Alasan memilih kudeta atau kuasa untuk dekap esensi tujuan akhir pada judul ini, terinspirasi oleh banyak kegagalan dalam gerakan organisasi Islam yang semula baik di tengah jalan tapi gagal di penghujung garis finish. Pengrusakan atau dekap esensi tidak di awal, atau di tengah tapi di ujung jalan. Karena memang tujuan selalu di bagian akhir, puncak atau akhir. Mengutip sebuah lagu: mawar kau berikan tetap di hatiku kini telah berguguran.
Kata kudeta dengan terminologi dan defenisinya bermacam-macam belakangan popular. Termasuk isu kudeta partai politik belakangan ini. Yaitu ingin mengganti Ketua Umum Partai Demokrat, lalu menimbulkan kekisruhan politik. Tentu itu berkenaan dengan urusan partai politik. Tulisan ini ingin fokus semata kudeta dalam artian lembaga organisasi keumatan.
Seorang penulis sejarah Islam Timur Tengah, Thamry membuat analisa Destruction of Destination. The Middle East History dalam terjemahan bebas pengrusakan pada destination atau tujuan. Ia mencoba menguraikan persoalan Kekhalifahan Turki Utsmani yang menjadikan Turki modern berubah dari konsep awalnya Islamisme menjadi negara sekulerisme. Bukan saja ironis tapi membawa implikasi banyak.
Kisah serupa dialami juga sebelumnya oleh negeri di Asia Tenggara, seperi Champa, Mindanao dan Thailand dan lain sebagainya. Bukan itu sama saja. Kerajaan itu dikalahkan dengan mengkudeta tujuannya.
Mari kita panjangkan atau mendiskusikan pokok perkara tersebut. Kudeta tujuan frasa ini dapat dimaknakan dengan padanan kata pengalihan arah. Ketika jalan macet, misalnya, kendaraan kita dialihkan, dipindahkan jalannya. Ketika ada tanah longsor, kendaraan dipindahkan jalurnya. Ketika jalan itu ramai, dipindahkan ke jalan yang sepi.
Kudeta dapat juga diidentikkan perampasan, pengambil alihan. Menguasai paksa satu keadaan dari yang lama oleh yang baru.
Kata kudeta, bisa juga bermakna manipulasi. Yaitu melakukan penipuan, menciptakan kepalsuan atau imitasi. Misalnya emas diganti dengan perak. Membuat kepalsuan.
Kudeta bisa diidentikkan merusak tujuan. Menghancurkan nilai dasar dari objek, menjadi berantakan dan kerusakan. Merubah keaslian dengan menghancurkan, memindahkan bentuk baru.
Pada pengertian umum kata kudeta adalah terjadi sesuatu yang tidak seharusnya oleh satu usaha baik menggunakan pemaksaan, perubahan, penipuan, atau perampasan maupun pengrusakan. Pengertian itu dapat secara sendiri, atau gabungan unsur-unsur tersebut. Semisal kudeta dengan manipulasi dan pengrusakan.
Lebih dari sekadar makna, kudeta tujuan itu berdampak luas. Pokoknya kudeta adalah negatif dan buruk.
Abdul A’la Maududi pemikir Islam Modernis Pakistan (l903-1979), melontarkan bahasan penting pada zamannya Islam modern itu harus mengindari sekulerisme. Kata dia sekulerisme penipuan untuk esensi Islam. Secularism has no religion as literacy that erases religious values (sekulirisme tidak beragama sebagai literasi yang menghapus nilai agama).
Bagi pendiri Jamiaat Islami Pakistan itu, esensi Islam termaktub dalam kedaulatan Tuhan yang hal itu tidak terdapat dalam literasi sekulerisme tanpa religius itulah maka sekulerisme tidak sesuai dan ditolak dalam Islam (Towards Understanding Islam, 1932). Tentu ini sebuah bagian pembelajaran bagaimana praktek desruction destiny berlaku dalam seperti di tulis Maududi.
Termonologi kudeta kedaulatan bisa dicarikan contoh lain. Indonesia misalnya ada kasus partai Islam Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sejarah berdirinya PPP sebagai satu-satunya partai Islam dalam masa Orde Baru. Ide dasarnya untuk memperjuangkan aspirasi politik umat Islam dalam negara. Dalam perjalanannya muncul konflik intern yang tidak dapat diselesaikan dengan tuntas. Partai bernama partai persatuan tapi yang terjadi nyaris menjadi partai perpecahan. Jauh berbeda dengan namanya sendiri partai persatuan berlambang Ka’bah Baitullah pula.
Ironisnya lagi, mengikuti pendapat Chalid Mawardi almarhum Sekretaris Jenderal PPP kepada penulis mengakui partai mereka bukan partai persatuan tapi partai bersatu-satu alias berantakan. Bercerai-berai, jauh dari persatuan.
Yang diaminkan juga oleh Buya Syafii Maarif mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Buya Syafi Maarif memberi istilah terhadap fenomena dari Chalid Mawardi itu, bukan persatuan tapi persatean alias makan-memakan yang terjadi.
Agaknya ini implikasi jika tujuan organisasi dikudeta. Artinya ide tidak dipraktekkan. Akibatnya tahu sendiri. Seharusnya ide dasar dilaksanakan konsisten agar jangan sampai antara cita-cita dan kenyataan gagal, seperti jauh panggang dari api.
Di atas itu semua, penulis berpendapat bahwa kita mesti waspada karena kudeta tetaplah  kudeta. Terhadap lembaga atau organisasi memberi implikasi banyak. Memberantakkan, menghancurkan tujuan, merubah ide dasar. Demikianlah yang terjadi.
Meskipun kita dalam memiliki masalah tapi tetaplah berpandangan optimis. Hanya orang optimis melihat peluang dalam kesulitan. Sementara orang yang pesimis adalah berpandangan negatif menghadapi masalah.
Jakarta, 14 Februari 2021
*) Penulis adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiya Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta