Jakarta, Demokratis
Bareskrim Polri menetapkan tersangka baru dalam dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah di balik penghapusan red notice terpidana korupsi Djoko Tjandra saat masih menjadi buron interpol.
Total, ada empat tersangka yang ditetapkan polisi terkait kasus tersebut.
Penetapan tersangka dilakukan setelah Bareskrim Polri bersama-sama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan gelar perkara kasus tersebut.
Hasilnya, diduga kuat ada penerimaan hadiah atau janji di dalam penghapusan red notice tersebut.
“Gelar perkara itu selesai jam 11.15 WIB dan kesimpulan bahwa gelar itu setuju menetapkan tersangka,” kata Kadiv Humas polri Irjen Pol Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/8/2020).
Argo mengatakan dua pihak yang ditetapkan tersangka adalah selaku penerima dan pemberi di dalam penghapusan red notice tersebut.
Untuk pemberi hadiah, penyidik menetapkan Djoko Tjandra dan seorang swasta bernama Tommy Sumardi.
“Pelaku pemberi ini kita menetapkan tersangka saudara JST dan yang kedua saudara TS,” jelas Argo.
Argo menambahkan tersangka dalam penerima hadiah dalam kasus tersebut adalah mantan karo korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo dan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte.
“Selaku penerima yaitu kita tetapkan tersangka saudara PU dan yang kedua adalah saudara NB,” katanya.
Dalam kasus ini, pihaknya juga menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya uang pecahan dollar, surat, ponsel, laptop hingga rekaman CCTV.
“Kemudian ada barang bukti berupa uang 20.000 USD, ada surat, ada HP, ada laptop dan ada CCTV yang kita jadikan barang bukti,” katanya.
Dalam kasus ini, tersangka yang pemberi hadiah yaitu Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi dijerat pasal 5 ayat 1, pasal 13 UU nomor 20 tahun 2002 tentang tindak pidana korupsi junto pasal 55 KUHP.
Sementara itu, tersangka penerima hadiah yaitu Brigjen Prasetijo dan Napoleon dikenakan pasal 5 ayat 2, pasal 11 dan 12 huruf a dan b UU nomor 20 tahun 2002 tentang tindak pidana korupsi junto pasal 55 KUHP.
Tamparan Keras
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan kasus buronan korupsi Djoko Tjandra menjadi tamparan keras bagi para penegak hukum.
Hal itu karena menurutnya selama ini seolah-olah loyalitas oknum pejabat hukum dapat dibeli dengan uang milik Djoko Tjandra.
Hal itu disampaikan Mahfud MD saat melantik tiga pejabat Eselon I di lingkungan Kemenko Polhukam di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (10/8/2020) lalu.
“Kasus buronan korupsi Joko Tjandra menjadi tamparan keras bagi para penegak hukum karena seolah-olah selama ini dia memiliki kekuasaan dengan memanfaatkan uangnya untuk membeli loyalitas oknum pejabat hukum” kata Mahfud MD dalam keterangan resmi yang disampaikan tim humas Kemenko Polhukam.
Mahfud MD mengatakan saat ini pemerintah telah menghadirkan dan mengeksekusi terpidana di lembaga pemasyarakatan.
Tugas pemerintah selanjutnya adalah memproses tindak pidana lain yang diduga dilakukan baik Djoko Tjandra, oknum jaksa tipikor, maupun oleh oknum kepolisian serta institusi lain.
Saat ini Kemenko Polhukam, kata dia, bertugas mengkoordinasikan, mengsinkronisasikan, dan mengendalikan jalannya proses pidana tersebut.
Kepada para pejabat baru khususnya Deputi bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenko Polhukam, Mahfud berpesan agar dapat mengambil peran dalam mensinergikan instisusi penegak hukum baik Kejaksaan, Kepolisian, maupun KPK.
“Penangkapan Djoko Tjandra merupakan momentum yang baik untuk melakukan perbaikan integritas dan meningkatkan citra positif penegakan hukum. Mari kita buktikan kepada masyarakat bahwa pemerintah menaruh perhatian serius terhadap evaluasi kinerja penegak hukum,” kata Mahfud MD. (Red/Dem)