I. Pendahuluan
Belum hilang dalam ingatan kita kasus vandalisme, radikalisme bahkan sampai pada terorisme yang mengatasnamakan Islam sepanjang dua dekade terakhir. Kasus-kasus tersebut terjadi di berbagai kota besar seperti Bali, Surabaya, Kediri, Tangerang, Sukoharjo, Surakarta dan tentu saja Ibu Kota Jakarta.
Menurut Tim Pusat Kajian Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tebu Ireng, fenomena yang menimpa terhadap kehidupan bangsa Indonesia, bermula dari munculnya golongan-golongan yang mempertentangkan keislaman dan kebangsaan (keindonesiaan). Ada satu pihak mengarah dengan gerakan radikal berusaha membawa bangsa ini kepada negara agama secara skriptualis dengan munculnya istilah NKRI bersyariah, NII (Negara Islam Indonesia) di Batusangkar, Dharmasraya dan Panji Gumilang. Sementara pihak lain dari kelompok gerakan liberal dan kiri yang berusaha menjadikan bangsa ini menjadi bangsa sekuler dan komunisme.
Padahal semenjak zaman Nabi Muhammad SAW, masalah keagamaan dan kebangsaan bukan untuk dipertentangkan, keduanya saling melengkapi demi kesejahteraan bangsa dan kenyaman dalam menjalankan perintah agama, termuat dalam Piagam Madinah.
H. Hasyim Asy’ari berhasil membuktikan bahwa antara keislaman dengan keindonesiaan adalah satu kesatuan, sebab keduanya berada dalam satu konsep wadah perjuangan untuk mencapai ridho Alloh SWT.
Islam adalah nilai-nilai luhur yang bersifat universal, sedangkan keindonesiaan adalah realitas sosial yang harus diisi dengan nilai-nilai itu tanpa harus saling merendahkan.
II. Wujud Karakter Aswaja
Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) sebagai sebuah akidah yang muncul dari pemikiran Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al’Maturidi tidak membatasi diri dari kehidupan bernegara. Bahkan fiqih siyasah menjadi dasar bagi para ulama untuk mengonsep korelasi hukum Islam dengan prinsip kebangsaan dan kenegaraan.
Salah satu penyusun Naskah Khittah NU, KH Achmad Siddiq dalam bukunya Khittah Nahdliyyah menjelaskan perwujudan atau manisfestasi Ahlussunnah wal Jamaah dalam konteks kehidupan bernegara. Manifestasi tersebut sangat terkait dengan kedudukan negara yang didirikan atas dasar tanggung bersama sebagai sebuah bangsa (nation), sikap terhadap kedudukan pemimpin, dan etika ketika pemimpin perlu diingatkan atas kesalahannya.
Manifestasi Aswaja terhadap kehidupan bernegara terdiri dari tiga hal. Pertama, Negara nasional (yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat) wajib dipelihara dan dipertahankan eksistensinya. Kedua, penguasa negara (pemerintah) yang sah harus ditempatkan pada kedudukan yang terhormat dan ditaati, selam tidak menyelewengkan, memerintah ke arah yang bertentangan dengan hukum dan ketentuan Allah SWT. Ketiga, kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui tata cara yang sebaik-baiknya.
Ketiga menifestasi Aswaja dalam konteks kehidupan berbangsa bernegara yang juga menjadi prinsip akidah Nahdlatul Ulama memainkan peran penting untuk memperkuat suatu bangsa. NU sebagai civil society telah mempraktikkan bagaimana agama dan nasionalisme tidak bertentangan, bahkan saling memperkuat sehingga nasionalisme tidak kering dan mempunyai pijakan moral, sedangkan agama tidak kehilangan pijakan dakwahnya.
Konsep negara nasional atau negara bangsa (nation state) dalam catatan Abdul Muni’im DZ (Piagam Perjuangan Kebangsaan, 2011) pernah dipersoalkan ketika para pemuda mengikrarkan sumpah kebangsaan pada 28 Oktober 1928. Hal itu dianggap menjadi persoalan yang masih krusial bagi sebagian umat Islam yang kala itu masih mempunyai semangat mendirikan negara Islam. Karena persoalan ini menjadi pembahasan di kalangan umat Islam, sebagai tanggung jawab sosial sebagai organisasi sosial keagamaan.
Setelah diadakan penyelidikan, baik secara historis dan kawasan, NU lewat Muktamar tersebut menyepakati bahwa Indonesia adalah darul Islam. Darul Islam di sini bukan berarti negara Islam, tetapi wilayah di mana penduduknya memeluk agama Islam yang masih bertahan dengan keyakinannya sejak kerajaan-kerajaan Islam berdiri dan berkuasa di Nusantara.
Artinya, Islam telah lama menjadi pijakan pemerintahan, bahkan telah membudaya dan mengakar pada diri orang-orang Nusantara dengan teguh menjalankan prinsip-prinsip ajaran Islam tanpa memformalisasikan Islam ke dalam sistem bernegara. Sehingga mengenai cita-cita Indonesia sebagai negara bangsa sebagaimana yang dirumuskan oleh para aktivis pergerakan pemuda itu dianggap sudah memenuhi aspirasi umat Islam.
Sebab di dalam prinsip negara bangsa ada jaminan bagi umat Islam untuk mengajarkan dan menjalankan agamanya secara bebas sesuai aturan syariat. Dengan demikian umat Islam tidak perlu membuat negara lain yang berdasarkan syariat Islam, karena negara bangsa yang dirumuskan telah memenuhi aspirasi Islam.
