Kabupaten Tasikmalaya, Demokratis
Tokoh agama bersama masyarakat Desa Leuwibudah Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya, menyelenggarakan diskusi dan kajian terkait pendistribusian zakat fitrah berdasarkan Kitab Lanatutholibin dan Syarah Fathul Qorib di Kampung Sindang Desa Leuwibudah, Kec. Sukaraja, Kab. Tasikmalaya, Rabu malam (1/6/2022).
Ajengan Dadang tokoh agama setempat menyampaikan, para muzakki di Kp. Sindang RT 01 RW 06 Desa Leuwibudah membatar zakat fitrah sebanyak 2,5 kg beras dan menyetorkannya kepada Amilin setempat.
“Amilin hanya mengambil 3 ons beras dan selanjutnya beras zakat fitrah itu diserahkan kembali kepada Muzakki,” ucapnya yang dibenarkan Dedi (40) Amilin di kampung tersebut kepada Demokratis.
Dijelaskan Ajengan Dadang, berdasarkan Kitab Bajuri Syarah Fathul Qorib, waktu untuk mendistribusikan zakat fitrah itu ada Surat Jaiz atau boleh, Makruh, Wajib plus fadilahnya dan juga yang lebih utama ada waktu haramnya. Apabila zakat fitrah itu didistribusikannya melebihi terbenam matahari di hari Idul Fitri, maka hukumnya termasuk haram.
“Sementara ketika membayar zakat fitrah di awal bulan Ramadhan dan langsung membagikannya, itu termasuk Jaiz atau boleh,” terangnya.
Lanjut dia, di saat wajib membayar zakat fitrah dan mendistribusikannya, itu setelah terbenam matahari di akhir Ramadhan atau saat awal bulan Syawal. Sedangkan waktu fadilah membayar zakat fitrah dan mendistribusikannya, itu setelah Shubuh sebelum Shalat Idul Fitri.
“Ada juga yang dimakruhkan pendistribusian zakat fitrah yakni di akhirkan setelah Shalat Idul Fitri hingga memasuki waktu Maghrib. Lalu setelah Maghrib pada Idul Fitri, hukumnya termasuk katagori haram,” urai Ajengan Dadang.
Sementara itu, tokoh agama lainnya Oon (65) dari Kp. Legok RT 03 RW 05 menyebutkan, berdasarkan Kitab Lanatutholibin pada Juz 2 Halaman 190 yang namanya Amilin itu adalah seperti seseorang yang berjalan untuk mengusahakan zakat yaitu orang yang diangkat oleh imam untuk mengambil zakat, mengumpulkan dan mendistribusikannya. Dan apabila orang tersebut sudah mendapatkan gaji dari pemerintah, tidak boleh lagi mendapat bagian dari zakat fitrah tersebut.
“Di kampung saya para Muzakki membayar zakat fitrah kepada Amilin dan diambil oleh Amilin 2 kg, lalu diberikan lagi kepada Muzakki 1,5 kg,” ujarnya.
Menurutnya, itu sudah berlangsung turun temurun dan hal ini perlu dilakukan evaluasi secara mendasar terutama dikaitkan dengan aturan atau Undang-Undang dari pemerintah supaya ‘klop’ dan tidak berbenturan dengan keharusan dari pemerintah dan berharap Baznas Kabupaten Tasikmalaya turun mengevaluasi melihat langsung di lapangan bagaimana kesenjangan antara kenyataan yang berdasarkan aturan negara.
Masih di tempat yang sama, H. Deden Daris (50) menyoroti tentang pembagian zakat fitrah yang dirasa tidak sesuai dengan asnap yang telah ditentukan yakni ‘Fukoro masakin amilin fisabilillah Ibnu sabil gharimin rikob’ dan mualaf baik dalam besarannya maupun ketepannya masih diragukan, karena fakir miskin dirasa kurang mendapat perhatian lebih.
“Bahkan di tahun ini membagikan zakat fitrahnya langsung kepada Mustahiq karena ketidakpercayaannya kepada Amilin yang diduga membagikannya tidak mengikuti ketentuan yang berlaku, baik secara agama maupun aturan negara,” tandasnya sekaligus menutup diskusi dan kajian malam itu. (Eddinsyah)