Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Al Aqsa dan Negara-negara Arab dalam Konflik Bersenjata Palestina dan Israel

Anak-anak yerusalem mari kita mengaji pada cahaya. darah dan air mata tak bisa melukiskan duka lara apalagi nestapa. orang tua dan sanak saudara tinggallah nama. mari kita jaga agar kebiadaban dan kejahanaman tak lagi bertahta. setelah k dewa kita bisa  mengatakan yang nyata  pada dunia tapi bukan untuk berbagi cerita yang mengada-ada. akar-akar kurma, pohon-pohon cedar, zaitun dan kembang bakung akan tetap menyimpan darah dan air mata dalam kenyerian sejarah sepanjang masa.

Anak-anak yerusalem mari kita mengaji pada cahaya agar kelak kita bisa berdiri tegak dan bisa menatap cakrawala. memandang yang gelap dan yang terang. jangan dikira nun jauh dari palestin kita bisa tertawa di negeri fatamorgana. kita pun membaca kabut senja dan zionis lagi tertawa-tawa. itu cuma sementara jika palestin mau berkaca di bawah cahaya. takdir sosial adalah kehendak diri. kita harus bergegas hijrah menuju ke takdir yang lain. sebab tiada terhalang bagi-nya matahari terbit dari ufuk barat dan tenggelam ke ufuk timur. jika ia berkehendak atas waktu yang menjadi ketetapan-nya dari ketetapan yang semula dalam takdir-nya.

Anak-anak yerusalem mari kita mengaji pada cahaya. jangan dolanan dengan waktu agar lekas pandai menulis dan membaca fenomena dan tanda-tanda. semua peristiwa harus ditulis dan dibaca karena sejarah dan waktu yang akan bicara. jangan ada huruf dan kata yang terhapus atau dirobek dalam peristiwa. tulis dan bacalah di bawah cahaya agar tak ada yang kelewat dalam peristiwa.

Anak-anak yerusalem mari kita mengaji pada cahaya agar adamu menjadi kehendak zaman, menjadi  tuntutan sejarah.  darah dan air mata menjadi monumen peradaban yang terluka. tak perlu mikrofon dan pengeras suara. biarkan saja angin yang membawa berita dan cerita atas yerusalem yang berdarah-darah. pohon-pohon cedar, pohon-pohon  kurma, pohon-pohon zaitun dan kembang bakung tak akan menghapus jejak kesenyrian sejarah. (O’ushj.dialambaqa, Sajak: Anak-Anak Yerusalem Mari Kita Mengajai Pada Cahaya, Singaraja, 8.6.2021).

Bagi  kita yang masih dikaruniai logika dan akal waras, pastilah mengutuk sekeras-kerasnya dan mengatakan sungguh amat sangat biadab dan jahaman tindakan Zionis, karena melakukan pembantaian, penyiksaan dan menembak mati anak-anak dan perempuan dan warga sipil yang tak berdosa dan tak tahu apa itu kekuasaan dan politik, apa itu peperangan, dan untuk siapa berperang.

Bagi  kita yang masih dikaruniai logika dan akal waras, pastilah mengutuk sekeras-kerasnya dan mengatakan sungguh amat sangat biadab dan jahaman tindakan Zionis, karena melakukan pembantaian, penyiksaan dan menembak mati, anak-anak, perempuan dan warga sipil yang tak berdaya dan tak bersenjata-apa.

Zionis dalam melakukan pembantaian, penyikasaan dan penembakan, itu semua dilakukan di depan mata dan mempertontonkannya di mata dunia dan sekaligus mempermalukan warga dunia yang waras, dan Zionis Israel sedang mengklaim dirinya sebagai Tuhan untuk menggenggam dunia adalah miliknya.

Dari pembacaan itu semua, apakah Palestina dan Zionis Israel akan bisa hidup berdampingan dengan damai atau bisa mengakhiri pertumpahan darah sepanjang peradaban ini belum kiamat? Tak ada kepastian yang mampu bisa menjawab tanda-tanda itu semua. Bahkan kita semua tak akan mampu memprediksi untuk menjawab itu semua yang terjadi, jika dunia tidak bersatu padu dalam memahami dan memaknai Hak Azasi manusia (HAM) dan bahwa kemerdekaan adalah hak semua bangsa, mejadi bangsa yang bernegara dan berdaulat, negara merdeka.

Pertikaian dalam Palestina

Palestina sesungguhnya tidak saja menghadapi Zionis dalam pertikaian dan peperangan yang sudah seabad berjalan. Palestina, ternyata dalam tubuhnya sendiri juga terus berkecamuk dan bertikai berdarah-darah dan kadang bunuh membunuh dalam kubangan perang saudara untuk berebut kekuasaan sebagai penguasa yang sah untuk memimpin atas kedaulatan (Negara) Palestina, sekalipun di mata dunia, Palestina belum mendapat pengakuan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, baru satu dua negara yang bisa dihitung dengan jari yang mengakui kedaulatan Palestina sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.

Pertikaian dalam tubuh Palestin untuk saling merebut kekuasaan itu ternyata ada sekitar 13 faksi atau milisi: (1) Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Faksi terbesar dengan stigmatisasi nasionalis-sekuler; Palestine National Liberation Movement /Harakah Al-Tahrîr Al-Filistini (Fatah), berdiri 1957, didirikan oleh Yasser Arafat.

(2) Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP), komunis radikal, faksi terbesar kedua,  didirikan 1967 oleh Dr. George Habash, beridiologi komunis.

(3) Palestine Communist Party, komunis kompromistis, tidak radikal, didirikan 1984 oleh Suleiman Najjab.

(4) Popular Democratic Front for the Liberation of Palestine (PDFLP), berhaluan sosialis, didirikan 1969 oleh Nayif Hawatmeh.