III. Pengertian dan Makna Wawasan Kebangsaan bagi Bangsa Indonesia
Wawasan kebangsaan merupakan pandangan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia mengenai identitas dan tanah airnya, dengan prinsip utama persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Konsep wawasan kebangsaan merupakan elemen yang paling fundamental bagi bangsa Indonesia, membedakannya dari bangsa-bangsa lain di dunia. Tujuan dari wawasan kebangsaan adalah membangun dan mengembangkan persatuan dan kesatuan wilayah Indonesia.
Wawasan kebangsaan juga berkaitan dengan bagaimana sebuah bangsa mengelola kondisi geografis negara, sejarah, ekonomi, politik, dan pertahanan untuk mencapai tujuan yang menjamin kepentingan nasional. Selain itu, wawasan kebangsaan juga menentukan bagaimana suatu bangsa memposisikan dirinya dalam hubungan dengan bangsa lain di dunia internasional. Salah satu manfaat dari wawasan kebangsaan adalah munculnya rasa nasionalisme di kalangan masyarakat Indonesia. Hal ini menjadikan wawasan kebangsaan sebagai salah satu tes fundamental dalam perekrutan pegawai di sektor pemerintahan.
Wawasan kebangsaan muncul saat bangsa Indonesia berjuang untuk membebaskan diri dari penjajahan, seperti yang dilakukan oleh Portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang. Namun, upaya ini belum membuahkan hasil karena belum terdapat persatuan dan kesatuan, sedangkan penjajah terus menggunakan taktik pemecah belah.
Namun, sejarah perlawanan para pahlawan membuktikan bahwa semangat perjuangan bangsa Indonesia tidak pernah padam dalam upaya mengusir penjajah dari Nusantara. Selanjutnya, muncul kesadaran bahwa perjuangan yang bersifat nasional, berdasarkan persatuan dan kesatuan seluruh bangsa Indonesia, akan memiliki kekuatan yang nyata.
Kesadaran ini kemudian menjadi nyata dengan munculnya gerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908, yang merupakan titik awal perjuangan nasional bangsa Indonesia, diikuti dengan munculnya gerakan nasional dalam bidang politik, ekonomi/perdagangan, pendidikan, seni, pers, dan perempuan. Tekad perjuangan ini semakin jelas dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”, dan mencapai puncaknya dengan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Selama perjalanan sejarah ini, muncul gagasan, sikap, dan tekad yang berakar pada nilai-nilai budaya bangsa dan didorong oleh cita-cita moral yang luhur dari rakyat. Sikap dan tekad ini merupakan pengembangan dari wawasan kebangsaan.
Makna Wawasan Kebangsaan
- Menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kelompok;
- Menempatkan persatuan Indonesia dengan cara yang mempertahankan asas Bhinneka Tunggal Ika;
- Tidak mengizinkan patriotisme yang tidak jujur;
- Berdasarkan pada pandangan hidup Pancasila, bangsa Indonesia berhasil memulai jalan untuk menjalankan misinya di dunia;
- Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan sejahtera bertekad untuk mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin, sejajar dengan bangsa lain yang sudah maju.
Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan
Nilai wawasan kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki enam dimensi yang sangat penting.
- Penghormatan terhadap martabat dan hak-hak dasar manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.
- Kesepakatan bersama untuk hidup dalam negara yang merdeka, bersatu, dan bebas.
- Cinta akan tanah air dan bangsa.
- Demokrasi atau pemerintahan oleh rakyat.
- Kerja sama sosial.
- Masyarakat yang adil dan sejahtera.
Asas Wawasan Kebangsaan Wawasan kebangsaan merupakan dasar-dasar yang harus diikuti, dijaga, dihormati dan diciptakan agar tercapai sesuai dengan komitmen bersama dari seluruh elemen bangsa Indonesia (golongan/suku) terhadap kesepakatan yang terdiri dari:
- Kepentingan/Tujuan yang sama
- Solidaritas
- Keadilan
- Kerjasama
- Kejujuran
- Kesetiaan terhadap kesepakatan
Hakekat Wawasan Kebangsaan
Hakekat Wawasan Kebangsaan adalah kesatuan nasional/nusantara, yang berarti pandangan yang menyeluruh dalam lingkup nusantara dan untuk kepentingan nasional. Ini berarti setiap warga negara dan pihak pemerintahan harus memiliki pemikiran, sikap, dan tindakan yang holistik dalam lingkup tersebut, termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga negara.
Hubungan antara Wawasan Kebangsaan dan Ketahanan Nasional Dalam mengelola kehidupan nasional, diperlukan dasar dan pedoman yang kuat, yaitu konsepsi Wawasan Kebangsaan, untuk mewujudkan harapan dan kepentingan nasional. Wawasan Nasional Indonesia adalah wawasan Nusantara yang menjadi panduan dalam proses pembangunan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Sementara itu, ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dicapai agar proses pencapaian tujuan nasional berjalan dengan sukses. Dapat dikatakan bahwa keduanya adalah dua konsep dasar yang saling mendukung sebagai panduan dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara agar tetap kuat dan berkembang.
IV. Kesimpulan
Pentingnya paham Aswaja untuk mewujudkan wawasan kebangsaan dan Indonesia.
Penulis adalah Guru Besar Fakultas Syari’ah UIN IB Padang, Ketua Wantim MUI Sumbar, Anggota Wantim MUI Pusat, A’wan PB NU