan tahun 2017. “Di tahun yang sama, saya diangkat menjadi bintang satu Brigadir Jendral Polisi. Setelah itu, diberi tugas-tugas khusus sampai sekarang,” beber Brigjen Watuliu.
Selanjutnya, ayah dari Jonathan Jorgen dan Zacharias Samuel Ibrani ini juga menceritakaan, selain beasiswa di FBI Academy, dirinya juga beberapa kali merengkuh pelatihan melalui pendidikan-pendidikan di beberapa negara. Seperti di Australia Federal Police (AFP) pelatihan trans national crime.
“Kemudian juga pernah juga dapat beasiswa pendidikan cybercrime di Bangkok kemudian pendidikan economy crime di Belanda. Pernah juga ikut course di Virginia Univesity AS, mengambil criminal justice system tahun 2009 selama 3 bulan,” sebutnya.
Selain merengkuh sejumlah pendidikan tambahan berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab di institusi Polri, Brigjen Watuliu juga mengambil pendidikan sipil. Menamatkan S-1 di Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Mandala Jakarta tahun 2003. Kemudian pascasarjana di Universitas Indonesia (UI) dengan jurusan Administrasi Publik tahun 2016.
Selanjutnya, tahun 2015 Brigjen Watuliu kembali mengambil pendidikan S3 di UI dengan penjurusan yang sama dengan S2, administrasi publik. “Saat kuliah doktor, puji Tuhan meraih penghargaan sebagai wisudawan terbaik,” bebernya.
Tak hanya pernghargaan dari dunia akademis, Brigjen Watuliu juga meraih sejumlah penghargaan dalam kiprahnya di dunia kepolisian. Seperti penghargaan dari Kapolri saat tugas di Polda Metro Jaya dalam kasus narkotika penangkapan Sarimah.
“Sementara, dari Kapolda Metro Jaya juga beberapa kali menerima penghargaan. Khususnya dalam kasus-kasus cybercrime dan narkotika. Kemudian dari Kabareskrim juga pernah diberi penghargaan dalam beberapa penanganan kasus cyber,” ujarnya.
Tak hanya penghargaan dari dalam negeri, namun karena sepak terjang di dunia trans national crime atau penanganan kriminalitas antar negara, Brigjen Watuliu juga pernah mendapat penghargaan dari Direktur FBI tahun 2009. “Penghargaan dari FBI untuk pengungkapan kasus investigasi cybercrime kerjasama dengan Indonesia,” bebernya.
Brigjen Watuliu yang aktif di organisasi Sosial Budaya Paimpoluan Ne Tonsea dan Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) mengatakan, dirinya bersyukur menjadi polisi. (Albert S)