Adakah jalan keluar? Kegaduhan ada saja dan tidak bisa dielakkan. Hanya solusi yang diperlukan.
Memang situasi kondisi politik Indonesia ada kegaduhan. Hal itu diawali dengan tiga alternatif atau tiga hal. Yaitu (1) mambah periodesasi presiden dari terbatas dua periode menjadi lebih. (2) menurunkan Presiden Jokowi sebelum habis masa jabatan atau tahun 2024. (3) melanjutkan atau dengan alasan yang beragam pula.
Masing-masing pilihan mempunyai pengikut yang masing-masing punya program. Yang amat gencar adalah alternatif satu yang mengusung agenda agar Presidem Jokowi lebih dari dua periode. Ini membuat pemilihan (pemilu) ditunda. Ini ditentang oleh pihak lain sampai ada pengesahan DPR (dewan perwaklian rakyat).
Pada intinya terjadi perbedaan satu sama lain. Alhasil banyak agenda yang sudah ditetapkan terbengkalai atau menjadi tak terlasana. Karena tidak ada waktu dan konsentrasi pelaksanaannya.
Dari sisi opini tentang penundaan pemilu mempunyai alasan penggunaan anggaran untuk menyelenggarakan pemilihan presiden membutuhkan biaya yang tinggi sehingga lebih baik ditunda. Banyak masyarakat yang terselamatkan ketimbang dengan hanya memilih presiden.
Opini ini katanya didukungan oleh banyak rakyat Indonesia. Oleh karenanya anggarannya lebih baik digunakan untuk pembangunan. Sementara konstitusinya bisa diatur.
Pendapat ini digagas oleh Luhut Binsar Panjaitan, Cak Imin Ketua Umum Partai Kebangkitan Bansa (PKB), Zulkifli Hasan Ketua Umum Parta Amanat Nasional (PAN) dan lain-lain. Namun hal ini ditolak dengan alasan tidak sesuai aturan yang telah menentukan pemilihan dilakukan setiap lima tahun sekali.
Pendapat kedua ialah turunkan Presiden Jaokowi sekarang. Lantaran dianggap tidak becus memimpin negara. Yaitu menambah banyak hutang luar negeri. Utamanya ke negara China. Hutang terus bertambah banyak sehingga pada gilirannya kita akan dikuasai China.
Gagasan ini didukung oleh pihak Petamburan yaitu Habib Rizieq dan lain-lain. Dengan demikian pemerintahan yang baru yang diprogramkan melaksanakan pemilu yang lebih adil yang memilih pemimpin yang berbobot dan jauh dari korupsi.
Pilihan ini ditolak karena tidak konstitusional. Menimbulkan kerusuhan dan malapetaka politik. Rencana ini tidak banyak dukungannya.
Usul ketiga adalah usulan yang menyarankan maksimalkan apa yang ada sekarang. Pemilu tetap dijadwalkan tahun 2024 sesuai dengan waktu. Ini pendapat mahasiswa (BEM).
Ketiga usul alternatif baik yang menggaggas tiga periode presiden dan yang menurunkan presiden, semua mengandung risiko. Nampaknya beserta yang tetap melaksanan sesuai waktu pemilu 2024 belum ada kompromi. Artinya masih diperdebatkan.
Kita berpendapat yang sedikit risikonya adalah pendapat mahasiswa. Yang pada dasarnya menyetujui berlangsung sesuatu pada relnya kita laksanakan sebagaimana mestinya.
Hal ini adalah yang terbaik dan kecil risikonya. Sebab dunia internasional akan memantau adakah kemampuan atau kebolehan suatu bangsa menjalankan sesuai dengan konstitusi yang ada. Bila bisa, ini berarti bangsa itu bangsa besar. Bangsa besar adalah yang bisa melaksanakan Undang-Undang Dasar. Semoga!
Jakarta, 6 Mei 2022
*) Penulis adalah Doktor Dosen Paskasarjana Univeritas Muahmadiyah Prof Dr Hama (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com