(5) Palestine Liberation Front (PLF), faksi kecil sayap kiri, didirikan 1976 oleh Talat Yacoub.

(6) Palestinian Popular Struggle Front (PPSF), didirikan 1976 oleh Dr. Samir Ghosheh.

(7) Vanguards of the Popular Liberation War (Al-Saiqa), didirikan 1968 oleh Issam Al-Qadi.

(8)  Popular Front for the Liberation of Palestine-General Command (PFLP-GC), didirikan 1968 oleh Ahmad Jibril.

(9***) Faksi gerakan bawah tanah, Harakah al-Jihād al-Islāmi fi Filastīn (Jihad Islam), didirikan tahun 1980 oleh anak-anak muda Palestina yang menimba ilmu di universitas-universitas yang ada di Mesir, konon didanai Iran, dipimpin oleh Fathi Asy-Syaqaqi dan Abd Al Aziz Auda di Gaza, kemudian pecah menjadi 3 faksi atau milisi.

(9*) Faksi Jihad Islam pimpinan Fathi Asy-Syaqaqi. (9**)  Jihad Islam Baitul Maqdis pimpinan Syeikh As’ad. (9***) Jihad Islam Batalion AI-Aqsha pimpinan Ibrahim Sibril.

(10) Salah satu milisi bersenjata, Jihad Islam adalah Saraya al-Quds. Jihad Islam lebih dekat dengan Iran.

(11) Liwa al-Quds, milisi sekuler yang pernah beroperasi di Aleppo membantu Bashar al Assad, milisi ini terdiri dari warga Palestina dari distrik al-Nayrab serta bekas kamp pengungsi Handarat.

(12) Jaisyul Islam, milisi di jalur Gaza, lebih dekat dengan kelompok Salafi. Kelompok pembebasan Palestina ini sangat kecil.

(13) Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah (Gerakan Perlawanan Islam/Hamas), yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Yassin. Brigade Al-Qassam {(The Izz al-Din al Qassam IQB)} dan brigade Al-Quds (AQB) atau sayap militer Jihad Islam didirikan 1981 oleh Fathi Shaqaqi dan Abdul Al Aziz Awda di Gaza, berada dalam payung Hamas. Syeikh Yassin terbunuh, meninggal ketika sebuah helikopter tempur milik Zionis menembakkan 3 roket saat berada di kursi roda usai shalat Subuh di masjid, 22 Maret 2004.

Hamas pada Pemilu 2007 menang 80%. Gaza langsung diblokade; darat, laut, udara dll, yang sampai saat ini sudah mencapai 11 tahun lamanya. Reaksi Israel dan Amerika Serikat (AS) atas kemenangan Pemilu tersebut, langsung menggagalkan Pemilu yang dimenangkan Hamas dan diberikannya ke Fatah (PLO). AS memasukan Hamas dalam daftar gerakan teroris. (Hidayatullah.com, Sabtu, 15 Mei 2021 – 14:00 WIB dan berbagai sumber referensi).

Pertikaian Palestina tersebut dikarenakan ada pusaran arus besar dalam dua kutub yang tak bisa terbantahkan keniscayaannya, yaitu, gerakan yang dianggap kooperatif atau dianggap kompromistis melawan Zionis Israel; PLO di bawah Aser Arafat, dan gerakan non kooperatif  atau tanpa kompromistis; direpresentasikan oleh Hamas.

Semua faksi sesungguhnya melakukan perlawanan terhadap Zionis Isreal untuk Pelestina merdeka dan berdaulat, tetapi batu kerikil, duri dalam dagingnya adalah di luar Hamas distigmatisasi sekuler. Hamas ingin mewujudkan Palestina merdeka dan berdaulat sebagai negara Agama (Islam); Khilafah Minhajin ‘ala Nubuwwah.

Sistem negara khilafah itu dipahami sebagai ancaman dunia bagi negara-negara yang tidak menganut negara agama, dan negara-negara mayoritas berpenduduk muslim sendiri juga belum tentu sepakat atas tafsir Khilafah Minhajin ‘ala Nubuwwah sebagai basis bernegara.

Pertikaian antarfaksi dan atau milisi itu mungkin juga tidak pernah berhenti, sehingga hanya menghabiskan waktu dan energi untuk perebutan kekuasaan kepemimpinan di Palestina. Upaya diplomasi untuk mendapatkan kepercayaan dunia internasional terabaikan. Perjalanan waktu yang tersita puluhan tahun itu menjadikan Palestina sebagai negara merdeka dan yang berdaulat menjadi terlunta-lunta.

Ideologi Hamas dengan negara agamanya tersebut menjadikan dunia internasional tetap menaruh kecurigaan dan ketidakpercayaan untuk bisa mengakhiri konflik baik yang terjadi dikemudian hari di negeri Palestinanya sendiri maupun konflik dengan Israel, apalagi Zionis terus menerus mengagresi Palestina untuk memperluas wilayah pemukimannya atas dasar Aliyah sebagai panggilan jiwa dari nenek moyangnya, yang kemudian dibangun juga dibangun dan dibakar dengan sentimen agama; janji Tuhan tidak bisa dibatalkan.

Oleh karena itu, pengakuan dunia untuk menjadikan negara Palestina merdeka dan berdaulat menjadi terkendala, karena fakta dalam Palestina sendiri terus bertikai, sehingga pengakuan dunia internasional akan negara Palestina merdeka menjadi ragu dan atau belum mau mengakuinya sebagai Palestina sebagai Negara merdeka dan berdaulat. Palestina dengan Hamasnya akan terus menghantui dunia internasional sebagai ancaman, karena distigmatisasi sebagai Palestina terorisme.

