Senin, Juni 9, 2025
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Oknum Pejabat Desa dan Perangkatnya akan Diproses Hukum karena Telah Menyebabkan Perubahan Hutan Dalam Kawasan TNTN

Pelalawan, Demokratis

Oknum pejabat desa yang telah mengizinkan masyarakat mengubah hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) menjadi perkebunan akan diproses secara hukum. Tindakan tersebut diduga melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal tersebut disampaikan Ketua Tim Satgas PKH, bahwa pengizinan penggunaan lahan hutan untuk perkebunan tanpa prosedur yang benar dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem hutan. Oleh karena itu, pihak berwenang akan melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap oknum pejabat desa yang terlibat.

Proses hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera bagi oknum pejabat desa dan masyarakat yang melakukan pelanggaran, serta menjaga kelestarian hutan dan lingkungan hidup.

Pihak berwenang akan menuntut oknum pejabat desa beserta perangkatnya yang memberikan ijin perambahan hutan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Tuntutan ini sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tindakan yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem hutan.

Tuntutan tersebut berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Dimana hal tersebut  mengatur tentang pengelolaan hutan, termasuk perlindungan dan pelestarian hutan. Kemudian Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang mengatur tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, termasuk hutan. Bahkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Taman Nasional yang juga mengatur tentang pengelolaan taman nasional, termasuk TNTN.

Pemberian ijin perambahan hutan di kawasan TNTN tanpa prosedur yang benar dan melanggar peraturan perundang-undangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem hutan. Oleh karena itu, pihak berwenang melakukan penindakan dan tuntutan terhadap oknum pejabat yang terlibat.

Adapun ancaman hukuman bagi pemberi ijin perambah hutan kawasan Teso Nilo berupa hukuman pidana dan denda. Hukuman ini berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pemberi ijin bisa dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun. Selain itu Denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp2,5 miliar.

“Kemudian ada juga hukuman tambahan seperti pencabutan ijin, sanksi untuk memulihkan kembali lingkungan dan mengganti rugi,” ujarnya.

“Hukuman ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi oknum pejabat dan pihak lain yang melakukan pelanggaran serupa. Serta dapat melakukan dan menjaga kelestarian hutan dan lingkungan hidup,” tegasnya. (DS)

Related Articles

Latest Articles