Subang, Demokratis
Buntut gelaran Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Serentak di Kabupaten Subang pada 19 Desember 2021 lalu, yang berlangsung di Desa Sumbersari, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat ternyata menyisakan persoalan hukum, sehingga berpotensi dapat membatalkan calon kepala desa (cakades) terpilih. Pasalnya cakades terpilih diduga tidak memenuhi persyaratan secara yuridis formal sebagaimana diamanatkan dalam regulasi Pilkades tersebut.
Sebut saja cakades terpilih Desa Sumbersari bernama Muadin (nomor urut 01) itu diduga menggunakan ijazah dan KTP asli tapi palsu (aspal), sehingga dinilai melanggar dan mengangkangi Perbup Subang No. 75 Tahun 2018 serta perubahan Perbup Subang lainnya, tentang Tata Cara Pilkades Serentak dan dipandang persyaratan cakadesnya cacat hukum.
Atas dasar itu sejumlah warga yang mengatas namakan masyarakat Desa Sumbersari meminta agar Bupati Subang untuk menunda pelantikan yang bersangkutan (cakades terpilih) sebelum persoalan hukumnya ditangani hingga ada keputusan inkrah.
Aspirasi itu disampaikan dalam surat permohonan warga yang ditujukan kepada Bupati Subang tertanggal 3 Januari 2022 dan ditembuskan di antaranya ke Ketua DPRD Subang, Kapolres Subang, Kajari Subang, Ketua Pengadilan Negeri Subang, jajaran Kepanitiaan Pilkades Kabupaten Subang, Camat Pagaden, Kepala Desa Sumbersari, Ketua BPD Sumbersari, dan Panitia Pilkades Sumbersari.
Menurut mereka, diketahui ijazah kelompok belajar (kejar) Paket B Muadin No. Seri DN/PB/0051535, diterbitkan tanggal 23 Juni 2021 dinilai aspal alias cacat hukum, pasalnya diduga proses pembelajarannya tidak memenuhi aspek beban belajar dan kegiatan pembelajaran di mana waktunya kurang dari dua tahun.
Indikasi itu bisa ditelaah dari data perubahan nama semula Bambang Panuroto menjadi Muadin yang ditetapkan Pengadilan Negeri Subang No. 166/Pdt.P/2020/PN.Sbg, tertanggal 21 April 2020.
Sementara bila merujuk kemilikan Ijazah Paket B an. Muadin terbit 23 Juni 2021, artinya dapat disimpulkan Muadin ketika menempuh proses pembelajaran Paket B hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1,4 tahun, sedangkan diketahui Muadin setelah tamat SD tidak pernah melanjutkan ke jenjang SLTP.
“Dengan begitu diduga kepemilikan ijazah paket B Muadin cacat hukum alias aspal, karena proses pembelajarannya tidak memenuhi apa yang dipersyaratkan dalam Permendiknas No. 3 Tahun 2008,” ujarnya.
Tak hanya itu, kata mereka, kepemilikan KTP Muadin, NIK 3213071511770001, diterbitkan 28 Juni 2020 diduga aspal, karena proses pembuatannya tidak menempuh syarat yang ditentukan, seperti tidak melampirkan KK.
“Hal itu diketahui dari terbitan pembuatan KTP lebih dulu, dibandingkan dengan tanggal pembuatan KK yang dibuat belakangan yakni tanggal 16 Juli 2021,” pungkasnya.
Di kesempatan terpisah, PLS Korwil Disdik salah satu Kecamatan di Subang Ade. A saat dihubungi (3/1/2022) melalui aplikasi WhatsApp memaparkan, peserta program paket B bila mereka yang masih di usia belajar akan menempuhnya selama enam semester atau tiga tahun, sedangkan mereka yang sudah dewasa bisa menempuh dalam kurun waktu selama empat semester alias dua tahun saja.
Ade menjelaskan, bila merujuk Permendiknas No. 3 Tahun 2008, Bagian-II. PERENCANAAN PROSES PEMBELAJARAN bahwa Program Kelompok Belajar (Kejar) Paket B Tingkatan 3/Terampil 1 (Setara Kelas VII-VIII) mempunyai beban 68 Satuan Kredit Kompetensi (SKK) setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK per semester (Point D.2.e).
“Sementara program Kejar Paket B Tingkatan 4/Terampil 2 (Setara Kelas IX) mempunyai beban 34 SKK setara dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan minimal 17 SKK Per semester (Point D.2.f),” pungkasnya. (Abh)