Upaya meyakinkan dunia internasional pun menjadi tidak optimal, karena pertikaian dalam tubuhnya sendiri, belum lagi Hamas distigmatisasi sebagai teroris dan tak mau kompromistis menghadapi Zionis Israel dengan alasan apapun, kecuali Israel harus menggembalikan wilayah pendudukannya, terutama kota suci Islam ketiga, yaitu Yerusalem atas keberadaan Al-Aqsa dan Al-Quds.

Potensi pertikaian kekuasaan di dalam tubuh Palestina jika menjadi dan atau diakui dunia internasional sebagai Negara Palestina merdeka dan berdaulat, tetap terbuka lebar. Hal ini dikarenakan di luar faksi Hamas adalah sekuler. Hamas bertujuan membentuk Negara Agama, dengan perkataan lain, berideologi atau berbasis sistem Khilafah ‘Ala Minhaj(in) Nubuwwah.

Paham sekuler ditolak secara tegas oleh Hamas. Bahkan secara ektrim politik dikatakan harus dilenyapkan jika tidak sepakat dengan Palestina sebagai negara agama yang berbasis Islam yang harus diformalkan dalam bentuk konstitusionalnya; de jure dan de factonya.

Hamas dalam menghadapi Zionis Israel, tidak semata-mata harus merebut kembali wilayah yang dicaplok dalam perang 1967. Hamas juga tidak saja memperjuangkan kemerdekaannya, Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, tetapi perang melawan Zionis juga dipahami sebagai perang atas nama agama (jihad fisabillah).

Hamas harus melawan tidak saja Zionis Israel tapi juga Yahudi-Kristen-Nasrani. Di sisi lain, Israel juga sama, sentimen agama dijadikan dalil oleh sebagian para agamawan baik Yahudi, Kristen-Nasrani sebagai perang agama yang mendalilkan “janji Tuhan tidak bisa dibatalkan” jika kita menyimak video yang diunggah di Medsos.

Genderang perang dingin ideologi dan teologis terus ditabuh; perang wacana, perang doktrin dan perang brainwashing, dengan mendalilkan keyakinan agamanya berdasarkan doktrin dari para penafsir masing-masing agama. Pastilah hal itu bagaikan minyak dengan air, tidak akan bisa bersenyawa. Hukum persenyawaan berbicara lain, yang endingnya hanya menyiram bensin di padang rumput kering. Bukan menyelesaikan konflik dan bukan pula mencari jalan lain untuk menuju takdir sosial lain keluar dari peperangan.

Hamas kini tidak saja harus berperang dan bertempur melawan Zionis Israel, tetapi sekaligus juga harus menghadapi gempuran dari ISIS Suriah. Lagi-lagi, konflik ISIS Suriah dengan Hamas pun dipahami dalam doktrin dan tafsir dalam konteks agama dari para penafsir masing-masing.

Negara-Negara Arab

Posisi Zionis Israel sangat percaya diri, karena kini semakin kuat yang bukan saja dikarenakan di belakangnya ada AS. Sudan tentu, sejak Israel menyatakan dirinya sebagai Negara merdeka dan berdaulat pada 14 Mei 1948, AS ada di belakangnya, menjadi penopang utamanya. AS tetap konsisten berpihak kepada Israel, apalagi ada proyek kerjasama pengembangan persenjataan dan teknologi mutakhir dengan Israel.

Kita tahu, AS mempunyai hak veto di Majelis DK PBB (Kewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa). Posisi AS tersebut menjadi penentu atas kebijakan resolusi Majelis Umum PBB dalam menyelesaikan konflik atau peperangan Palestina-Israel. Secara logika dan akal waras, tidaklah mungkin AS tidak berpihak kepada Israel, terlebih AS sudah bisa mengendalikan negara-negara Arab.

Yang menyulut konflik berdarah-darah yang membara sekarang ini, karena AS menyokong penuh perpindahan Ibu Kota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Padahal, Yerusalem itu harus dipahami sebagai tempat (kota) suci segi tiga agama, yaitu Islam dengan Al Aqshanya, Gereja dengan Kristiani-Nasraninya dan Tempok Ratapan dengan Yahudinya. Bukan AS meng-de-facto-kan Yerusalem sebagai kota suci tiga agama  kepada Zionis Israel.

Seharusnya secara de jure dan de facto diserahkan kepada Palestina, dan sebagai kota suci tiga agama yang dalam pelaksanaannya jika Palestina dengan Hamasnya tidak bisa menerapakan dan atau melaksanakan “lakum dinukum waliyadin” sebagai kota suci bagi agama-agama yang ada, maka dalam de facto, pelaksanaan kehidupan dan peribadatan dibawah pengawasan dan status hukum internasional untuk bisa hidup berdampingan dengan keragaman agama dan keyakinannya masing-masing. Jika AS mau jujur dan netral, atau bisa memahami dengan baik dan benar atas persoalan kemanusiaan yang pada akhirnya melahirkan kejahatan kemanusiaan yang sangat tidak beradab. Bukan AS malah mengeksploitasi konflik Palestina dan Israel.

Pilihan yang menjadi keharusan untuk menjaga kedamaian Yerusalem adalah bisa saja dipkasakan berdasarkan hukum internasional atas dasar HAM (Hak Azasi Manusia) di bawah pengawasan DK PBB bahwa semua pemeluk agama dijamin kebebasan beragamanya untuk melakukan peribadatan berdasarkan keyakinan agamanya masing-masing di kota suci Yerusalem, karena Israel sendiri juga banyak agama atau keyakinan. Statistik 2005, agama Yahudi 76,2%, Muslim 16,1%, Kristien-Nasrani 2,1%, Druz 1,6%, 4,0% sisanya adalah kepercayaan lain yang dianut oleh warga Israel. Tidak semua Yahudi setuju dengan apa yang dilakukan Zionis Israel terhadap Palestina, karena mereka juga paham dengan HAM.

