Jumat, September 20, 2024

Pengelolaan Keuangan Desa Compreng Terkesan Semrawut dan Sarat KKN

Subang, Demokratis

Tindak pidana korupsi (Tipikor) tidaklah sama dengan tindak pidana lainnya. Tipikor merupakan sebuah kejahatan sangat luar biasa (extra ordinary crime). Disebut begitu lantaran dampaknya dapat menimbulkan disparitas ekonomi bahkan krisis ekonomi secara nasional, gagalnya pembangunan nasional, kerugian keuangan negara/daerah/desa sehingga dapat menimbulkan kesengsaraan masyarakat luas.

Tak sedikit elemen masyarakat yang merasa jengah dan muak dengan perilaku koruptif, sehingga ingin segera diterapkannya pasal hukuman mati bagi pelakunya. Seperti di negeri Beruang Merah (baca : China).

Jika ada yang mengatakan bila penyakit Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sudah menjalar hingga ke tingkat pedesaan, fenomena itu memang telah lama berlangsung, hanya saja ada yang mencuat dan tidak mencuat ke permukaan.

Seperti yang kini tengah melanda Pemerintah Desa, Kecamatan Compreng, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, terkait adanya dugaan penyelewengan penggunaan  anggaran desa (baca : APBDes) yang dijadikan ajang korupsi, sehingga berpotensi merugikan keuangan negara/desa mencapai hingga ratusan juta rupiah.

Dari berbagai sumber dan hasil investigasi yang dihimpun awak media menyebutkan, berawal dari tudingan terhadap Plh Kepala Desa Compreng TS yang mengangkangi regulasi pengelolaan keuangan desa.

Kepala Desa (Kades) selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa (PKPKD) ditengarai tidak mempedomani Perbup Subang Nomor 44/2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, di antaranya Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD) dan Bendahara tidak difungsikan sebagaimana mestinya, seperti keberadaan Bendahara yang mestinya hanya menyimpan uang tunai di brankas  maksimal sebesar Rp 5 juta (Jo Pasal 52 Ayat (2)) tidak dilaksanakan. Hal ini menyebabkan keuangan desa sulit dikontrol, sehingga berpotensi terjadi penyelewengan.

Pengurugan Lapang Bola Desa Compreng yang diduga mangkrak.

Begitu pula buku-buku administrasi desa tidak dikerjakan sesuai ketentuan, seperti Buku Kas Umum (BKU), Buku Kas Pembantu (BKP) dan Buku Bank Desa. Hal ini dianggap mengangkangi Permendagri Nomor 47 Tahun 2016 tentang Administrasi Pemerintahan Desa.

“Padahal buku-buku itu sebagai sarana evaluasi, monitoring dan pengendalian transaksi keuangan desa,” ujar sumber.

Hal ini menunjukkan pengelolaan keuangan desa (baca: anggaran desa) terkesan semrawut dan menjadi indikator bila buruknya tata kelola keuangan desa tak terbantahkan.

Adapun modus operandi penjarahan anggaran desa (baca : kegiatan fisik) dengan cara mengurangi volume fisik, pengadaan material tidak sesuai spek teknis dan RAB, mark up upah tenaga kerja (HOK). Selain itu adanya joki pembuatan SPj dan atau SPj fiktif, dengan itu pihak-pihak yang terlibat membuat administrasi bodong (aspal-Red) dianggap telah melakukan kebohongan publik, sehingga terancam dipidana.

