Senin, Juni 9, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

DPR Desak Pemerintah Cabut Izin 3 Perusahaan Tambang yang Diduga Rusak Raja Ampat

Jakarta, Demokratis

Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari menilai, langkah menghentikan sementara segala aktivitas tambang nikel milik PT Gag Nikel di Pulau Gag, Raja Ampat merupakan keputusan tepat.

Namun, dia mendesak sejumlah perusahaan lain yang juga beroperasi di kawasan Raja Ampat pun dihentikan.

Apalagi, sambung Ratna, ada temuan pelanggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) atas perusahaan-perusahaan tersebut.

“Saya tentu mengapresiasi langkah cepat pemerintah menghentikan operasional PT Gag Nikel, meski cuma sementara. Tapi untuk perusahaan-perusahaan lain tolong juga dihentikan, bahkan sudah layak dicabut izinnya berdasar pada temuan KLH,” tutur Ratna dalam keterangan resminya, Minggu (8/6/2025).

Ratna merinci tiga perusahaan lain yang diduga kuat sudah melakukan pelanggaran di Raja Ampat. Pertama, ada PT Anugerah Surya Pratama (ASP). Perusahaan itu disebut melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektare (ha) tanpa sistem manajemen lingkungan serta tanpa pengolahan air limbah larian.

“KLH sudah memberikan laporan pengawasan bahwa ditemukan kolam settling pond jebol akibat curah hujan tinggi. Dari visual menggunakan drone terlihat pesisir air laut terlihat keruh akibat sedimentasi. Ini yang merusak Raja Ampat,” ujarnya.

Kedua, lanjut Ratna, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang merupakan perusahaan pertambangan bijih nikel yang didirikan pada Agustus 2023. Perusahaan itu telah punya IUP sejak 30 Desember 2013 hingga 20 puluh tahun dengan luas yang diizinkan 5.922 ha.

“Tapi masalahnya mulai 2024 mulai menambang bijih nikel dengan luas lahan yang ditambang 89,29 ha. Nah, tambang itu di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan) seluas 5 ha di Pulau Kawe dan telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai sampai akar mangrove,” tuturnya.

Terkahir, sambung Ratna, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP). Ia mengatakan, MRP punya IUP dengan luas konsesi sekitar 2.194 ha yang mencakup Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele di Distrik Waigeo Barat Kepulauan.

“Tapi di catatan KLH, PT MRP ini tidak memiliki PPKH. Malah sudah eksplorasi pada tanggal 9 Mei 2025 di area Pulau Batang Pele Kabupaten Raja Ampat dengan membuat sejumlah 10 mesin bor coring untuk pengambilan sampel coring,” ujar Ratna. (EKB)

Related Articles

Latest Articles