Jakarta, Demokratis
Cepatnya waktu pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-Undang IKN dalam waktu 43 hari dikritik. Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menilai kini pemerintah dan DPR RI semakin menganggap remeh proses penyusunan regulasi.
Terburu-burunya pembahasan undang-undang, kata Bivitri, telah terpantau sejak dua tahun lalu, mulai dari revisi UU KPK, UU Cipta Kerja, UU Mahkamah Konstitusi, hingga UU Minerba.
“Sejak dua tahun lalu, sejak kita bergerak bersama untuk Reformasi Dikoruspi, kita makin lama makin merasa jadi normal saja untuk punya sebuah proses legislasi yang terburu-buru. Saya khawatir ini jadi makin dianggap biasa,” kata Bivitri dalam diskusi virtual pada Youtube Sahabat ICW, Jumat (21/1/2022).
Memang benar jika gagasan untuk memindahkan ibu kota negara telah ada sejak zaman Presiden Soekarno. Namun, menurut Bivitri, proses pembahasannya itu sendiri tidak lantas bisa dikecilkan dengan waktu yang terburu-buru.
Kata dia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengamanatkan bahwa proses penyusunan regulasi ini harus menyertakan kejelasan rumusan hingga partisipasi publik.
“Dalam putusannya, MK menerjemahkan bahwa partisipasi ini bukan sembarang partisipasi, tapi harus yang bermakna. Jangan sampai kedatangan dan persetujuan ahli-ahli itu sudah dianggap sebagai partisipasi dan jangan sampai kuantitas diskusi di kampus itu juga dinamakan partisipasi. Bukan itu yang diinginkan oleh konstitusi kita,” ungkap Bivitri.
Sebagaimana diketahui, proyek pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, memasuki babak baru setelah ditetapkannya Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) menjadi Undang-undang IKN dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (18/1/2022).
Pembahasan UU ini terbilang cepat karena hanya menghabiskan waktu 43 hari, terhitung sejak 7 Desember 2021 hingga disahkan 18 Januari 2022.
UU IKN terdiri dari 11 bab dan 44 pasal yang memuat segala urusan terkait pemindahan ibu kota. Sejumlah poin penting dalam UU IKN di antaranya penamaan ibu kota menjadi Nusantara yang dimuat dalam Pasal 1 angka 2 UU IKN.
Kemudian, IKN Nusantara akan dibangun di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, atau PPU Kaltim. Pasal 6 UU IKN mengatur lebih lanjut cakupan wilayah IKN meliputi wilayah daratan seluas 256.142 hektare dan wilayah perairan laut dengan luas 68.189 hektare.
Ibu kota negara baru nantinya akan dibentuk pemerintahan daerah khusus (Pemdasus) yang disebut sebagai Otorita IKN. Pemerintahan itu setingkat dengan provinsi.
Dengan disahkannya UU IKN, nantinya akan dibentuk lembaga bernama Otorita IKN. Ini merupakan lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan pemerintahan daerah khusus IKN Nusantara.
Otorita IKN Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita IKN Nusantara dibantu seorang Wakil Kepala Otorita. Jabatan itu setingkat menteri yang ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan langsung oleh presiden setelah berkonsultasi dengan DPR. (Kurai)