Berkibarnya bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya, Jawa Timur, menjadi awal mula sejarah Hari Pahlawan yang akhirnya dirayakan setiap 10 November.
Saat itu, bendera Belanda berkibar di masa Indonesia sudah merdeka, sehingga Arek-arek Suroboyo gusar.
Bendera Belanda berwarna merah-putih-biru yang berkibar di hotel (yang kini berganti nama menjadi Hotel Majapahit) itu lalu dirobek menjadi merah-putih oleh Hariyono dan Kusno Wibowo pada 19 September 1945.
Aksi nekat memanjat tiang bendera di puncak hotel itu lalu menyulut amarah Belanda dan sekutunya, yang masih berada di Indonesia dengan kelompok AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies).
Sampai akhirnya meletusnya Pertempuran Surabaya, yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945.
Hotel bersejarah
Bangunan berwarna putih Hotel Majapahit berdiri tegak di Jalan Tunjungan.
Desain bangunan bergaya kolonial menandakan bahwa bangunannya sudah berdiri sekitar jaman penjajahan Belanda, tepatnya sejak 1910.
Pendiri hotel ini ialah Sarkies bersaudara, keluarga asal Iran yang memang bergelut dalam bisnis perhotelan.
Sebelumnya pada 1880 mereka telah mendirikan hotel di Malaysia, Singapura dan Thailand.
Tak hanya dari luar, suasana zaman kolonial terasa ketika memasuki lobi hotel, yang dipenuhi oleh pajangan catatan sejarah dan perabotan antik.
Duty Manager Hotel Majapahit Reza Halid saat ditemui mengatakan kalau pihaknya memang terus berusaha mempertahankan keantikan arsitektur dan dekorasi hotelnya.
“Lobi ini dibuat saat ada renovasi pada 1930. Lantainya pun masih asli sejak pertama dibangun,” kata Reza.
Sambil berkeliling hotel, Reza menceritakan sejarah yang melekat pada bangunan ini.
Saking bersejarahnya, kata Reza, hotel ini masuk dalam cagar budaya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Jadi, walau hotel ini dikelola oleh CCM Group secara swasta sejak 2006, mereka harus mendapat izin dari Pemkot Surabaya bila ingin melakukan renovasi.
Terhitung nama Hotel Yamato sudah berubah sebanyak empat kali. Kala dibangun pertama kali pada 1910, hotel itu bernama Oranje.
Kemudian pada 1942, diubah menjadi Yamato, karena direbut Jepang saat menjajah Indonesia.
“Saat dimiliki Jepang, hotel ini juga sempat dijadikan markas militer mereka,” ujar Reza.
Lalu, setelah berhasil direbut kembali oleh Indonesia pada 1945, nama hotel itu diubah menjadi Hotel Merdeka.
Tapi, nama itu tak bertahan lama lantaran kembali diganti menjadi Hotel L.M.S, yang merupakan kependekan nama dari sang arsitek, Lucas Martin Sarkies.
Baru pada 1969 hotel ini memiliki nama tetap, Majapahit.
“Hotel ini direbut dengan darah dan air mata,” ujar Reza.
Sejarah yang dikenal dengan nama Insiden Bendera itu masih diperingati sampai sekarang.
Setiap tahunnya tepat di tanggal itu, Hotel Majapahit mengadakan panggung teatrikal yang dihadiri pejabat pemerintah sampai pahlawan veteran.
“Saya sudah bekali-kali melihat teatrikal itu. Ceritanya selalu sama, tapi saya selalu merinding dan terharu saat menyaksikannya,” kata Reza.
Insiden Bendera itu terjadi di sayap kanan bagian depan Hotel Majapahit.
Di sana, bendera merah putih yang dikibarkan di tiang sengaja dibuat dengan ukuran yang sama saat insiden terjadi. Sedangkan bendera aslinya disimpan di Tugu Pahlawan.
Tepat di bawah tiang bendera itu terdapat museum Insiden Bendera. Sayang, museum itu hanya bertahan dari 1995 sampai 2006.
Ketika pergantian kepemilikan pada 2006, museum itu diubah menjadi bar bergaya Amerika.
Catatan sejarah hotel ini tidak berhenti sampai di situ.
Pada bagian paling belakang sayap kanan hotel ini terdapat kamar dengan nomor 033. Pada dinding bagian depan kamar itu terdapat plat kuningan dengan tulisan ‘MERDEKA’.
Suansana dalam kamar itu benar-benar terasa seperti zaman penjajahan, semuanya serba kayu dan sederhana.
Hal itu terasa cukup menggelitik, membayangkan hotel yang membuka tarif mulai dari Rp1,3 jutaan sampai Rp1,7 jutaan ini juga masih memajang kipas angin di kamar tersebut.
“Jadi setelah merobek bendera, pejuang Indonesia yang dikejar Belanda lari ke kamar ini. Dari kamar ini mereka terus melarikan diri lewat pintu belakang,” kata Reza.
“Dan mereka datang ke hotel ini menggunakan dua mobil, secara bergantian kami pajang di lobi,” lanjutnya.
Selain kamar itu, di bagian paling belakang sayap kiri hotel ini juga terdapat kamar yang tidak kalah istimewa.
Kamar itu diberi nomor 44 dengan plat kuningan bertuliskan ‘SARKIES’. Sejak membangun hotel ini Lucas Martin Sarkies tinggal di sana.
Plat kuningan bertuliskan ‘SARKIES’ itu sebagai penanda bahwa kamar ini pernah ditempati pemilik pertama hotel ini.
Di balik usia tuanya, namun Hotel Majapahit memang masih terbilang prima dalam memberikan layanannya.
Selain empat tipe kamar, hotel ini juga menyediakan layanan ruang rapat, aula pernikahan, spa, lounge, pub, restoran dan taman atap. Semuanya bertema kolonial. ***