Mandailing Natal, Demokratis
“Keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA) di PT. Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) ini telah lama disorot masyarakat karena dinilai cukup meresahkan. Tim gabungan dimaksud terdiri dari Pemkab, Kejaksaan, Kepolisian dan Imigrasi harus bergerak cepat untuk melakukan sidak (inspeksi mendadak) keberadaan pekerja asing serta mengecek secara ketat keabsahan dokumen keimigrasian para pekerja asing tsb serta melakukan pengawasan terkait standar kualifikasi kompetensi mereka sesuai regulasi,” tegas Hapsin Nasution, SE selaku Ketua Bidang Pertambangan, Konversi Energi dan Sumber Daya Mineral PD GPI (Gerakan Pemuda Islam) Kabupaten Madina kepada pers, Sabtu (24/9/2022).
Selanjutnya dijelaskan, GPI Madina mendapatkan data terbaru sesuai konfirmasi mereka ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Madina bahwa pekerja TKA sesuai laporan PT SMGP per 23 Agustus berjumlah 56 orang, TKI 101 orang, pekerja lokal 51 orang.
“Tentu data ini sangat menyakitkan dan menciderai keadilan publik, bahwa jumlah TKA dan TKI luar daerah lebih banyak dari pekerja lokal. Ternyata masyarakat Madina dianggap hanya ‘pelengkap penderita’ dan tidak mendapatkan porsi yang layak untuk bekerja di perusahaan asing tsb,” tegas Hapsin Nst.
Hapsin juga mengungkap fakta bahwa mayoritas TKA di PT SMGP tidak bisa berbahasa Indonesia dan berbahasa Inggris sehingga sulit berkomunikasi dengan orang lain, dan mayoritas TKA adalah para pekerja kasar seperti tukang kayu, tukang batu, tukang cat dan pekerjaan berat lainnya yang bisa dikerjakan oleh masyarakat lokal. Mayoritas TKA ini juga berasal dari China yang didatangkan secara bertahap dan upah/gaji TKA ini juga jauh lebih tinggi dari pekerja lokal.
“Kita juga heran kenapa PT. SMGP tidak memberdayakan masyarakat lokal dalam pekerjaan. Padahal mayoritas TKA ini bukanlah tenaga ahli dan memiliki kompetensi tertentu,” ujarnya.
Sejumlah elemen masyarakat Kabupaten Mandailing Natal (Madina) angkat suara terkait kontroversi keberadaan PT. SMGP yang dinilai sarat masalah. Untuk kesekian kalinya mereka mendesak Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) segera turun melakukan razia keberadaan TKA yang diduga ilegal dipekerjakan di PT SMGP (Sorik Marapi Geothermal) dan perusahaan lainnya.
Lain halnya dengan Mantan Ketua Umum DPP IMMAN (Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal) ini menyatakan, bahwa data yang disampaikan PT. SMGP harus di-cross check kebenarannya ke lapangan oleh pihak berkompeten. Pasalnya, hasil tim inteligen dan investigasi mereka, disebutkan jumlah TKA di PT SMGP lebih dari angka 56 orang, bahkan angkanya bisa menembus 100-an orang.
“Pihak berwenang diminta segera kumpulkan TKA yang 56 orang tsb, kemudian periksa keabsahan dokumen keimigrasian (data TKA, visa, izin, standard kompetensi pekerjaan dll). Kita juga minta lakukan sweeping di area perusahan untuk mencari dan menemukan TKA lainnya yang kita duga banyak yang sembunyi untuk mendapatkan keakuratan data,” tegasnya.
Pihaknya meyakini, bila razia TKA digelar akan banyak temuan kekeliruan data TKA berdasarkan laporan perusahaan, bila dicocokkan dengan data keimigrasian. Apalagi kebanyakan TKA ini bukanlah tenaga ahli.
Terpisah, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Media Majelis Pimpinan Daerah Ikatan Cendikiawan Muslim se Indonesia (ICMI Muda) Kabupaten Madina Aswardi Nasution, S.Pd menyatakan pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) sangat ketat, setidaknya dalam tiga regulasi yakni Undang-Undang Nomor 3/2020 tentang Pertambangan Minerba, Peraturan Pemerintah Nomor 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 25/2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Regulasi tersebut, jelas mantan Ketua Sapma Pemuda Pancasila Kabupaten Madina menyebutkan bahwa penyerapan tenaga kerja asing hanya dapat dilakukan apabila tidak terdapat tenaga kerja lokal atau nasional yang memiliki kualifikasi yang dibutuhkan. “Badan usaha dapat menggunakan tenaga kerja asing dalam rangka alih teknologi dan/atau alih keahlian. Kemudian penggunaan tenaga kerja asing perlu mendapatkan persetujuan dari instansi terkait,” tegasnya.
Seharusnya PT. SMGP, kata Aswardi, berusaha untuk mengurangi jumlah tenaga kerja asing sehingga dapat meningkatkan tenaga kerja lokal dan Indonesia yang berkompeten di berbagai bidang, bukan malah seenaknya mendatangkan TKA tanpa kompetensi. Tenaga kerja asing secara ketat juga harus memenuhi berbagai persyaratan, seperti pendidikan, sertifikat keahlian, pengalaman kerja, masa kerja.
“Serapan tenaga kerja lokal belum signifikan, dan terendah. Tapi miris, PT. SMGP malah memberikan keistimewaan terhadap TKA yang tak kompeten. Kita mengecam keras kebijakan PT SMGP itu,” ulasnya.
Selanjutnya, kecaman juga datang dari Direktur Informasi dan Komunikasi PB Madina Institute Samsul Hidayat Borotan, S.Pd, dinyatakan bahwa Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing disebutkan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dilakukan oleh Pemberi Kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri. Serta TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu.
“Kita meminta agar TKA diduga ilegal PT SMGP ini harus diawasi secara ketat. Bahkan banyak pekerjaan yang seharusnya masih layak dikerjakan putra daerah yang bersifat non keahlian, tapi dikerjakan oleh TKA,” ujarnya.
Pihaknya meminta agar pemerintah daerah bekerja sama dengan kantor Imigrasi dan kepolisan memeriksa seluruh dokumen pekerja di PT. SMGP sehingga keberadaan TKA justru tidak menimbulkan polemik di masyakat. “Forkopimda dan pihak Imigrasi harus bersikap tegas, karena ini menyangkut aturan ketat dan kedaulatan negara oleh serbuan tenaga kerja asing. Segera lakukan sidak dan razia besar-besaran di PT SMGP. Siapapun TKA ilegal harus dideportasi dan diusir dari negara ini, khususnya dari Kabupaten Madina,” tutup Samsul yang mantan aktivis PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) ini. (U Nauli R Hsb)