Minggu, Oktober 26, 2025

Tambang Emas Ilegal di Mandalika Masuk Radar KPK

Jakarta, Demokratis

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang mempersilakan aparat penegak hukum memproses aktivitas tambang emas ilegal di sekitar Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan lembaganya akan menindaklanjuti informasi tersebut melalui berbagai mekanisme yang dimiliki.

“Nanti KPK akan semacam membuat langkah-langkah tindak lanjut,” kata Budi melalui keterangan kepada wartawan, Sabtu (25/10/2025).

Budi menjelaskan, tindak lanjut tersebut dapat berupa proses penegakan hukum mulai dari penyelidikan hingga penyidikan, maupun melalui fungsi koordinasi dan supervisi (korsup) bersama aparat penegak hukum lain seperti kepolisian dan kejaksaan, untuk memastikan proses penanganan berjalan efektif.

Selain dengan aparat penegak hukum, KPK juga akan melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah guna memastikan tata kelola pertambangan berjalan sesuai aturan dan bebas dari praktik korupsi.

“KPK karena ini banyak stakeholder terkait lainnya. Maka ini kemudian menjadi PR bersama untuk sama-sama kita garap ya, termasuk bagaimana soal optimalisasi pajaknya di teman-teman Kementerian Keuangan itu juga menjadi stakeholder terkait,” ujarnya.

Pada kesempatan sebelumnya, Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, membenarkan bahwa KPK telah memulai penyelidikan dugaan korupsi terkait tata kelola tambang di Lombok.

“Bisa saya sampaikan bahwa benar sedang menangani perkara (tambang di Lombok) dimaksud,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).

Namun, Asep belum membeberkan detail perkara karena masih dalam tahap penyelidikan. “Tapi masih dalam proses lidik jadi belum kita bisa sampaikan,” tambahnya.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa kewenangan kementeriannya hanya terbatas pada tambang yang memiliki izin resmi.

“ESDM itu mengelola tambang yang ada izinnya. Kalau enggak ada izinnya, proses hukum saja,” ujar Bahlil di Kawasan Monas, Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Bahlil menegaskan pemerintah mendukung penuh penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan ilegal dan memastikan negara tidak boleh dirugikan.

Libatkan WNA China

Polemik ini mencuat setelah KPK mengungkap aktivitas tambang emas ilegal di Dusun Lendek Bare, Sekotong, Lombok Barat, NTB, yang lokasinya tak jauh dari Sirkuit Internasional Mandalika. Aktivitas tersebut diduga melibatkan warga negara China dengan modus seolah-olah merupakan tambang rakyat.

“Kita Oktober 2024 ke Sekotong, NTB. 4 Oktober. Karena saya dapat laporan di bulan Agustus, waktu itu ada pembakaran basecamp emas, tambang emas… yang diisi orang-orang Cina,” ungkap Kasatgas Korsup Wilayah V KPK, Dian Patria, dalam sebuah diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).

Dian mengaku baru mengetahui adanya tambang emas ilegal berskala besar hanya satu jam dari Mandalika.

“Wartawan tanya saya di NTB, ‘Itu sikap KPK bagaimana?’ Saya juga baru tahu. Saya enggak pernah nyangka di Pulau Lombok, 1 jam dari Mandalika ada tambang emas besar, baru tahu saya,” sambungnya.

Menurut Dian, praktik tambang ilegal tidak hanya terjadi di Sekotong, tetapi juga tersebar di sejumlah titik lainnya di NTB.

“Dan itu luar biasa, ternyata bisa 3 kg emas 1 hari… Di Sumbawa juga ada, di Lantung namanya. Itu lebih besar lagi lokasi tambang ilegalnya,” jelasnya.

Omzet Triliunan Rupiah

Tambang emas ilegal di Sekotong diketahui beroperasi sejak 2021 dan berada di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Tambang ini diperkirakan menghasilkan Rp90 miliar per bulan atau sekitar Rp1,08 triliun per tahun.

“Ini baru satu lokasi, dengan tiga stockpile… Belum lagi yang di Lantung, yang di Dompu, yang di Sumbawa Barat, berapa itu per bulannya? Bisa jadi sampai triliunan kerugian untuk negara,” ujar Dian saat pendampingan lapangan, Jumat (4/10/2024).

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), terdapat sekitar 26 titik tambang ilegal di wilayah Sekotong seluas 98,16 hektare. Kegiatan tersebut merugikan negara karena tidak membayar pajak, royalti, dan iuran tetap.

Dian menduga adanya modus kerja sama antara pemegang izin usaha pertambangan (IUP) resmi dengan operator tambang ilegal. Kawasan itu memiliki izin dari PT Indotan Lombok Barat Bangkit (ILBB), namun penindakan terhadap aktivitas ilegal tidak dilakukan.

Sebagian besar peralatan dan bahan kimia seperti merkuri dan sianida diimpor dari China. Limbah berbahaya tersebut mengancam lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar.

“Daerah di sekitar tambang ini sangat indah… Namun, tambang ilegal ini merusaknya dengan merkuri dan sianida. Jika terus dibiarkan, dampaknya akan sangat merugikan,” tegasnya. (Dasuki)

Related Articles

Latest Articles