Indramayu, Demokratis
Sengkarutnya tatanan kebijakan di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Indramayu Jawa Barat saat ini, sedang heboh jadi polemik konsumsi publik. Khususnya tentang benang kusut hubungan kerja Bupati dan Wakilnya, yang diduga semakin kusut. Kemudian kolepnya tata kelola manajemen Bank Perkreditan Rakyat Karya Remaja (BPR-KR), yang publik mengistilahkannya dengan menyebut misteri menahun kembang ganyong.
Kini polemik benang kusut yang diduga semakin kusut itu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Indramayu, melalui bagian elemennya berupaya membantu mengurai kekusutan yang terjadi. Beserta misteri menahun kembang ganyong di BPR-KR yang notabene milik Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Indramayu itu, dan kini telah disidik oleh Kejati Jawa Barat.
Dari pendapatnya yang ditujukan ke Direktur PKSPD, Ruyanto selaku Ketua Badan Kehormataan (BK) DPRD Indramayu Senin (19/9/2022) mengatakan, “Saya selaku Ketua BK, yang tugas dan fungsinya menjaga marwah dan kehormatan DPRD, dan sangat kecewa atas statemen Wakil Bupati, yang menantang 50 orang pimpinan dan anggota DPRD. Maka saya pribadi siap menerima tantangannya. Hal itu demi marwah dan kehormatan dewan,” tantangnya.
Kemudian terkait terbongkarnya misteri Kembang Ganyong yang diduga sudah kronis itu, Ruyanto menerangkan, “Terkait dengan masalah BPR-KR. Pertama, pihak Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, juga akan diminta keterangannya, karena OJK lah yang merekomendasi kesehatan perbankan. Kedua, mendesak DPRD segera membentuk Panitia Khusus atau Pansus, biar misterinya terang benderang. Jangan sampai ada oknum DPRD yang juga terlibat kredit macet,” jelasnya.
Pada hari yang sama, Senin (19/9/2022) Direktur PKSPD, Ouhsj Dialambaqa turut memberi pendapat perihal dua pokok pembicaraan itu. “Saya sepakat, pertama soal tantangan Wabup, sebaiknya menurut saya digelar dalam forum publik intelektual akedemik dan atau dalam hearing terbuka untuk umum, yang menghadirkan Wabup versus 50 anggota dewan, biar publik faham dan jelas. Kedua saya juga setuju, Pansus BPR-KR segera dibentuk. Sekalipun Kejati tidak lama lagi akan menetapkan tersangkanya. Walau dalam hal ini dewan dianggap ketinggalan kereta,” ujar Oo, begitu dia biasa disapa.
“Harapan saya di Pansus BPR-KR itu, nanti bisa sebagai materi pemakzulan melalui hak angket. Karena dari orang-orang dekat bupati, menyatakan itu sudah karakter bupati, maksudnya sudah jadi harga mati, tidak akan pernah mendengarkan masukan publik. Konon berkali kali pula mengatakan ke sejumlah pihak, bahwa dirinya anak jendral dan pengacara, sekakigus bupati,” terangnya.
“Publik semua ditantang oleh arogansi Bupati. Karena saya adalah orang pertama di telepon dengan tanda kutip, diancam dengan mengatakan secara tidak langsung, bahwa dirinya anak jendral. Kejadian itu pada bulan Mei 2020, saat jabatannya baru seumur jagung dilantik. Tapi saya tidak mungkin menaruh kebencian pribadi, kecuali saya benci dengan sandiwara, dan kerusakan Indramayu,” tuturnya.
Selanjutnya dikatakan, “Saya hanya berupaya untuk melepaskan dosa sosial atas takdir sosial Indramayu, untuk itulah saya terus bersuara demi perubahan, kerena itu menjadi tanggung jawab moral pribadi saya semasa hidup. Sekali lagi, Pansus BPR-KR sebagai pintu masuk hak angket. Sekedar saran saja, dan boleh diabaikan boleh juga didengar oleh dewan. Sebaiknya buka ruang publik di dewan, dengan mekanisme hearing publik tentang BPR-KR dan atau PD-BWI, dan tata kelola pemerintahan Bupati Nina,” demikian suara, harapan dan salam berjuang mengemban Amanah Penderitaan Rakyat (Ampera), dari PKSPD untuk seluruh anggota dewan. (S Tarigan)