Perlemen Negara Teluk atau Gulf Cooperation Country (GCC) sepakat dan luar biasa kompak untuk mendukung Saudi Arabia. Ini tercermin dari keputusan sidang Menteri Luar Negeri dari GCC bahwa Negara Teluk telah menolak pengembangan isu kasus kematian Jamal Khashoggi yang dimunculkan oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden menuduh pangeran Muhammad Bin Salman (MBS) di balik kasus tersebut.
Pemihakan dari negara anggota Negara Teluk untuk mendukung Kerajaan Arab Saudi tidak terkait kematian wartawan harian The Washington Post tersebut. Seperti diumumkan oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi bahwa semua Negara Teluk menolak dengan tegas tuduhan yang dilancarkan Presiden Amerika Serikat Joe Biden (Arab News, 27 Februari 2021).
Sejalan dengan itu, dukungan yang serupa dinyatakan pula oleh Perlemen Liga Arab dari Kairo. Yaitu dalam pernyataan Sekretaris Jenderal Liga Arab bahwa Kerajaan Arab Saudi sebagai pembela dua Tanah Suci, memiliki hukum yang independen dan tidak dapat dicampuri oleh pihak luar. Tuduhan yang dilancarkan Joe Biden merupakan keterlaluan dan tidak bisa diterima.
Kasus Jamal Khashoggy berawal dari resahnya Kerajaan Arab Saudi terhadap dirinya yang menulis hal yang tidak dikehendaki oleh Pemerintah Arab Saudi. Sebagai jurnalis pada harian The Washington Post, pria berusia 59 tahun itu kritis dengan penyalahgunaan wewenang dari penguasa Tanah Suci. Misalnya mengistilahkan Jengis Khan pada gaya otoriter Pemerintah Arab Saudi.
Inilah poin kebencian pemerintah di bawah MBS terutama pada Jamal Khashoggi. Walau ada usaha meyakinkan pihak-pihak keamanan untuk merubah sikap sang jurnalis itu, namun tanpa hasil. Lalu terjadilah peristiwa terbunuhnya Jamal Khashoggi di Istanbul, Turki, 1 Oktober 2019 yang menghebohkan itu.
Wafatnya sang wartawan berimplikasi banyak. Ada beberapa teori untuk menjelaskannya di samping fakta yang ada. Paling tidak ada tiga teori yang bisa menjelaskan kematian tersebut.
Pertama, konspirasi keamanan Arab Saudi memakai aparat intelijen.
Kedua, ada teori pihak-pihak yang ingin mengkambinghitamkan Saudi Arabia.
Ketiga, teori ingin ada perjuangan kelompok untuk kebebasan informasi pers di Kerajaan Arab Saudi.
Dari tiga alasan ini, kita berpendapat teori kedua, yakni mengkambinghitamkan Arab Saudi lebih relevan ketimbang pertama, yaitu konspirasai Arab Saudi dan teori ketiga untuk perjuangan kebebasan di Jazirah Arab sebagai idealisme Jamal Khashoggi.
Mengapa lebih kuat mengingat gencarnya Amerika untuk menyerang atau menyudutkan Arab Saudi. Pertanda ini bisa terbaca dengan getolnya Joe Biden mau menghukum dengan sanksi terhadap MBS dari Arab Saudi. Yang mendalilkan Sang Pangeran MBS melanggar kebebasan dan hak asasi manusia (HAM). Hal itu tentu saja mendapat perlawanan yang notabene kini berperan dominan di negaranya.
Ternyata akhirnya Joe Biden tidak melanjutkan rencana sanksi yang akan dijatuhkan pada MBS. Hal itu karena perlawanaan MBS dan dukungan yang dimilikinya. Satu realitas yang tak terbantahkan.
Hal itulah kemudian yang memunculkan simpulan bahwa kasus Jamal Khashoggi serius. Ini merupakan batu ujian kekuatan hubungan Arab Saudi dengan Amerika. Kegagalan akan membawa keretakan hubungan dan dapat membawa ketidakstabilan Timur Tengah. Wallahu a’lam bishawab.
Jakarta, 5 Maret 2021
*) DR Masud HMN adalah dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta