Jakarta, Demokratis
Kasus pembunuhan terhadap Brigadir J menyeret sejumlah perwira menengah di kepolisian.
Hal itu jadi perhatian mantan Wakapolri Oegroseno.
Dia menilai bahwa pencopotan sejumlah perwira menengah yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J merupakan hal yang sudah semestinya.
Oegroseno mengatakan bahwa sejumlah perwira polisi yang ketahuan membantu menghapus barang bukti dan mengacaukan penyelidikan sudah pasti melanggar kode etik.
Meskipun, ujar Oegroseno, para anggota polisi itu melakukan pelanggaran kode etik atas perintah jenderal atau pimpinan.
Oegroseno menerangkan bahwa pemecatan perwira kepolisian yang terlibat dalam kasus Irjen Ferdy Sambo sudah sesuai kode etik kepolisian.
Tidak diperlukan putusan hukum pidana untuk memecat sejumlah perwira menengah itu.
Menurut Oegroseno, pemecatan itu sudah sesuai dengan Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003.
“Dalam kasus ini komisi kode etik bisa lihat lebih awal indikasi pelanggaran yang dilakukan Polri yakni merusak citra polisi dan sebagainya,” kata Oegroseno, Senin (5/9/2022).
Oegroseno juga menjelaskan takut dengan perintah pimpinan atau Irjen Ferdy Sambo yang saat itu menjabat Kadiv Propam Polri tidak bisa menjadi alasan untuk polisi melanggar kode etik.
Sebab, kata Oegroseno, sejumlah perwira polisi itu masih bisa menolak perintah Irjen Ferdy Sambo meskipun risiko pencopotan jabatan mengancam.
Menurut Oegroseno, pencopotan jabatan polisi karena melanggar perintah pimpinan merupakan hal biasa.
Para perwira tersebut juga hanya terkena sanksi administrasi apabila melanggar perintah Ferdy Sambo.
Namun, apabila melanggar kode etik kepolisian, maka sanksi pemecatan bahkan pidana bisa didapat para perwira tersebut seperti yang terjadi saat ini.
Oegroseno mengingatkan bahwa perwira polisi tetap berdiri sendiri sesuai dengan kode etik dan undang-undang.
Sehingga mereka masih bisa menolak intruksi pimpinan apabila hal tersebut melanggar undang-undang.
“Jadi kalau perintah atasan tidak sesuai undang-undang kita bisa nyatakan tidak laksanakan. Risiko jabatan nanti dicopot itu sudah biasa, tidak masalah setiap insan bhayangkara itu punya tanggung jawab pada hukum, jadi enggak harus tunduk perintah pimpinan yang melanggar aturan,” papar Oegroseno.
Oegroseno menambahkan bahwa slogan Satya Haprabu yang dipegang anggota polisi bukanlah tunduk kepada pimpinan kepolisian.
Melainkan tunduk pada negara dan pimpinan negara, yakni presiden.
“Jadi Satya Haprabu jangan diartikan setiap perintah pimpinan dilaksanakan, kalau perintah langgar undang-undang maka harus bertindak pakai hati nurani,” papar Oegroseno.
Diketahui sebelumnya sejumlah perwira polisi dicopot akibat dari penghalang-halangan kasus penyelidikan terhadap kematian Brigadir J. (Albert S)