Palestina pada akhirnya, maju kena mundur pun kena, kini menghadapi negara-negara Liga Arab yang mendua terhadap Israel. Posisi Palestina semakin terjepit untuk mendapatkan dukungan dari kalangan negara-negara Arab atau Timur Tengah secara penuh.

Turki dan Iran masih konsisten untuk berpihak kepada Palestina melawan Israel atau untuk Negara Palestina merdeka dan berdaulat. Tetapi, Iran sendiri juga ditolak oleh nagera-negara Arab, karena dianggap negara Syiah, teologi Syiah tidak diakui sebagai Islam, sehingga tidak diakui sebagai negara mayoritas muslim.

Iran merupakan negara satu-satunya di kawasan jazirah Arab yang harus dikatakan bangsanya mempunyai kecerdasan makro, negaranya mampu mengembangkan teknologi tinggi dan mampu memproduksi persenjataan mutakhir, seperti senjata biologis dan nuklir, yang tidak kalah dengan Israel dan AS.

Negara-negara Arab lainnya tidak mempunyai kecerdasan makro dalam kemampuan teknologi atau memproduksi rancang bangun teknologi persenjataan mutakhir. Kekuatan persenjataannya sangat bergantung pada negara lain. Sebagai negara kaya (raya) bisa membeli persenjataan jenis apapun yang diinginkannya. Sekalipun itu akan kedodoran dalam menghadapi perang terbuka melawan Zionis Israel. Jika ini terjadi, empiris sejaragh perang 1967akan berualang dan menjadi fakta sejarah dikemudian hari berikutnya.

Negara-negara Arab atau Kawasan Teluk dininabobokan oleh kekayaan minyaknya, hingga kini masih tertidur pulas, kecuali suka bertikai dengan sesama suadaranya sendiri se-Kawasan Timur Tengah. Hal ini juga salah satu problem utamanya, di samping warga bangsa Kawasan Timur Tengah dalam wawasan kebangsaannya untuk bisa bergaul dengan dunia internasional, kemudian yang menjadi pilihanya adalah kehidupan berbangsa dan bernegara dalam alam demokrasi. Penyesuaian kehidupan dan peradaban tersebut tidak gampang, karena daya kejut tersebut bisa menimbulkan konflik banyak kepentingan politiknya, jika monarki, otoritarianisme atau aristokrasi tidak lagi menjadi pilihanya, sekalipun negaranya berbasis agama.

Islam itu sesungguhnya lebih sangat demokratis dan lebih menjamin demokratisasi dibanding demokrasi itu sendiri yang kita lihat dalam praktik kenegaraan dan bernegara di semua negara, jika dipahami dengan benar. Pluralisme bukan ancaman bagi Islam.

Raja Mohammed (MBS) bin Salman bin Abdul Aziz Al Saud membaca fenomena global kebangsaan dan pergaulan dunia global tersebu. Arab Saudi kemudian membuka kran monarkinya ke alam demokrasi untuk mejaga kejatuhan kerajaan dan tahtanya. Menjadi monarki modern yang berupaya beradaptasi dengan kehidupan demokrasi.

Di negeri kita, justru ingin berbalik arah, berputar haluan, kini lebih dekat dengan otoritarianisme, makin menjauhkan diri republik dan demokrasi, yang demikian justru akan menjadi sumber konflik wawasan kebangsaan dan konflik kebangsaan itu sendiri menuju jurang bencana sebagai bangsa dan negara.

Iran, Irak dan Libya bangsanya mampu memproduksi persenjataan mutakhir seperti nuklir dan senjata biologis yang sangat ditakutkan AS dan Israel maupun negara-negara yang menganggap dirinya adidaya seperti Rusia (Sovyet) dan China. Sayangnya, Irak di bawah Presiden Sadam Husen dan Libya di bawah Presiden Muammar Muhammad Abu Minyar Qadafi (lebih popular dengan Khadafi saja), negaranya menghabiskan waktu untuk mengorbankan rakyatnya berperang sesama bangsa Arabnya, Kawasan Teluk,  sehingga sama-sama menjadi abu, debu dan arang.

Irak berperang melawan Kuwait dan Iran. Libya perang suadara dengan NTC (National Transitional Council atau Dewan Transisi Nasional) sebuah gerakan demokratisasi yang dipengaruhi fenomena Arab Spring. Muammar Khadafi tewas oleh serbuan pasukan Nato-AS yang membombardir Libya. Sadam Husein terkepung juga oleh serbuan pasukan AS, dan tertangkap, dan digantung oleh penguasa negaranya sendiri.  Negara-negara Kawasan Arab atau Teluk menjadi bangsa yang lumpuh atas kecerdasannya, karena terlena dengan kekayaan minyaknya, sehingga jika berhadapan dengan Zionis Israel dalam perang terbuka, pastilah akan kocar kacir.

Perang 1967 (5-10 Juni 1967), Israel dengan waktu singkat, hanya 6 hari mampu melumat Kawasan Teluk, seperti Mesir (waktu itu namanya Republik Arab Bersatu), Syria, Yordania dan Irak yang didukung PLO (Palestina) dan Lebanon. Israel mencaplok  wilayah Jalur Gaza dan Semenanjung Sinar dari Mesir, Wilayah Tepi Barat (Yerusalem Timur) dari Yordania, dan Daratan Tinggi Golan dari Syria.

