Sabtu, November 23, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Tim GTRA Kabupaten Subang Didesak Turun Lansung ke Lapangan Agar Sengketa dan Konflik-konflik Agraria Segera Teratasi dan Mempercepat Kemakmuran Para Petani Gurem

Subang, Demokratis

Bila benar para pengambil kebijakan di negeri ini serius dan bertekad untuk mewujudkan kehidupan masyarakatnya makmur dan berkeadilan, maka lewat program Reforma Agraria yang diluncurkan sejak tahun 2008 tentunya merupakan angin segar bagi kalangan petani gurem (kepemilikan tanah kurang dari 2 Ha-Red) dan petani tanpa tanah di Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat dalam menatap masa depan.

Seperti diketahui bahwa struktur penguasaan tanah di Subang sangat timpang. Sebagian besar aset nasional berupa tanah dikuasai oleh kaum pemodal, baik berplat merah dan swasta, seperti Hak Penguasaan Hutan (HPH), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Pakai dan kepemilikan perorangan  yang diduga kepemilikannya tidak jelas dimana luasnya mencapai ribuan hektar.

Sementara penduduk hanya menguasai sisanya. Kondisi ini menyebabkan struktur penguasaaan tanah di Kabupaten Subang sangat timpang. Akibatnya, banyak rakyat Subang lapar tanah dan hal itu pula menjadi pemicu berbagai kasus tanah yang melibatkan rakyat.

Padahal bila program Reforma Agraria benar-benar serius dijalankan sebagaimana dimanatkan dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 seperti digadang-gadang lewat Nawa Citanya Jokowi, ketimpangan pemilikan lahan, konflik di akar rumput akan bisa diminimalisir serta impian para petani gurem akan segera terwujud.

“Presiden telah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2018 yang ditandatangani 24 September 2018, diundangkan 27 September 2018, dengan adanya Peraturan Presiden tersebut, secara legal didapatkan acuan teknis hukum pelaksanaan reforma agrarian,” ujar Hadi.

Hal itu diuangkapkan Syamsul Hadi aktivis Jaringan Masyarakat Nasional (JAMAN) Divisi Hankam, Riset, Infrastruktur dan Percepatan Pembangunan Daerah, saat berbincang dengan Demokratis di kediamannya, belum lama ini.

Areal tanah eks HGU PTPN VIII/PT RNI (PG Rajawali) kebun Manyingsal diduga terlantar.

Menurut Hadi, tanah di kawasan eks HGU PTPN VIII di Desa Manyingsal, Wanasari, Sidajaya dan Sidamulya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang bisa/dapat menjadi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Tak terkecuali lahan tidur PG Rajawali Rayon Manyingsal sebelumnya lahan eks PTPN VIII, persisnya di Blok Gembor Timur, Desa Manyingsal, Kecamatan Cipungara-Subang, kini digarap para petani tergabung di perkumpulan “Sejahtera Tani Lesatari” beranggotakan tidak kurang 500 orang dengan luasan garapan sekitar 150 Ha, yang menghendaki lahannya diakses (didaftar-Red) program TORA.

Seperti diketahui untuk pelaksanaan teknis mulai dari pusat, provinsi sampai kabupaten dibentuk Gugus Tugas Reforma Agraria, yang tugasnya menetapkan kebijakan dan rencana reforma agraria. Selain itu, melakukan koordinasi dan penyelesaian kendala dalam penyelenggaraan reforma agraria, pengawasan dan pelaporan pelaksanaan reforma agraria.

“Di samping mengatur mekanisme penanganan sengketa dan konflik agrarian,” katanya.

Perpres ini bertujuan untuk penataan kembali struktur penguasaan tanah, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan, melalui penataan aset disertai akses untuk kemakmuran rakyat.

Untuk obyek tanah-tanah yang menjadi sasaran reforma agraria, termasuk eks HGU dan eks HGB yang telah habis masa berlakunya serta tidak dimohonkan perpanjangan dan/atau tidak dimohonkan pembaruan haknya dalam jangka waktu setahun sejak haknya berakhir.

“Tanah tersebut bisa didistribusikan ke petani-petani, bisa perorangan atau kepemilikan bersama, Badan Usaha Milik Desa juga bisa menjadi subyek untuk memiliki tanah tanah yang menjadi obyek reforma agrarian,” katanya.

Menyinggung kebijakan pemerintah pusat lewat Perpres Nomor 86 Tahun 2018, pemerintah di bawahnya semestinya secara konsekuen harus mem-folow up, seperti Kepala Desa Manyingsal, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang harus memahami nomenklatur eksekutif sebagai koordinasi dan perpanjangan pemerintahan di tingkat desa. Selain itu penting juga bagi kepala desa untuk memahami dan harus tahu tentang isi UU PA 1960 sebagai pijakan, serta di dalam pengimplementasian TORA yang sudah tertuang dalam Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

Sekarang tinggal Bupati Subang, sekaligus sebagai Ketua GTRA untuk gerak cepat mengimplementasikan amanat konstitusi tersebut dengan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat Subang khususnya para petani, serta berkomunikasi dengan DPRD Subang.

Selanjutnya Tim GTRA diminta segera turun lansung ke lapangan agar sengketa dan konflik-konflik agraria khususnya Desa Manyingsal dan sekitarnya segera teratasi dan mempercepat kemakmuran para petani gurem, yang semuanya itu sangat memungkinkan menjadi subyek reforma agraria untuk mendapatkan tanah.

“Tinggal pemerintah daerah untuk melakukan koordinasi dengan pihak terkait termasuk anggota DPRD,” katanya.

Syamsul Hadi, mengatakan bahwa dalam waktu dekat dirinya akan menemui langsung dengan Staf Presiden RI dan pihaknya saat ini sedang membangun komonikasi dengan beberapa Kementerian terkait di Jakarta.

“Kabupaten Subang sendiri termasuk salah satu dari program Nawacita yakni Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang tentunya kelak akan menjadi zona eksklusif ekonomi, ini merupakan momentum bagi kepala daerah dan seluruh pemangku kebijakan yang ada di daerah ini untuk menyamakan persepsi dan strategi sinergi dengan Pemerintah Pusat sangat penting sebagai bentuk perwujudan bersama menuju Subang maju dan berdaya saing, jika momentum ini tidak bisa kita pergunakan dengan baik maka Subang akan tetap seperti ini,” imbuh beliau yang biasa dipanggil Bang Hadi. (Abdulah)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles