Subang, Demokratis
Warga masyarakat dihebohkan peristiwa penangkapan dan penahanan Sekda Kabupaten Subang, Provinsi Jabar, H Aminudin oleh Kejari Subang terkait kasus SPPD fiktif tahun 2017 semasa menjabat sebagai Sekretaris DPRD Subang.
Sekda H Aminudin digiring menjelang magrib dan dititipkan ke Lapas Kelas-IIA di Subang dengan diantar petugas Kejari Subang dan keluarganya.
Kepala Kejaksaan Negeri Subang Taliwondo menyebutkan, penyidikan terkait kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif yang dilakukan mantan Sekretrais DPRD Subang atas nama AM (H Aminudin) telah dimulai sejak Maret 2020 dan berpotensi merugikan keuangan negara ratusan juta rupiah.
“Surat Perintah Tugas (Sprint) penyidikan sudah dimulai sejak Maret 2020,” ujar Kejari Subang Taliwondo saat konferensi pers di aula Kejari Subang, Sabtu (16/1/2021).
Menurut Taliwondo, peristiwa penahanan tersangka H AM didasarkan adanya temuan kerugian negara berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Negara BPKP Perwakilan Provinsi Jawa Barat Nomor : SR-950/PW10/5/2020, tanggal 30 Desember 2020 didapat perhitungan kerugian negara sebesar Rp 835.400.000 sehingga langsung dilakukan penetapan tersangka. “Barang buktinya ada dokumen dan surat-surat pada tahun 2017,” ujarnya.
Diungkapkan Taliwondo, untuk penetapan tersangka tidak hanya Sekda Subang, jika akan ada tersangka lain, kerena perkara ini beraroma korupsi berjamaah.
Taliwondo mengatakan, Sekretariat DPRD Subang pada TA 2017 menganggarkan belanja perjalanan dinas luar daerah sebesar Rp 8.640.905.000, namun dalam pelaksanaannya ada penyimpangan baik realisasi kegiatan dan laporan pertanggungjawaban, khususnya pada program peningkatan kapasitas lembaga perwakilan rakyat daerah.
Untuk mengakali uang kenduri rakyat itu, tersangka AM menerapkan jurus dewa mabuk ala Saolin, dengan memperalat stafnya dan disuruh membuat kegiatan perjalanan dinas luar daerah yang tidak tertuang dalam hasil rapat Bamus DPRD Subang dengan cara membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ) fiktif, seolah-olah kegiatan tersebut dilaksanakan padahal tidak dilaksanakan sama sekali.
Atas perbuatan itu, tersangka AM dikenai pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 jo pasal 18 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 Jo UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman minimal empat tahun penjara dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000. (Abh/Esuh)