Pengalaman pahit tersebut tidak dijadikan pelajaran berharga buat negara-negara Arab dan atau negara-negara yang myoritas muslim, bagaimana untuk melawan Zionis Israel. Iran yang hingga kini mampu membuktikan kecerdasan bangsanya untuk melawan Israel dalam perimbangan kekuatan persenjataan mutkhir, tapi oleh negara-negara Arab lainnya dimusuhi lantaran Syah bukan Islam. Iran tidak masuk aliansi meliter dari 34 negara-negara mayoritas muslim yang dipimpin Arab Saudi.

Ke-34 nagara yang mayoritas muslim itu adalah Arab Saudi, Jordania, Uni Emirat Arab, Pakistan, Bahrain, Turki, Republik Benin, Bangladesh, Chad, Togo, Tunisia, Djibouti, Senegal, Sudan, Sierra Leone, Somalia, Gabon, Guenia, Palestina, Komoro, Qatar, Pantai Gading, Kuwait, Lebanon, Libya, Maladewa, Mali, Malaysia, Mesir, Maroko, Mauritania, Nigeria, Niger dan Yaman.

SPA, Kantor berita Arab Saudi tersebut mengatakan, bahwa 34 negara itu merupakan aliansi militer negara-negara Islam yang dibentuk dan dipimpin oleh Arab Saudi, dengan pusat operasi gabungan yang berbasis di Riyadh untuk mengkoordinasikan dan mendukung operasi militer, karena berkewajiban untuk melindungi negara Islam dari kejahatan semua kelompok teroris dan organisasi apapun sekte dan nama mereka yang mendatangkan kerusakan di muka bumi dan bertujuan untuk menteror orang tidak bersalah.

Jika Iran kemudian berpangku tangan atas agresi atau aneksasi Zionis Israel menggempur Palestina, yang terkena imbas dan dampaknya, mau tidak mau, adalah negara-negara Kawasan Timur Tengah itu sendiri. Inilah yang tidak disadari dan atau diabaikan oleh negara-negara Kawasan Timur Tengah dalam menghadapi Zionis Israel.

Fakta sejarahnya, perang Arab-Israel dimulai 1948, dan 1956 Israel menginvasi Semenanjung Sinai untuk membuka kembali Selat Tiran bagi industri pelayaran Israel yang ditutup oleh Mesir sejak 1950. Setelah 1956 negara-negara Kawasan Teluk tak henti-hentinya dilanda konfik kekuasaan (perang suadara), seperti Yaman, Syira, Lebanon, Somalia, Sudan, Aljazair, Tunisia dan lainnya.  Konflik perang suadara biasanya terjadi akibat adanya paham yang tajam bertolak belakang, yaitu sekulerisme dengan agama sebagai sebuah negara, dan itu sebagai pintu masuk dan daya dobrak Zionis Israel terus menerus memperluas pemukimannya dan memelihara irama konfliknya.

Pemicu lainnya, disebut-sebut akibat fenomena Arab Spring. Rakyat Arab menyebutnya al-Tsaurat al-Arabiyah; revolusi yang mengubah tatanan kehidupan sosial politik menuju pemerintahan yang ideal. Demokrasi lebih menjadi pilihan, ketimbang sistem tatanan lainnya. Ruh Arab Spring menjalar dan berhembus kemana-mana di Kawasan Timur Tengah, adalah meruntuhkan rezim penguasa otoritarianisme dan ketidakadilan. Ternyata pengaruhnya makin meluas dan hampir tak bisa terbendung, dan memang sejarah akan mengatakan, tidak akan bisa dibendung, tinggal nunggu waktu jika otoritarianisme dan ketidakadilan terus dipelihara untuk tahta kekuasaan.

Dalam Jurnal Agama dan Demokrasi, Muhammad Fakhry Ghafur dalam analisinya, bahwa munculnya kekuatan politik Islam di Tunisia, Mesir dan Libya pada tahun 2014 imbas dari fenomena Arab Spring; disebabkan oleh krisis politik, ekonomi dan pemerintahan di beberapa negara Timur Tengah. Faktor yang melatarbelakangi dikatakannya: (1) Rezim otoriter yang berlangsung selama puluhan tahun di negara-negara Timur Tengah. (2) Tingginya tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi di negara-negara Timur Tengah. (3) Keinginan masyarakat Arab untuk memperbaiki sistem sosial, politik, ekonomi dan pemerintahan. (5) Kemunduran dalam hak-hak politik dan kebebasan sipil di beberapa negara Timur Tengah.

Disadari atau tidak, Arab Spring juga menyala di Palestina, belum lagi kemungkinan besar adanya sikap medua negara-negara Arab untuk dukungannya terhadap Palestina. Hal itu disebabkan negara-negara Kawasan Timur Tengah juga menjalin kerjasama perekonomian dengan Israel, sehingga ghirohnya akan berbeda dengan sebelumnya.

Mesir dengan Israel, kerjasama dalam industri gas alam. Perusahaan energi Israel Delek Drilling memasok gas alam ke Mesir dalam waktu 10 tahun sebesar 65 milyar kubik meter gas ke perusahaan Mesir Dolphinus Holdings. Mesir adalah negara pertama Arab yang berdamai dengan Israel tahun 1979.

Arab Saudi, sekalipun belum secara resmi menandatangani  normalisasi dengan Israel, kini Arab Saudi telah mengizinkan penerbangan Israel menggunakan wilayah udaranya. Yordania dengan Israel menandatangai perjanjian damai  26/10/1994 untuk mengakhiri perang selama 46 tahun. Kerjasama ekonomi dalam bidang Perdagangan, Parawisata, Jaringan Transpoortasi, Sumber Daya Air dan Perlindungan Lingkungan.

