Jakarta, Demokratis
Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, memicu gelombang pro dan kontra yang semakin memanas di tengah masyarakat sipil dan kalangan akademisi.
Menanggapi polemik tersebut, tokoh senior Partai Golkar sekaligus Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, menyuarakan sikap santai dan diplomatis, menyebut kontroversi tersebut sebagai hal yang “biasa saja” dalam konteks negara yang menghargai jasa para pemimpinnya.
Bahlil menegaskan bahwa penting bagi bangsa Indonesia untuk menghargai semua tokoh bangsa, sambil mengingatkan bahwa kesempurnaan mutlak hanya milik Tuhan.
Menyikapi penolakan terhadap usulan tersebut, Bahlil menyatakan bahwa kontroversi semacam ini adalah dinamika wajar dalam sebuah negara demokrasi.
“Ya, itu biasa saja. Persoalan… negara ini kan kita harus menghargai jasa para tokoh-tokoh bangsa. Jadi, kita biasa saja,” ujar Bahlil, Jakarta, Kamis (6/11/2025).
Sebagai salah satu kader dan tokoh kunci di Partai Golkar, Bahlil menegaskan bahwa dukungan partainya untuk pengusulan gelar Pahlawan Soeharto didasarkan pada jasa-jasa yang dinilai luar biasa selama 32 tahun masa kepemimpinannya.
Bahlil secara spesifik menyoroti peran Soeharto sebagai salah satu pendiri Golkar yang berperan vital dalam melawan paham Komunis yang dinilai berniat mengganti ideologi Pancasila.
Lebih lanjut, Bahlil menguraikan bahwa sebagai pemimpin bangsa, Soeharto mampu membawa Indonesia keluar dari situasi inflasi yang sangat tinggi (mencapai 100%) dan berhasil menjaga stabilitas ekonomi. Ia juga dinilai sukses menciptakan lapangan pekerjaan secara masif pada masanya.
Puncak dari keberhasilan ini, menurut Bahlil, adalah kontribusi terbaik Soeharto dalam mewujudkan swasembada pangan dan swasembada energi. Capaian ini yang menjadikan Indonesia dikenal sebagai ”Macan Asia” pada periode tersebut.
Argumentasi ini menjadi dasar kuat bagi Partai Golkar untuk terus memperjuangkan penghargaan tertinggi bagi Presiden yang memimpin era Orde Baru ini.
Bahlil menyatakan bahwa rekam jejak Soeharto layaknya setiap pemimpin lain, memiliki sisi positif dan sisi negatif. Namun, ia menekankan agar bangsa ini fokus pada jasa dan kontribusi terbaik yang telah diberikan.
“Kalau kita mau bicara tentang manusia yang sempurna, kesempurnaan itu hanya Allah Swt. Semua masih ada plus minus, sudahlah yang baik, ya kita harus hargai semua para pendiri dan para tokoh bangsa,” tegasnya, menyerukan pendekatan yang lebih manusiawi dalam menilai sejarah kepemimpinan.
Sebagai bentuk penghormatan tertinggi kepada seluruh tokoh yang berjasa, Bahlil bahkan memperluas usulannya. “Bila perlu kami menyarankan semua para mantan presiden ini kalau bisa dapat dipertimbangkan untuk diberikan gelar Pahlawan Nasional,” pungkas Bahlil, menyerukan agar penghargaan diberikan secara menyeluruh kepada seluruh mantan pemimpin bangsa sebagai bentuk pengakuan atas jasa-jasa mereka. (EKB)
