Subang, Demokratis
Polemik penggusuran pedagang di kawasan eks HGU Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat, memasuki babak baru, Jumat (8/8/2025). Alat berat milik pemerintah mulai didatangkan ke lokasi, memicu kekhawatiran dan ketegangan di kalangan warga dan pedagang setempat. Langkah ini langsung menuai respons keras dari berbagai pihak, salah satunya dari tokoh muda Rakean Galuh Pakuan, Niskala Mulya Rahadian Fathir.
Fathir mengecam keras kehadiran alat berat tersebut dan menyebutnya sebagai tindakan yang semena-mena terhadap rakyat kecil. Ia menilai, kehadiran alat berat di tengah belum selesainya proses hukum dan belum adanya kejelasan redistribusi tanah dari Pemerintah Pusat merupakan bentuk arogansi kekuasaan yang harus dilawan secara konstitusional.
“Ini bukan hanya soal penggusuran, ini soal keadilan. Menghadirkan alat berat di tengah masyarakat yang sedang berjuang mempertahankan haknya adalah bentuk intimidasi. Saya tegaskan: masyarakat jangan gentar, lawan tindakan yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan dan konstitusi!” tegas Fathir saat memberikan pernyataan kepada media, Jumat (8/8/2025).
Fathir menyatakan, para pedagang di Ciater tidak melanggar hukum, melainkan justru berhak atas tanah yang mereka tempati berdasarkan prinsip-prinsip reforma agraria. Ia kembali menekankan bahwa tanah eks HGU yang telah habis masa berlakunya harus dikembalikan kepada negara dan didistribusikan kepada masyarakat yang berhak.
“Saya berdiri bersama rakyat. Para pedagang dan masyarakat Ciater berhak untuk tetap tinggal dan mengelola tanah itu. Jangan sampai suara-suara rakyat kecil ini dibungkam oleh mesin kekuasaan. Jangan gentar kita harus lawan ini dengan semangat persatuan dan hukum yang adil. Ada pertanyaan kemudian muncul, kenapa usaha yang besar semacam florawisata D’Castello tidak ditindak?” ucapnya dengan nada lantang.
Fathir juga mengingatkan bahwa tindakan sepihak seperti penggusuran paksa tanpa dialog dan kejelasan hukum hanya akan memperuncing konflik sosial di tengah masyarakat. Ia menyerukan kepada Pemkab Subang, Pemprov Jabar, dan Pemerintah Pusat untuk menahan diri dan membuka ruang dialog.
“Jangan jadikan rakyat sebagai korban pembangunan yang timpang. Kalau pemerintah serius dengan reforma agraria, maka duduklah bersama rakyat. Jangan kirim alat berat, kirim solusi,” tambahnya.
Ia pun mengajak seluruh elemen masyarakat, tokoh pemuda, organisasi sipil, hingga mahasiswa untuk mengawal proses ini dan memberikan dukungan moral kepada warga yang terancam kehilangan penghidupan mereka.
Situasi di lokasi hingga siang hari saat itu tegang, sementara sebagian warga tampak berkumpul untuk menjaga lapak dan bangunan mereka. Masyarakat berharap campur tangan Pemerintah Pusat untuk menghentikan upaya penggusuran sepihak dan segera menyelesaikan sengketa ini secara adil dan manusiawi. (Abh)