Maroko menormalisasi dengan Israel. karena AS mengakui kedaulatan Maroko atas seluruh wilayah Sahara Barat, sebuah teritori di bagian Barat Laut Afrika yang disengketakan selama puluhan tahun oleh Maoroko dan Front Polisario yang didukung Aljazair yang ingin medirikan negara merdeka di wilayah itu. Maroko menjalin kerjasama dengan Irsael dalam bidang Tekstil, Industri Makanan, Penelitian Terapan di Industri, Teknologi Hijau dan Energi terbarukan.

Bahrain menjalin kerjasama dengan Israel dalam bidang Parawisata. Uni Emirat Arab (UEA) menormalisasi hubungannya dengan Israel pada Kamis, 13/8/2020. Hubungan damai itu dimulai pada tahun 1993 dan baru dilaksanakan tahun 2002. Kerjasama ekonomi dalam bidang Penerbangan, Perlindungan Investasi, Sain dan Teknologi.

Sudan menormalisasi hubungan dengan Israel, karena Presiden AS waktu, Donal Trump menjanjikan Sudan dikeluarkan dari daftar hitam teroris yang tercatat sejak tahun 1993 dengan tuduhan Presiden Omar Al-Bashir mendukung Al-Qaeda dan menampung Osama bin Laden. Amerika membuka blokir bantuan ekonomi dan investasi.

Penyelesaian Konflik

Gerakan bawah tanah Zionis Israel dikenal sebagai Aliyah Bet, yang bertujuan untuk membawa orang-orang Yahudi ke Palestina untuk memperluas pemukimannya. Sejarah Israel mengatakan, pendirian negara modern Israel berakar dari konsep Tanah Israel (Eretz Yisrael), sebuah konsep pusat Yudaisme sejak zaman kuno, yang juga merupakan pusat wilayah Kerajaan Yehuda kuno. Theodor Herzl adalah penggagas Negara Yahudi, pada tahun 1901.

Tahun 1896, Herzl menerbitkan buku Der Judenstaat (Negara Yahudi), visinya tentang negara masa depan Yahudi; tahun berikutnya kemudian menjadi Ketua Kongres Zionis Sedunia pertama. David Ben-Gurrion  memproklamasikan kemerdekaan Israel dari Britania Raya pada 14 Mei 1948 di bawah potret Theodor Herzl.

Menjadi absurd jika kita mau menyelesaikan konflik dan peperangan Palestina dan Zionis Israel dalam konteks dan perspektif  perang antaragama, Hamas dengan Islamnya dan Israel dengan Yahudi- Kristen-Nasraninya.

Yang Yahudi mengatakan: Aliyah (kembali dari pengusiran; Aliyah Pertama hingga ke-5), Nasrani-Kristen mengatakan: Jangan Mengutuk Bangsa Israel, Janji Tuhan Tidak Bisa Dibatalkan (Bible; Yeremia: 33:20, Pasal Bilangan 23 ayat 23. Tertulis pada Kejadian pasal 27 ayat 29).

Jika seperti itu mendalikannya, Hamas pun mempertegas dengan ayat-ayat Tuhan antara lain: Dan kami beri keputusan kepada Bani Israil dalam Al-Kitab: Sungguh, dua kali kamu akan berbuat kerusakan di muka bumi, dan kamu pasti akan merasa sombong dengan kesombongan yang besar (QS. Al-Isra: 4).

Maka apabila tiba yang pertama dari kedua keputusan itu, Kami utus kepadamu hamba-hamba Kami dengan kekuatan yang dahsyat. Mereka menggeledah dan merusak bagian-bagian yang paling dalam dari rumah-rumahmu, dan keputusan itu telah dilaksanakan (Ibid: 5).

Kemudian Kami beri kamu lagi giliran melawan mereka. dan Kami bantu kamu dengan harta kekayaan dan putera-putera. Dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar (Ibid: 6).

Jika kamu berbuat baik, kamu berbuat kebaikan untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, (kamu melakukan kejahatan) terhadap dirimu sendiri, maka jika datang (waktu) keputusan kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk memuramkan wajah-wajahmu, dan memasuksi masjid (Al-Aqsa) sebagaimana mereka memasukinya pertama kali, dan mereka membinasakan segala yang jatuh ke tangannya habis-habisan (Ibid: 7).

Semoga Tuhanmu merahmatimu, tapi jika kamu kembali berbuat kejahatan, kami pun kembali (memberi azab), dan kami jadikan jahanam penjara bagi orang tiada beriman (Ibid: 8).

Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak (QS. Ibrahim: 42).

“Akan senantiasa ada segolongan umatku yang tegak memperjuangkan kebenaran, dan mereka tidak akan terpengaruh dengan orang-orang yang memusuhi dan memerangi mereka.”  “Ketika Rosulullah SAW ditanya oleh sahabatnya tentang siapa mereka itu? Maka Rosulullah menjawab: “Di sekitar masjid Al-Aqsa.” (HR. Muslim).

Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi  (QS. Al-Maaidah: 21).

Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allahlah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi;  disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Ibid: 40).

Jika semua yang bertikai dan berperang tetap berpegang teguh pada tafsir subyektifitas kepentingan kekuasaan pada masing-masing ayat-ayat Tuhan yang pernah diturunkan secara periodik yang mengabaikan periodenisasi kenabian, maka hanya jalan buntu yang ditemui. Berarti harus Tuhan sendiri yang akan mengambil sikap dan memutuskan kapan perang bisa berakhir.

Lantas bagaimana kita harus memberikan jawaban bahwa Tuhan telah menganugerahkan akal budi bagi manusia, agar kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari semua peristiwa dari orang-orang atau zaman terdahulu, dan Tuhan akan meninggikan derajat orang-orang yang (mau) berfikir.