Sebagai testimoni adanya dugaan penyelewengan anggaran desa dan KKN di antaranya ; (a). Pembangunan TPT di Blok Ratub berbiaya Rp 50 juta bersumber Bandes (APBD-P TA 2019) diduga mangkrak; (b). Pembangunan tugu tapal batas desa berbiaya Rp 55 juta bersumber DD TA 2015, 2017 yang dibongkar tanpa prosedural, kini pembangunannya mangkrak; (c). Penyelewengan dana BUMDes bernilai ratusan juta rupiah, bersumber Dana Desa (DD); (d). Pengurugan lapang bola berbiaya ratusan juta rupiah hanya direalisasi belasan truk saja atau setara Rp 14 jutaan; (e). Dugaan Pungli program sertfikat massal (redistribusi-Red) tahun 2019 dengan besaran Rp 1-1,5 juta/bidang dari kuota 400 bidang, sehingga terhimpun dana kisaran Rp 600 jutaan; (f). Dugaan Pungli program klasiran (pembuatan SPPT) sebesar Rp 200 ribu/bidang, terealisasi kisaran 6.750 bidang dari kuota 9.000 bidang tanah sawah dan darat, sehingga terhimpun dana miliaran rupiah, sementara ending-nya program tidak jelas; (g). Pelaksanaan kegiatan/proyek TA 2019 dan 2020 bersumber dana Bandes sebesar Rp 725 jutaan tersebar di 9 titik yang dilaksanakan pihak ketiga diduga pekerjaannya tidak sesuai RAB/spek teknis alias asal-asalan; (h). Dugaan gratifikasi program Bandes TA 2019 dan 2020 sebesar 10% – 15%  dari pagu anggaran Rp 725 jutaan.

Masih menurut sumber, ihwal pembangunan TPT di Blok Ratub yang mangkrak itu dikerjakan oleh pihak ketiga (pemborong-Red) pernah dilaporkan ke Tipikor Subang, tapi ending-nya tidak jelas. “Sementara pihak pelapor masih berharap ada kelanjutannya, karena hingga kini pelapor belum menerima SP3,” ujarnya.

Plh Kades Compreng Tisah Sugarti saat ditemui di kantornya, beberapa waktu lalu, tidak sepenuhnya menyangkal atas tudingan miring itu, terkhusus dalam pengelolaan keuangan desa yang belum/tidak memfungsikan para Kasi/Kaur dan Bendahara sebagai Pelaksana Pengelolaan Keuangan Desa (PPKD).

Pembangunan TPT di Blok Ratub yang diduga mangkrak.

Diakuinya, seperti pengambilan uang di bank belum/tidak berdasarkan Rencana Penggunaan Dana (RPD), dia beralasan jika sering mengambil uang ke bank riskan, lagian dirasakan ribet, sehingga belum sejalan dengan Perbup Nomor 44/2019 Jo Pasal 52 Ayat (2) yakni keberadaan Bendahara yang mestinya hanya menyimpan uang tunai di brankas maksimal sebesar Rp 5 juta belum/tidak bisa dilaksanakan.

”Mekanisme pengelolaan keuangan desa belum bisa diterapkan sepenuhnya, karena satu dan lain hal sehingga untuk sementara SOP tersebut dibaikan,” kilahnya.

Untuk melengkapi tanggapan Plh Kades Compreng, awak media konfirmasi via surat tertulis Nomor 03/DMK/Biro-Sbg/Konf/III/2021, namun kendati cukup luang waktunya hingga berita ini ditulis Plh Kades Comreng Tisa Sugiarti tidak berkenan menjawab.

Disebut-sebut, pemantik carut sengkarut penggunaan anggaran desa diotaki oknum LPMD berinisial AJ atau bisa dibilang AJ sebagai design maker (baca : penggagas).

Sementara Ketua LPMD Agus Jaenudin yang dihubungi via sambungan seluler tidak menjawab, begitu pula ketika dimintai keterangan via SMS tidak berkenan membalas.

Aktivis Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi–RI (GNPK-RI) Kabupaten Subang melalui Kepala Devisi Pengaduan Masyarakat Yudi Prayoga Tisnaya ketika dimintai tanggapan di kantornya Komplek BTN Puskopad Sukajaya Blok A81 Kelurahan Cigadung (17/3) mengungkapkan, mencermati adanya dugaan korupsi di tubuh Pemdes Compreng, pihaknya mendesak aparat pengawas  seperti Irda dan Aparat Penegak Hukum (APH) bisa bergerak cepat untuk menyelediki kasus dugaan pelanggaran hukum ini. “Jerat oknum pelakunya hingga bisa diseret ke meja hijau. Tidak usah menunggu laporan pengaduan, karena kasus ini merupakan peristiwa pidana,” tegas Yudi.

Pihaknya berjanji akan menelusuri dan menghubungi pihak terkait dalam penghimpunan data dan akan membawa kasus ini ke ranah hukum, bila kelak sudah mendapatai fakta yuridisnya secara lengkap. (Abh/Esuh)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles