Pertumbuhan ekonomi Indonesia 7,07 persen pada semester II tahun 2021 yang diumumkan Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati, baru-baru ini, merupakan kabar menggembirakan. Karena pertumbuhan pada semester I tahun 2020 hanya berada pada 5,3 persen. Terjadi kenaikan gerak pertumbuhan ekonomi kita.
Dalam arti yang lain bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut telah dapat menepis situasi resesi yang belakangan ini merisaukan. Mengingat resesi sangat mengganggu aktivitas ekonomi, yang pada gilirannya mempersulit pergerakan ekonomi. Yang tentu kita semua tidak menginginkannya.
Seperti kita ketahui resesi berkaitan dengan tenaga kerja, pengangguran, kegiatan pedagang kecil, dan merosotnya pendapatan riil serta terpuruknya industri manufaktur. Hal itu merupakan faktor gangguan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan negara. Sehingga dapat kita katakan jika pertumbuhan bagus, maka resesi hilang.
Seharusnya begitu tapi sangkaan demikian tidak sepenuhnya benar, mungkin ya, mungkin juga tidak. Karena ada yang meragukan pertumbuhan ekonomi sekarang. Dengan mengatakan bahwa ekonomi dan pertumbuhan 7,07 persen itu resesi baru mengendap belum hilang. Alasannya adalah karena pertumbuhan semu. Seperti dilansir lembaga ekonomi keuangan Institute for Economic and Finance (INDEF) seperti ditulis Kompas (9/8/2021).
Ada apa sebuah pertanyaan yang memerlukan jawaban. Kok seperti pernyataan nyinyir saja, ribut amat.
Pertama, bagi para pemerhati ekonomi debatable antara pendapat yang ragu dan pendapat yang mantap itu, penjelasannya adalah dari alat ukur dari hitungan pertumbuhan. Yaitu baseline pada siklus tahun semester II tahun 2020. Dengan pertumbuhan kecil, maka bilangan pembagi itu angka pertumbuhan menjadi besar. Dengan kecederungan pada tren itulah munculnya angka 7,07 persen.
Sementara di banding sebelum pandemi tahun 2018-2019 maka angka pertumbuhan hanya 5,3 persen. Berarti lebih rendah. Artinya angka pertumbuhan yang tidak sama.
Kedua, sudut pandang menjelaskan sesungguhnya perbedaan itu karena perbedaan ukuran siklus dan tren. Menentukan tren kecenderungannya adalah jangka panjang. Sementara patokan siklus adalah cenderung pada kisaran tren yang ada. Angka 7,07 persen di bawah acuan sudut pandang tren atau jangka panjang.
Pada intinya pertumbuhan berdasarkan patokan itulah yang dikatakan sebagai pertumbuhan semu. Memang itu patokan hitung. Itu hanya berupa patokan belaka. Namun tetap pada kisaran angka yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Pertumbuhan semu, hanya masalah sebutan patokan kisaran angka dan cara menghitungnya. Bukan pertumbuhan mengada-ada. Bukan fiktif apalagi bohong.
Lalu dengan dampak positif pertumbuhan salah satu di antaranya dapat teratasinya resesi. Ekonomi tadinya lumpuh, seolah collaps, kini tumbuh dan bergairah kembali. Demikianlah ekspektasi baru ekonomi Indonesia dari meningkatnya pertumbuhan.
Meminjam istilah Andy Satrio Nugroho bahwa keadaan ekonomi harus pulih seperti sebelum panemi (tanggapan kinerja ekonomi triwulan II 6/8/2021). Menurut Ahli ekonomi dari INDEF itu, adanya pertumbuhan yang diharapkan yaitu berjalan kegiatan ekonomi secara wajar. Normal seperti waktu sebelum pandemi.
Nyatanya kegiatan memang belum berjalan seperti semula awal pandemi. Aktivitas perdagangan, transportasi, soal pengangguran belum normal. Maka pertumbuhan sekarang ini dikatakan adalah (masih) bersifat semu.
Faisal Basri ahli ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah baik namun belum cukup. “Good but not enough,” katanya.
Dengan demikian terdapat optimis terhadap ekonomi untuk pulih kembali. Sebab kegiatan sudah terlihat mulai berangsur normal, seperti lapangan kerja, manufaktur, investasi dan lain sebagainya. Harapannya kondisi tersebut berlangsung berkelanjutan.
Inilah kondisi yang ada secara realitas yang menyimpulkan angka pertumbuhan 7,07 persen menjadi pagu harapan. Meski kondisi itu belum cukup memuaskan.
Artinya harapan tadinya negatif sekarang berubah. Mengakhiri tulisan ini kita coba meminjam lirik Rembulan Bersinar Lagi lagunya Mansyur S penyanyi Dangdut tahun delapan puluhan asal Betawi, yaitu hati yang tadinya mati kini bergairah kembali. Rembulan bersinar lagi.
Jakarta, 11 Agustus 2021
*) Masud HMN adalah Doktor Konsultan Bank Riau Kepri dan Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com