Jakarta, Demokratis
Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi merespons langkah sejumlah orang tua yang melaporkan dirinya ke Bareskrim Polri, terkait kebijakan mengirim anak-anak nakal ke barak militer untuk dibina. Dia menyebut pelaporan itu sebagai bentuk cari perhatian alias caper.
“Berbagai upaya yang diarahkan pada diri saya, baik kritik, saran, bully, nyinyir atau upaya untuk mempidanakan diri saya, tidak usah ditanggapi dengan emosi. Kita hadapi dengan relax saja. Mungkin mereka lagi mencari perhatian,” kata Dedi lewat media sosial Instagramnya, dilihat Sabtu (7/6/2025).
Dedi bergeming dengan pelaporan ini, seraya menegaskan akan terus melanjutkan program pembinaan anak di barak militer. Begitu juga dengan program kontroversial lainnya seperti penerapan jam malam, masuk sekolah yang lebih pagi, dan terakhir penghapusan PR sekolah.
“Dan bagi saya, meyakini apa yang dilakukan adalah upaya-upaya mencintai seluruh rakyat Jawa Barat dan mencintai generasi mudanya. Karena saya ingin warga Jabar ke depan anak-anak mudanya menjadi anak-anak hebat. Menguasai teknologi, menguasai industri, menguasai pertanian, menguasai peternakan, perikanan, kelautan, kewirausahaan dan seluruh berbagai profesi lainnya,” katanya.
Diketahui, seorang wali murid asal Bekasi bernama Adhel Setiawan melayangkan laporan Dedi ke Bareskrim. Didampingi Lembaga Bantuan Hukum Pendidikan Indonesia (LBH PI), dia melaporkan Dedi atas dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang dalam kebijakan mengirimkan anak yang dianggap nakal ke barak militer.
“Hari ini kami melaporkan Gubernur Jawa Barat Dedy Mulyadi ke Bareskrim, Polri terkait dengan kebijakannya yang menempatkan anak-anak bermasalah dalam perilaku ke dalam barak militer,” kata Adhel di Bareskrim Polri, Kamis (5/6/2025).
Menariknya, anak dari Adhel bukan termasuk murid yang kena pembinaan di barak militer. Meski begitu, ia tetap mengadu, untuk berjaga-jaga jika nanti anaknya terkena kebijakan ini. Ia mengatakan kebijakan barak militer Dedi itu sebelumnya juga telah dilaporkan ke Komnas HAM.
“Jangan sampai nanti anak saya juga dibawa. Jadi enggak harus anak jadi korban dulu, baru melapor, tidak. Ini saya dalam rangka melindungi hak-hak anak. Jangan sampai kebijakan ini meluas, kebijakan tanpa dasar hukum, tanpa prosedur yang jelas dan ada dugaan unsur pidananya. Itulah kira-kira,” kata Adhel.
Dalam pelaporan ke Bareskrim ini, ia membawa dokumen-dokumen kronologi, bukti pemberitaan media dan video selama proses anak-anak di barak militer. Adhel menyebut kebijakan barak militer Dedi itu melanggar Pasal 76H Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Kan jelas-jelas melarang pelibatan anak-anak untuk kegiatan militer, itu pidana, ancaman hukumannya 5 tahun. Nah itulah salah satu pasal yang kami masukkan. Ini kan sudah berbau militer melibatkan anak-anak,” katanya. (Dasuki)