Konflik dan perang itu urusan dan tanggungjawab manusia semata. Jika mau berfikir untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi seperti yang Tuhan jelaskan dalam ayat-ayat-Nya, maka konflik dan perang bisa diakhiri, kemudian bisa hidup damai berdampingan, karena agamu adalah urusanmu dan bukan urusanku, dan agamaku adalah urusanku dan bukan urusanmu. Kebenaran agama tidak bisa ditakar dengan kebenaran masing-masing agama dalam banyak hal, tetapi ada banyak hal juga semua agama bicara hal yang sama dalam hal kebenaran.

Mengapa kita kemudian tidak mau berfikir, sehingga kita membuat kerusakan di bumi bumi? Tafsir subyektifitas itu terus menyelinap pada tafsir denotatif dan konotatif. Sebaliknya, yang konotatif sembunyi dalam makna denotatif, sehingga akan berlanjut terus menjadi bara konfrontatif tiada akhir, seperti halnya Hamas dan Zionis Israel, memahaminya sebagai perang suci. Maka untuk penyelesaian konflik dan peperangan Palestina dan Israel harus keluar dari perspektif tafsir subyektifitas keagamaan yang tersembunyi dibalik kata denotatif dan konotatif.

Pertanyaannya adalah apakah agama menjadi masalah? Respon terhadap pertanyaan itu datang dari berbagai arah, dari masyarakat religius dan non religius sekaligus. Sangat bergantung pada bagaimana orang itu memahami agama. Kemungkinan bahwa semangat keagamaan akan menghasut atau akan menjadi katalis kehancuran yang tak terperi bukanlah sesuatu yang dibuat-buat. Sejarah menunjukkan bahwa sejumlah pemimpin atau komunitas yang dimotivasi oleh semangat keagamaan dapat, dan bahkan ingin, melakukan tindak kekerasan dan teror atas nama Tuhan atau keyakinan mereka (Charles Kimball: When Riligion Becomes Evil). Palestina dan Israel berada dalam pusaran apa yang dikatakan Charles Kimball.

Jika dalam penyelesaian konflik dan peperangan Palestina dan Zionis Israel berpijak pada kebenaran agamanya masing-masing yang dianggap absolut, maka tidak akan menemukan jalan tengah untuk hidup saling berdampingan antarwarga negara.

Untuk menguji kebenaran masing-masing agama dengan jalan perang, hanya Tuhan (Allah SWT) yang akan bicara; siapa yang akan jadi abu dan siapa yang akan jadi arang, dan berarti kita harus membiarkan pertumpahan darah di muka bumi. Logika dan akal waras harus kita kubur hidup-hidup dan harus kita kubur dalam-dalam.

Pertanyaannya adalah benarkah Tuhan akan rela dan merelakan pertumpahan darah di muka bumi? Tentu tidak, jika logika dan aka waras kita mampu membaca tanda-tanda dan kemauan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Yang secara tegas dijelaskan dalam masing-masing agama, jika kita mau jujur.

Tuhan tiada akan terhalang untuk membinasakan umat manusia, karena Dia Maha Kuasa atas semesta alam, tetapi, jika itu yang dikehendaki Tuhan, untuk apa Tuhan menganugerahkan akal budi pada kita? Tentu, agar kita mau berfikir. Agar kita tidak membuat kerusakan di muka bumi apalagi saling berbunuhan sesamanya. Hanya bagi orang-orang yang dungu dan tamak kekuasaan saja yang menghendaki pertumpahan darah atau kerusakan di muka bumi ini.

Untuk itu, dalam penyelesaian konflik dan perang antara palestina dengan Zionis Israel, maka negara-negara di dunia dan DK PBB harus bisa membuat keputusan bersama dan harus bisa memaksa kedua negara; Palestina dan Israel untuk mematuhi hukum internasional, dan jika dikeumdian hari dilanggar, maka harus juga ada sikap dan tindakan yang tegas.

Konflik dan peperangan Palestina dan Zionis Israel harus dikeluarkan dari krangkeng peham keagamaan atau perang antaragama. Kemudian menuju kebenaran dan keadilan penyelesaian masalah sengketa wilayah, dalam mewujudkan dan atau mengakuai Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat. Sebaliknya, Israel sebagai negara merdeka dan berdaulat, sehingga persoalannya hanya batas territorial ke dua negara, yaitu Negara Palestina merdeka dan berdaulat dan Negara Israel merdeka dan berdaulat.

Negara-negara di dunia atau dunia internasional bersama-sama DK PBB harus sepakat untuk mengakui kemerdekaan bagi kedua negara, Palestina sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat dan Israel juga sebagai negara yang merdeka dan berdaulat sebagai pilihan satu-satunya untuk menyelesaikan Palestina dan Israel keluar dari konflik dan peperangan sepanjang zaman.

Pengakuan yang sama atas kedua negara sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat menjadi keharusan dan keniscayaan sikap dan tindakan dunia internasional jika sungguh-sungguh mewujudkan perdamaian dunia dan menghentikan konflik dan perang Palestina dan Israel.

AS tidak bisa bersikap memihak Israel jika mau mewujudkan kemerdekaan bagi Palestina dan Isreal, dan AS harus melepaskan hak vetonya di DK. PBB dalam penyelesaian Palestina dan Israel, sehingga AS benar-benar bisa membuktikan dan menerapkan secara konsekuen dan konsisten dalam hal Demokrasi dan HAM, dan bahwa kemerdekaan itu adalah hak bagi setiap bangsa sebagai perwujudan dari manifestasi konkret atas demokrasi dan HAM itu sendiri, karena, konon AS menjungjung tinggi martabat demokrasi dan HAM.

