Subang, Demokratis
Sepertinya Kepala Desa Sidajaya, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, sudah lupa bila tupoksi dirinya bagian dari penyelenggara pelayanan publik.
Selain itu, sebagaimana diamanatkan Undang-Udang Desa tupoksi Kades berkewajiban di antaranya melindungi dan mengayomi seluruh warga masyarakat yang berada di wilayah kerjanya.
Namun prinsip-prinsip atau azas-azas umum pemerintahan yang baik (AUB) dalam melayani masyarakat, oleh Kades Sidajaya Car terkesan diabaikan, sehingga masyarakat dirugikan.
Hal itu seperti yang menimpa Ema Tarisem (65 th) dan anaknya Daswinah (40 th) penduduk Kampung/Desa Sidajaya RT 002/001, Kecamatan Cipunagara, Kabupaten Subang, pemilik rumah hunian terletak di Kampung/Desa Sidajaya RT 002/001 persisnya di depan (sebelah barat) Masjid Agung Desa diduga dibongkar paksa (digusur-Red) oleh Pemdes Sidajaya dengan alasan di lokasi itu akan dibangun taman desa dan fasilitas umum lainnya (rumah wifi, pusat jajanan dsb).
Padahal rumah hunian itu sebelumnya, selain dipakai tempat tinggal juga digunakan untuk berdagang atau tempat mencari nafkah.
Disebut-sebut pembongkaran rumah hunian Ema Tarisem juga turut menginisiasi rencana pembangunan taman desa adalah tokoh masyarakat setempat yang juga pengusaha sukses di Jakarta Bos Urip biasa dia disapa. Dia juga orang yang turut bertanggungjawab dan menjanjikan akan mengganti seluruh biaya bangunan rumha milik Ema Tarisem yang dirobohkan.
Tapi faktanya, sejak bangunan rumah itu dibongkar pada bulan Februari 2021 hingga kini penggantiannya belum kunjung dipenuhi.
Saat awak media menemui Ema Tarisem dan Daswinah di kediamannya (12/9), mereka mengeluh lantaran sudah sering menanyakan baik ke Pemdes dan Bos Urip tapi tidak ada kepastian, kapan akan mendapat penggantian. “Ketika kami menanyakan baik ke Pak Kades dan Bos Urip, selalu mendapat jawaban sabar saja dulu. Padahal Bos Urip belakangan sudah membangun sejumlah Rutilahu di Kampung Sumurjaya. Kami yang jelas-jelas rumahnya dibongkar belum kunjung diganti. Kemana lagi kami harus mengadu,” keluhnya.
Kades Sidajaya Carta dan Bos Urip belum berhasil dimintai keterangannya. Sementara Kades Sidajaya ketika dikonfirmasi via WhatsApp (15/9) tidak berkenan menanggapi dan dihubungi via telepon selulernya tidak diangkat.
Camat Cipunagara Drs Ubay Subarkah ketika dikonfirmasi via WhatsApp terkesan terkejut mendengar keluhan pemilik rumah hunian ma Tarisem yang dibongkar. “Iya..mungkin Kades Sidajaya dan pak Urip lupa. Nanti.. nanti yang bersangkutan akan saya tegur dan diingatkan agar segera memenuhi janjinya,” ujar Camat yang humanis itu.
Ketika ditanya apakah rencana pembangunan taman desa itu legal artinya termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Pihaknya tidak menjawab secara konkrit. “Nanti akan dikoordinasikan dahulu dengan pak Kades, ya,” tandasnya.
Menanggapi hal itu, pentolan LSM Fesomas Kabupaten Subang Dedi Supriatna menyesalkan atas perilaku Pemdes Sidajaya dan Toma yang disebut-sebut Bos Urip jika benar melakukan tindakan “pembongkaran paksa” rumah hunian itu. Tindakan Kades Sidajaya bisa dikatagorikan perbuatan sewenang-wenang (abuse of power).
Argumennya, sambung Dedi, lahan itu milik PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), bukan tanah aset desa. Jadi Kepala Desa tidak ada kewenangan dan haknya untuk mengelola atau mempergunakan lahan itu sesukanya. Sementara pemilik rumah hunian yang berdiri di atas lahan/tanah itu telah memenuhi kewajibannya (membayar PBB) setiap tahunnya.
“Jadi di mana seorang pemimpin (Kades-Red) meletakan/memperlakukan warganya untuk memperoleh pengayoman dan keadilan,” tandasnya.
LSM Fesomas kata Dedi yang konsen menyoroti ketimpangan fenomena sosial dan ekonomi masyarakat akan terus melakukan pembelaan terhadap warga masyarakat yang terzolimi.
Pihaknya berjanji akan menghimpun fakta-fakta yuridis di lapangan, jika Pemdes masih saja tidak mengindahkan hak-hak warganya, maka akan membawa persoalan ini ke ranah hukum. (Abh)