Pangkalpinang, Demokratis
Pembebasan lahan untuk pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama di Desa Sungkap, Kecamatan Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah, yang saat ini sedang dikerjakan oleh PT Mawar Sari Mandiri akan dilaporkan kepada aparat penegak hukum karena terindikasi korupsi dan gratifikasi.
Ketua LSM Amak Babel, Hadi Susilo mengatakan, pembebasan lahan tersebut bertentangan dengan Pasal I Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
“Ayat satu menyebutkan: ‘Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak’,” tegasnya kepada Demokratis, Rabu (11/11/2020).
Menurut Hadir, Hajar (65) pemilik lahan seluas 27.400 meter persegi hanya dibayar Rp 7.000 per meter persegi oleh Camat Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah.
“Dalam pembayarannya dipotong Camat sebesar Rp 1.000 per meter persegi, berarti hanya Rp 6.000 per meter. Padahal harga nilai jual objek pajak (NJOP) di lokasi itu seharga Rp 14.500 per meter persegi,” tambahnya.
Hadi Susilo juga melanjutkan, sebelum tanah itu dibayar Camat Simpang Katis juga menjanjikan rumah pemilik lahan akan direhab melalui program rumah tidak layak huni serta akan memperkerjakan keluarganya di proyek pembangunan RS Pratama tersebut, namun janji tersebut sampai saat ini tidak pernah dipenuhi oleh Camat Simpang Katis.
“Dalam laporan LSM Amak Babel menyimpulkan bahwa pembayaran lahan tersebut, Camat Simpang Katis telah melakukan kecurangan serta janji-janji palsu yang mana perbuatan itu dapat dikatakan diduga perbuatan korupsi dan menerima uang, gratifikasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Camat Simpang Katis saat dikonfirmasi Demokratis, membenarkan ia menerima Rp 1.000 setiap meter persegi lahan milik Hajar seluas 27.400 meter persegi.
“Uang tersebut sebagai upah jerih payah saya yang telah membantu menyelesaikan pembayaran lahan yang telah diberikan oleh Sutrisno ketika menyerahkan langsung uang tersebut kepada Pak Hajar pemilik lahan pada pertengahan tahun 2019 lalu,” katanya.
Sementara saat Demokratis menyanyakan siapa Sutrisno, Camat Simpang Katis tiba-tiba lupa. “Saya lupa di mana alamatnya. Juga apakah dia seorang PNS atau swasta,” ungkapnya.
Di tempat terpisah, Plt Bupati Tengah Bangka Yulaito Satin, ketika dikonfirmasi Demokratis dengan tegas mengatakan, pemotongan uang Rp 1.000 tidak dibenarkan karena dapat diindikasikan perbuatan korupsi dan gratifikasi sehingga dapat berurusan dengan aparat penegak hukum. “Itu sangat berbahaya karena dapat dikatakan perbuatan gratifikasi,” tegasnya. (S Gimpong)