Subang, Demokratis
Janggal rasanya bila kelangkaan pupuk bersubsidi, kejadiannya selalu berulang pada setiap musim tanam, seperti di musim rendeng (MT 2019/2020) ini yang menimpa para petani di wilayah Pantura khususnya (Kecamatan Pusakanagara, Pusakajaya, Legonkulon, Compreng, Binong, Pamanukan, Sukasari, Blanakan, Patokbeusi, Ciakum) Kabupaten Subang, Provinsi Jabar. Sehingga mereka kelimpungan, apalagi saat ini tanaman padinya sedang membutuhkan pemupukan.
Padahal sebelumnya pengalokasian pupuk bersubsidi merujuk pada Rencana Kebutuhan Kelompok Pupuk Bersubsidi (RDKKPB) yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani mengacu kepada pola tanam, jadwal tanam, dan rekomendasi pemupukan berimbang spesifik lokasi dan standar teknis dengan mempertimbangkan usulan kebutuhan.
Tapi mengapa nyaris setiap musim tanam selalu terjadi kelangkaan pupuk?
Menurut anggota DPRD Subang Komisi II yang juga kader Gerindra H Aceng Kudus saat ditemui kepada sejumlah awak media memaparkan, terjadinya kelangkaan pupuk lantaran kebutuhan petani diusulkan mengacu kepada kepemilikan kartu tani, sementara tidak semua petani memilikinya, sehingga petani yang tidak memiliki kartu tidak tercover, sebab hitungan matematis kuotanya berbanding lurus yaitu jumlah petani pemilik kartu tani dikali kepemilikan ereal sawah petani.
“Diduga buruknya tata kelola penyaluran pupuk dari distributor ke tingkat pengecer (baca: kios) lantaran lazimnya pengusaha yang dicari bagaimana mengais keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sedikit, sehingga di titik ini rawan terjadi penyimpangan,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan berbagai sumber dan hasil investigasi menyebut, penyebab terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi disinyalir adanya faktor kurang berfungsinya Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) yang dinilai mati suri.
“Sehingga tidak berdaya dalam menjalankan tugasnya mulai dari pengawasan penyaluran, pendayagunaan, dan pemanfaatan pupuk bersubsidi di lapangan khususnya oleh petani/kelompok tani/Gapoktan sesuai dengan prinsip 6 tepat (tepat jenis, jumlah, mutu, tempat, waktu dan harga sesuai harga eceran tertinggi (HET)) serta sasaran peruntukannya,” ujarnya.
Yang lebih miris, tambah sumber, diduga kuat adanya mafia perdagangan pupuk bersubsidi, ini yang membuat para petani kalang kabut. Pasalnya selain sulit memperoleh pupuk harga cukup mencekik leher, bisa tiga hingga empat kali lipat dari HET.
Terkait fenomena itu, awak media menemukan dugaan penyimpangan penggunaan pupuk bersubsidi yang diperjual belikan mafia pupuk melalui kios.
Hal itu seperti yang dilakukan pemilik Kios El Tani di Desa Cicadas, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, namun saat dikonfirmasi awak media KM membantah bila pihaknya telah membeli pupuk bersubsidi dari luar daerah. “Saya tidak membeli pupuk bersubsidi dari luar daerah, saya hanya membeli dari distributor yang ditunjuk dan sekarang saya hanya berdagang pupuk non subsidi, karena pesan pupuk bersubsidi dari distributor sudah habis,” ujarnya.
Bantahan pemilik Kios El Tani itu, sejatinya bisa dipatahkan dari temuan awak media sebuah nota pembelian pupuk bersubsidi dari Kios El Tani oleh salah seorang petani yang tidak bersedia disebut identitasnya. Dirinya menerangkan bila saat belanja pupuk bersubsidi harganya melampaui HET seperti harga Urea Rp 270.000/kwt, Phonska Rp 240.000/kwt, Pupuk Organik Rp 20.000/krg, padahal sesuai Permentan Nomor 47/Permentan/SR 310/12/2017, HET Urea Rp 180.000/kwt, Phonska Rp 230.000/kwt.
“Saya belanja saat itu kisaran minggu awal Agustus, saat ini Kios El Tani memasang tarif apabila hanya membeli urea tarifnya Rp 400.000/kwt. Tapi jika satu paket dengan jenis lainnya seperti Ponska atau ZA dengan perbandingan 1:1 (baca : Urea 1 kwt, Ponska 1 kwt atau Urea 1 kwt, Za 1 kwt) hargnya Rp 320.000/kwt,” tuturnya seraya menunjukan nota pembelian kepada awak media.
Para petani berharap pemerintah agar memperhatikan kesulitan para petani terkait kelangkaan pupuk. Begitu pula KP3 agar bekerja sesuai kapasitasnya sehingga diharapkan distribusi pupuk bersubsidi tersalurkan sesuai regulasi dan tata kelola yang ditentukan.
Sementara bila benar adanya kelompok mafia pupuk bersubsidi, agar ditindak para pelakunya yang terlibat, seret hingga ke meja hijau, beri hukuman yang setimpal agar ada efek jera. (Abh)