“Polri Untuk Masyarakat” di Batang Natal Terkesan Hanya Simbol
Mandailing Natal, Demokratis
Di Kabupaten Mandailing Natal sepertinya uang jauh lebih berharga daripada nyawa manusia. Hal ini dibuktikan dengan dua orang anak perempuan berinisial S siswi kelas II dan putri Sahril berinisial R siswi kelas III SD Negeri 269 Rantobi meninggal saat berada di lokasi bekas galian tambang emas ilegal kerukan alat berat (ekskavator) milik Miswar (48) yang berlokasi di DAS Sungai Batang Natal, Dusun Rantobi, Kecamatan Batang Natal, Kamis (29/5/2025) lalu, pukul 13.00 WIB.
“Kejadian ini berawal saat kedua anak perempuan tersebut mandi di bekas kerukan ekskavator merek Zoomlion yang disewa Miswar warga Dusun Rantobi. Namun setelah pencarian kedua orangtua anak tersebut, maka sekira pukul 17.00 WIB, kedua anak tersebut ditemukan sudah meninggal dunia di lubang bekas kerukan alat berat Miswar tanpa izin tersebut,” terang warga yang tidak mau disebut namanya di media ini, Senin (2/6/2025).
Menurut warga, walaupun sudah terjadi koban meninggal dunia akibat lokasi bekas kerukan tambang emas ilegal milik Miswar, namun ternyata sampai saat ini Miswar masih terus mengeroperasikan ekskavator tersebut di tempat lain.
“Sehingga uang lebih besar nilainya daripada nyawa dua orang anak melayang. Ini suatu bukti diduga polisi takut kepada Miswar, buktinya Miswar tidak diproses hukum. Apalagi kabar di Lopo Kopi di Dusun Rantobi yang sudah bukan rahasia umum, bahwa korban meninggal diduga telah dilakukan mediasi damai sebesar Rp100 juta, dengan rincian 40 juta untuk kedua korban dan 60 juta untuk oknum polisi,” terang warga Dusun Rantobi.
Lebih jauh dikatakan bahwa saat ini, kondisi air Sungai Batang Natal kian hari juga kian tercemar, warna air sungai kecoklatan bercampur lumpur, namun pemandangan seperti itu tidak pernah terlihat oleh mata aparat kepolisian karena terkesan “tutup mata”.
“Biar sajalah yang penting ‘setoran’ berjalan, nanti kalau sudah ribut warga merasa resah, baru dilakukan penertiban. Itulah mungkin yang berada di benak kepala pihak Polsek Batang Natal, buktinya pertambangan emas masih terus berjalan, dampak air sungai tiap hari semakin kotor dan tercemar,” tambah warga.
Sementara itu, Maruba Hasibuan aktivis LSM KPK mengatakan bahwa aparat kepolisian harus melakukan penertiban terhadap tambang emas ilegal tersebut. Apalagi sampai memakan korban sehingga harus segera ditertibkan dan pelakunya juga harus diproses bukan malah sebaliknya menerima upeti untuk memperkaya diri.
“Ini artinya kalau betul demikian, maka polisi bukan untuk masyarakat, sementara slogannya adalah ‘polisi untuk masyarakat’, namun slogan tersebut tidak berlaku di Dusun Rantobi, Kecamatan Batang Natal, buktinya polisi untuk pengusaha tambang emas ilegal Miswar,” ujar Maruba Hasibuan di depan Kantor Polres Mandailing Natal di Panyabungan.
Padahal sebelumnya Bupati Mandailing Natal Saipullah Nasution juga sudah mengeluarkan Surat Penghentian Pertambangan Emas Ilegal Tanpa Izin (PETI) tertanggal 17 April 2026 dengan nomor surat 660/0698/DLH/2025. Surat dimaksud ditembuskan kepada Forkopimda Kabupaten Mandailing Natal di Panyabungan, akan tetapi Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara, tetap saja beroperasi.
Lebih mirisnya lagi, setelah kejadian meninggalnya dua anak SD akibat galian tambang ilegal tersebut, Fajaruddin Kepala Desa Rantobi membuat pengumuman ditempel di warung di Desa Rantobi yang menjelaskan bahwa Miswar adalah saudara dekat Kepala Desa Rantobi, Fajaruddin.
“Melihat kondisi rusaknya lingkungan hidup dan air Sungai Batang Natal telah tercemar akibat pengerukan di daerah aliran sungai Batang Natal dengan ekskavator diduga rentalan Miswar di Lubuk Panjang Hilir Jembatan Gantung Dusun Rantobi, Desa Rantobi, Kecamatan Batang Natal, Sumatera Utara, maka Aliansi Pers Tabagsel berkolaborasi dengan LSM melaporkan Miswar ke Kapolres Mandailing Natal tanggal 22 Mei 2025 dengan Nomor Surat : 045/APT-Masy/DUMAS/V/2025 dan Melaporkan kasus pengrusakan lingkungan hidup ke Kementerian KLHK RI di Jakarta,” terang Maruba Hasibuan (LSM KPK), didampingi rekannya U. Nauli H, SH (Majalah Satya Bhakti) dan N. Siregar (Tabloid Mitra Poldasu) di Panyabungan, Senin (2/6/2025).
Sementara Miswar yang ditemui di depan rumahnya sambil menutup beberapa BBM Bio Solar (bersubsidi) yang diduga kuat ilegal karena tanpa barcode yang berasal dari SPBU 16.229.524 di Tombang Garabak (Dusun Simarrobu, Desa Rantobi), mengatakan bahwa BBM Bio Solar Bersubsidi ini akan dibawa ke lokasi PT. S3 di Singkuang. “Nah… terkait dengan kegiatan tambang emas dengan memakai alat berat di lokasi Lubuk Panjang (Hilir Rambin) di Dusun Rantobi DAS Sungai Batang Natal, itu untuk membantu masyarakat. Yah… kalau ditutup, yah…. Sudah, ditutup saja,” tegas Miswar dengan jawaban lantang pada sejumlah pers di rumahnya, minggu lalu.
Pak Barus Reskrim Polres Mandailing Natal, menegaskan bahwa laporan dumas PETI milik Miswar sudah ada di ruangan Reskrim. “Selanjutnya Aliansi Pers dan LSM Tabagsel akan kita hubungi terkait kelanjutan kasus PETI di Rantobi ini,” ujar Barus. (U. Nauli)