Sabtu, November 23, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Gas Melon Hilang, Begini Tanggapan Dirut PKSPD

Indramayu, Demokratis

Menindaklanjuti pada pemberitaan yang dimuat oleh media Demokratis terkait raibnya gas melon atau elpiji berukuran 3 kilogram dari pandangan masyarakat menjadi suatu pertanyaan yang sepele namun berimplikasi besar.

Pasalnya, selain kaya akan sumber daya alam (SDA), Kabupaten Indramayu yang berlokasi di Jawa Barat memiliki PT Pertamina (Persero) Refinery Unit (RU) VI Balongan yang merupakan kilang keenam dari tujuh kilang Direktorat Pengolahan PT Pertamina (Persero) dengan kegiatan bisnis utamanya adalah mengolah minyak mentah (crude oil) menjadi produk-produk bahan bakar minyak (BBM), non BBM serta petrokimia.

Keberadaan RU VI Balongan sangat strategis bagi bisnis Pertamina maupun bagi kepentingan nasional. Sebagai kilang yang relatif baru dan telah menerapkan teknologi terkini, Pertamina RU VI mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

Dengan produk-produk unggulan seperti Premium, Pertamax, Pertamax Plus, Solar, Pertamina DEX, Kerosene — minyak tanah, LPG, propylene, Pertamina RU VI mempunyai kontribusi yang besar dalam menghasilkan pendapatan baik bagi PT Pertamina maupun bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu, RU VI Balongan mempunyai nilai strategis dalam menjaga kestabilan pasokan BBM ke DKI Jakarta, Banten, sebagian Jawa Barat dan sekitarnya yang merupakan sentra bisnis dan pemerintahan Indonesia (lihat; Pertamina Balongan-red).

Tidak hanya menimbulkan pertanyaan, kritik serta saran yang ada pada masyarakat berhamburan atas hilangnya gas melon saat ini yang sangat sulit dicari oleh sebagian masyarakat kecil di sejumlah daerah-daerah yang ada di Kabupaten Indramayu.

Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD), O’ushj Dialambaqa, menanggapi atas pertanyaan yang dilayangkan awak media (09/08/20). Menurutnya, transisi budaya buruk yang ada di tubuh PT Pertamina sudah mengendap.

“LPG 3 kg pertamina punya tradisi dan budaya buruk, yaitu kadang banjir dan kadang seret atau langka. Jadi ketika kelangkaan gas maka berlaku hukum pasar (ekonomi); supply dan demand yang terbalik. Harga menjadi tak terkendali,” katanya.

“Pertamina punya dalih, alibi dan apologi yang rasional juga karena kebutuhan kuota LPG 3 kg ditentukan oleh Pemkab (Bupati) untuk masyarakatnya,” tambahnya.

Menurutnya PKSPD sudah berkali-kali mengkritik dan bicara dengan agen, Depot Pertamina dan Pemkab untuk hal tersebut karena solusinya sederhana, tapi ketiga institusi tersebut bermental cukong dan pialang. Jadi akan terus berulang.

PKSPD juga sudah memberikan saran atas bagaimana mengatasi kelangkaan tersebut yang dimaksud. Sampai bagaimana cara melakukan analisis kalkulasi kebutuhan gas setiap bulannya dengan indikatornya.

Seperti atau semisal: 1. Pertumbuhan emonomi di sektor riil atau pedang jajanan kaki lima dan pada pasar kagetan (pasar tumpah) setiap hari di setiap desa yang setiap bulannya bertambah.

Selanjutnya, 2. RMT ekonomi lemah atau menengah ke bawah dan bahkan — kategori mampu pun memakai gas 3 kg subsidi (+/-20%), terutama para ASN (PNS).

Lanjut lagi, 3. Untuk klaster rumah makan (UMK) dengan deviasi +/- 20%. 4. Tradisi dan budaya bulan-bulan hajatan di Indramayu. 5. Dan seterusnya.

“Ternyata kebijakan yang diambil Bupati ya mengabaikan indikator tersebut, sehingga Pertamina berapologi tergantung permintaan Bupati karena yang mengetahui kebutuhan masyarakatnya adalah Bupati,” terang Oo.

Praduga kuat Oo, BPK juga mengajari semua agen untuk merekayasa laporan pemakaian elpiji 3 kg dengan sistem kontrol dan pelaporannya setiap bulan dari para agen.

BPK juga dalam temuanya, menurut pengakuan agen dikompromikan dengan uang (di-86-kan; istilah saat ini — red). Hiswana Migas dan Korda adalah organisasi pagar makan taman karena anggota Hiswana Migas dan Korda LPG 3 kg semuanya adalah para agen.

“Para agen yang bermental cukong atau bandar atau pecundang dengan filosofi yang penting menguntungkan bisnisnya. Sedangkan Dewan (legislatif) bisanya hanya — gede-gedean omong kosong, dan masyarakatnya maunya seenak udelnya sendiri, masyarakat penganut budaya sakit,” tutup Oo. (RT)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles