Jakarta, Demokratis
Melani Leimena Suharli anak mendiang Wakil Perdana Menteri J Leimena peserta Sumpah Pemuda 1928 dan pejabat penting saat pengembalian Papua di tahun 1962, meminta kepada pemerintah agar menyelesaikan masalah masyarakat Papua terlebih dahulu daripada membahas pemindahan ibukota Jakarta ke Kalimantan Timur.
“Papua jangan sampai lepas,” tandas Melani Leimena Suharli anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat di Jakarta, Kamis (29/8/2019).
Urusan pindah ibukota itu, urusan nanti, katanya lagi, sekarang yang lebih penting adalah dibereskan terlebih dahulu persoalan yang memicu demo di Papua.
“Sebagai anggota DPR dari Dapil Jakarta II, buat saya pindah ibukota baru cuma hanya wacana yang masih harus dikaji kembali lebih jauh lagi untuk memindahkan ibukota dari Jakarta,” katanya.
Apalagi sampai akan menggelar pemilihan walikota di Jakarta setelah tidak lagi menjadi daerah kusus ibu kota. “Itu agenda yang masih jauh,” paparnya.
Sebelumnya Firman Soebagyo Wakil Ketua Badan Legislasi DPR menyatakan tidak menolak ibukota pindah ke Kalimantan Timur dan otomatis Jakarta akan menjadi kota bisnis dan perdagangan. Namun demikian hingga sampai sekarang RUU Ibukota baru di Kaltim belum diusulkan oleh pemerintah kepada DPR.
“Saya minta RUU inisiatif ini yang mengusulkan perpindahan ibukota yang baru, datangnya dari RUU inisiatif dari pemerintah. Diusulkan lebih cepat, akan lebih baik dibahas dengan DPR,” paparnya.
“Untuk diketahui DPR akan bisa membahas lebih cepat jika RUU-nya dianggap penting oleh pemerintah, tidak harus sampai menunggu pada tahun 2024,” imbuhnya.
Konsekuensi atas lahirnya UU ibukota yang baru nanti, maka Propinsi Jakarta tidak lagi menjadi daerah kusus ibukota atau sama dengan propinsi lainnya.
Selain harus menggelar pemilihan gubenur juga harus menggelar pemilihan walikota dan pemilihan bupati dalam tahun 2020.
“Saya usulkan untuk ibukota baru nanti karena berada antara Kabupaten Penajam dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Pemerintah agar membentuk daerah baru kota administratif saja, yang kepala daerahnya ditunjuk untuk mencegah konflik kewenangan dan konflik kepentingan,” kata Firman.
Isunya 11 Anggota DPR dikabarkan menguasai 11 kapling tanah puluhan hektar di ibukota baru di Kaltim. Mereka sepakat untuk menyerahkan tanahnya kepada pemerintah asal harganya cocok. (Erwin Kurai)