Subang, Demokratis
Kosa kata guru, bisa dimaknai perilaku sosok atau figur yang harus digugu dan ditiru serta tentunya hal-hal yang baik lainnya. Ihwal perilaku yang buruk tidak usah dituruti, seperti yang dipertontonkan oknum guru yang juga seorang kepala sekolah di sebuah SD di Desa Gandasari, Kecamatan Cikaum, Kabupaten Subang, Amn, S.Pd, bersama-sama anaknya Geb diduga mengeroyok Hodijah yang tak lain sebelumnya adalah guru honorer di SD yang dikepalai Amn atau bisa sebut bawahannya.
Peristiwa dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap korban (Hodijah) itu menurut sejumlah saksi mata di TKP terjadi pada Selasa (29/3/2022) sekira pukul 10.00 Wib di Dusun Galumpit, Desa Gandasari. Saat itu, sepulang menghadiri musyawarah di kediaman tokoh masyarakat setempat tiba-tiba Hodijah dihadang dan kepalanya langsung dipukuli oleh Amn bersama anaknya Geb sambil meneriaki korban berulangkali dengan kata-kata “Dasar anak PKI”.
Atas kejadian itu pihak korban kemudian membuat visum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciereng-Subang.
Hal itu diungkapkan pentolan LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Kabupaten Subang Amat Suhenda, S.Pd dalam rilisnya yang diterima awak media, belum lama ini.
Menurut Amat, GERAK selaku kuasa pendamping korban, tak lama setelah sebelumnya mendapat pengaduan dari pihak keluarga korban kemudian melaporkan ke Polres Subang dan tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Bernomor : LP-B/389/III/2022/SPKTPOLRES SUBANG/POLDA JABAR.
Amat yang didampingi Sekjennya Hasan atau biasa disapa Bang Tiger mengutarakan, sesuai informasi yang dikorek dari pihak pengadu yang melatari terjadinya insiden itu, diduga terlapor merasa dihalang-halangi keinginannya sehingga tidak nyaman, saat korban memberi saran agar Amn tidak memperjual belikan buku LKS kepada siswanya.
“Pasalnya, kegiatan itu menurut korban perbuatan yang dianggap melanggar peraturan-perundangan yang berlaku,” ujar Amat.
Tak hanya sampai di situ, dampak dari adanya aksi korban yang dianggap nyeleneh, Hodijah sebagai guru honorer yang sudah mengabdi cukup lama diberhentikan (baca: dipecat) oleh Amn selaku kepala sekolah pada awal Maret lalu tanpa alasan yang jelas.
Tindakan pemecatan terhadap Hodijah, menurut Amat, sebagai perbuatan sewenang-wenangan (abuse of power), karena jika benar yang dijadikan alasan fenomena buku LKS itu tidak obyektif dan hal itu menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan.
“Sementara penganiayaan yang dilakukan Amn terhadap korban Hodijah, pelakunya terancam dipidana penjara selama-lamanya 5 tahun 6 bulan (Pasal 170 KUHP),” ujarnya.
Pihaknya mendesak kepada pihak berwenang, terutama Kadisdik Kabupaten Subang dan Bupati Subang dengan jargon Jawaranya (baca: mana JAWARA) agar memberikan teguran keras terhadap perbuatan Kepsek Amn ini dan diberi sanksi setimpal sesuai perbuatannya, agar ada efek jera.
Lagian, lanjut Amat, ihwal LKS bila Kemendikbud telah menerbitkan regulasi baru tentang pengadaan buku pelajaran yang direkomendasikan bagi sekolah. Sedangkan penggunaan LKS tidak diperbolehkan lagi seperti tertuang di Permendikbud Nomor 8 Tahun 2016.
“LKS tidak diperlukan lagi, karena seharusnya latihan-latihan itu dibuat sendiri oleh guru. Sebab, dalam kurikulum baru tidak ada lagi LKS. Kalau ada, itu kesalahan dan harus dihentikan. Penggunaan buku LKS tentu akan mengubah filosofi cara belajar siswa aktif menjadi pasif, sehingga sistem pembelajaran yang harusnya mengutamakan diskusi antar guru dan teman di kelas tidak berjalan dengan baik,” ujar Amat.
“Lebih dipertegas lagi di PP Nomor 17 Tahun 2010, Jo Pasal 181 huruf a, bahwa seluruh satuan pendidikan dan guru dilarang menjual buku dan LKS kepada siswa. Begitupun di Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021, tentang Petunjuk teknis Pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS), bahwa sekolah dilarang menjadi distributor LKS,” pungkasnya. (Abh)