Jika AS tetap memainkan hak vetonya karena keberpihakan kepada Israel, maka, sesungguhnya ada apa dibalik motif konflik Palestina dan Israel, jika tidak sedang memainkan kartel politik ekonomin; perdangan senjata yang dikemas dengan postulat-postulat perundingan damai dan HAM di Timur Tengah.

Jika AS kemudian masih menggunakan hak vetonya pada kesepakatan dan keputusan DK PBB untuk tidak mengakaui kemerdekaan Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat hanya karena Hamas masuk daftar teroris, maka konflik dan peperangan Palestina dan Israel tersebut merupakan skenario atau drama politik untuk kepentingan perdagangan senjata yang nyata-nyata sengaja dijaga dan dipelihara untuk terus menerus berbunuhan dalam narasi konflik yang mempertontonkan nyawa-nyawa yang bergelimpangan.

Palestina bukan tunggal milik Hamas semata. Masih ada 12 faksi dan atau milisi di luar Hamas, dan jauh lebih banyak warga sipil Palestina. Hamas bukan potret absolut dari Palestina. Hamas hanya bagian dari warga Palestina yang juga memimpikan negaranya merdeka dan berdaulat untuk melawan agresi Zinois Israel, agar Zionis Irsael tidak terus menerus mencaplok wilayah Palestina dengan cara terus menerus membangun pemukiman warganya. Hamas atau PLO atau yang lainnya ingin menghentikan aneksasi Zionis Israel terhadap wilayahnya, dan hendak menghentikan Zionis Israel sebagai agresor.

Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat atas eksistensi kedua negara tersebut; Palestina dan Israel, maka batas wilayah atau teritori antarkedua negara tersebut mutlak harus diselesaikan secara hukum internasional yang bersifat memaksa dan harus bisa melindungi atas wilayah sebagai sebuah negara dalam pengawasan DK PBB, karena Zionis Israel selalu melanggar Resolusi DK PBB yang telah disepakati seperti hal-hal yang sudah terjadi, seperti Perjanjian Cam David, Oslo dan lainnya.

Israel memproklamasikan diri sebagai (Medinat Yisrael) negara merdeka dan berdaulat pada 1948, maka pendudukan dan atau pencaplokan wilayah Palestina atas dasar perang 1967 yang meliputi Semenanjung Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur dan dataran Tinggi Golan harus dikembalikan ke Palestina sebagai tanah atau wilayah Palestina yang dicaplok Israel.

Israel juga harus mematuhi Resolusi DK. PBB 478 yang menyatakan bahwa Garis Hijau menjadi penanda batas antara wilayah administrasi Israel dengan wilayah pendudukan Israel. Batas wilayah Yerusalem diperluas dengan memasukkan wilayah Yerusalem Timur, sebuah undang-undang yang mengesahkan pemasukan wilayah ini kemudian ditetapkan penetapan oleh Israel, tidak sah dan melanggar hukum internasional.

Maka, Israel harus juga mengembalikan wilayah itu kepada Palestina, karena DK PBB secara tegas menyatakan bahwa inkorporasi Dataran Tinggi Golan dan Yerusalem Timur, tidak sah dan melanggar hukum internasional. Oleh karenanya DK. PBB juga menegaskan, bahwa wilayah-wilayah tersebut sebagai daerah pendudukan Israel.

Israel juga mengabaikan dan atau melanggar Resolusi DK PBB 242: agar Israel menarik mundur dari wilayah pendudukannya atas status Yerusalem Timur yang menjadi salah satu bagian yang tersulit dalam penyelesaian konflik dan perang Palestina dan Israel untuk langkah mewujudkan  perdamaian. Oleh sebab itu, dunia internasional harus sepakat bersikap dan bertindak untuk bisa mamaksa Israel untuk mengembalikan wilayah pendudukannya, termasuk Yerusalem Timur.

Palestina, mau tidak mau, jika Israel telah mengembalikan semua pendudukan wilayah Palestina atas dasar perang 1967, dimana Yerusalem kedudukannya menjadi kota suci bagi Islam dengan Al Aqsa-Al Quds (Baitul Maqdis), Yahudi dengan Tembok Ratapannya dan Kristen-Nasrani dengan Gerejanya, Palestina harus bisa hidup berdampingan sebagai warga dunia.

Alternatif lainnya, jika Palestina tidak bisa mewujudkan perdamaian dalam kedua negara yang telah mendapat pengakuan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat oleh dunia internasional, maka DK. PBB dan dunia internasional harus tegas pengakuannya terhadap Palestina sebagai negara yang (telah) merdeka, begitu juga dengan Israel merdeka dan berdaulat harus tertuang dalam hukum ienternasional, dan bahwa status Yerusalem sebagai Kota Suci tiga agama secara de jure dan de facto harus  menjadi wilayah kedaulatan Palestina, sekalipun  faktanya,  secara de facto kini  dikuasai Zionis Israel.

Maka, di bawah hukum internasional, Yerusalem sebagai Kota Suci bagi tiga agama besar, semua umat beragama tidak terhalang untuk menjalankan keyakinan agamanya masing-masing dengan damai dan tanpa ganguan apapun, karena agamamu adalah urusanmu, bukan urusanku, dan agamaku adalah urusanku, bukan urusanmu (lakum dinukum waliyadin). Cinta kasih dan damailah hidup, Islam adalah rahmatan lil ‘alamin bagi semesta alam. Islam tidak membenarkan darah mengalir dan atau saling berbunuhan tanpa sebab kebenaran yang sungguh-sungguh benar. Agama dalam makna Tuhan yang sesungguhnya adalah melarang umat manusia membuat kerusakan di muka bumi. ***

Penulis adalah Penyair, Peneliti sekaligus Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) dan Accountant Freelance, tinggal di Singaraja. Kontak: 0819 3116 4563. Email: jurnalepkspd@gmail.com

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles