Pekanbaru, Demokratis
Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) sebagai salah satu organisasi pers di Indonesia yang telah berusia 21 tahun, semakin menguatkan peran dan fungsinya dalam dunia pers, dengan memperjuangkan kebebasan pers dan kesejahteraan perusahaan serta insan pers sebagaimana tertuang di dalam UU Pers.
Salah satu cara yang dilakukan oleh DPD Riau SPRI dalam mewujudkan fungsinya sebagai organisasi pers adalah dengan mengangkat realisasi belanja iklan nasional sebesar ratusan triliun rupiah per tahun, sebagai tema dan bahan seminar dengan pola diskusi panel, dengan mengundang narasumber dari Pemerintah Daerah, Kepolisian, Kejaksaan, DPRD, Kanwil I KPPU Medan, pakar hukum pidana, dan tokoh pers Riau, Jumat (15/1/2021).
Diskusi yang digelar selama kurang lebih empat jam itu pun berlangsung menarik dan mampu memukau para peserta yang terdiri dari perusahaan media lokal, organisasi pers, insan pers Riau, dan sejumlah akademisi.
Dalam mengawali materinya, Ketua DPD Riau SPRI, Feri Sibarani STP menguraikan kepada peserta dan narasumber bahwa segala bentuk kegiatan ekonomi, termasuk di dalam dunia pers, tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang. Hal itu dikatakannya, di mana SPRI mengetahui adannya praktek monopoli oleh sejumlah media besar di Tanah Air selama dari tahun ke tahun.
“Dari informasi yang kami temukan, ternyata ada ketidak adilan ekonomi dan kami duga sebagai praktek monopoli belanja iklan nasional oleh sejumlah media besar di Jakarta. Ini sangat tidak adil, karena media di daerah tidak mendapatkan kesempatan sama sekali, bagaimana ini bisa terjadi, pak?” tanya Feri kepada Ramli Simanjuntak, Kakanwil I KPPU Medan.
Namun diketehui, atas pertanyaan Ketua DPD SPRI Riau, Feri Sibarani, Ramli Simanjuntak dari Kanwil I KPPU Medan, dengan panjang lebar memaparkan pendapatnya, bahwa terkait jumlah belanja iklan nasional sebesar ratusan triliun rupiah, diakuinya dan disebutnya sebagai informasi yang real sesuai fakta, namun dirinya tidak sepakat bahwa kejadian tersebut sebagai praktek monopoli.
“Setelah kami evaluasi akan hal itu, maka sesungguhnya bukan praktek monopoli, melainkan monopoli yang diatur dengan regulasi. Jadi, hal itu dapat dimungkinkan terjadi, di mana perusahaan pengiklan adalah raja, dan berhak untuk memilih kepada media mana ia akan belanja iklannya. Karena semua perusahaan akan lebih memilih media besar dan punya cakupan yang lebih luas, dimana akan menjangkau lebih banyak pemirsa yang akan melihat iklannya,” terang Ramli.
Kegiatan seminar yang berlangsung dengan menarik serta mengedukasi para insan pers itu, berjalan sangat menarik, karena mengupas soal adanya belanja iklan nasional media sebesar ratusan triliun yang hanya dikuasai oleh sekelompok media besar nasional.
Ketua DPD Riau SPRI, Feri Sibarani, selaku moderator dalam seminar itu, berkali-kali meminta narasumber khususnya Kanwil I KPPU Medan, Ramli Simanjuntak, untuk menjelaskan mengapa praktek monopoli belanja iklan nasional di media tersebut dapat berjaya di negara yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 dengan paham demokrasi serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Jika begitu adanya, lantas di mana keadilan ekonomi yang seharusnya menjadi falsafah kita semua, termasuk oleh para perusahaan pengiklan, yang tidak boleh hanya memikirkan soal keuntungan semata tanpa mempertimbagkan keadilan dan kesenjangan ekonomi yang diakibatkan praktek monopoli itu,” lanjut Feri.
Selanjutnya Feri juga mengutip pada Pasal 2 ayat (1), UU Nomor 5 Tahun 1999, tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yang mengatakan perusahaan tidak boleh melakukan itu, melainkan harus memberikan kesempatan dan peluang yang sama kepada perusahaan besar, menengah, dan kecil, guna menjamin kesejahteraan semua warga negara. (Yung)