Jakarta, Demokratis
Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) menyarankan rencana kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2021 ditunda. Kalau tidak bakal terjadi PHK besar-besaran.
Ketua Harian Formasi, Heri Susanto mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebaiknya tidak menaikkan CHT tahun depan. Terutama di segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang menyerap banyak pekerja.
“Banyak pekerja yang menggantungkan hidup dari pertanian tembakau maupun buruh linting di sektor SKT. Untuk SKT golongan III, II, dan I, saya harap jangan dinaikkan karena di situ banyak tenaga kerja alias padat karya,” ujar Heri dalam pernyataan di Jakarta, Selasa (3/11/2020).
Heri menuturkan, saat ini, segmen SKT semakin tertekan akibat kenaikan cukai tembakau pada 2020 dan krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19. Apabila cukai SKT dinaikkan, nasib buruh SKT yang sebagian besar adalah perempuan sebagai tulang punggung keluarga menjadi terancam.
Heri berharap, kenaikan cukai segmen rokok mesin juga tidak terlalu tinggi agar tidak membebani pelaku usaha di industri hasil tembakau. Pihaknya juga berharap, apabila terpaksa ada kenaikan tarif cukai tembakau, tidak mencapai dua digit. “Sebaiknya tarif cukai tembakau di angka 7-10 persen,” kata Heri.
Dikatakan, pemerintah dapat mendengarkan suara pengusaha sebagai bagian dari suara rakyat. Dengan demikian pengusaha, karyawan, petani, masyarakat dapat terakomodasi kebutuhannya.
“Kalau pemerintah saja yang “happy” tapi pekerjanya tidak enak, kan tidak baik,” ujarnya.
Senada, Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) Agus Parmuji menyatakan pihaknya menolak kenaikan cukai tembakau yang terlalu tinggi pada 2021.
Keberatan ini didasarkan pada situasi petani yang dinilai APTI sangat sengsara akibat kenaikan cukai tahun ini, ditambah lagi diterpa pandemi COVID-19. Hal ini menyebabkan serapan dan penjualan hasil panen tembakau sangat lemah tahun ini. Agus mengatakan kenaikan cukai rokok sebaiknya berada di angka wajar. “Ya kalau misal naik maksimal 5 persen mungkin itu angka wajar. Pemerintah masih untung, petani tidak bingung,” ujar Agus. (Ic/Red)