Jakarta, Demokratis
Kontroversi kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) untuk bangunan-bangun di Pulau C dan D, pulau hasil reklamasi oleh PT Kapuk Naga Indah (KNI) di Teluk Jakarta, bakal memasuki ranah hukum.
Pasalnya, Presidium Rakyat Nusantara (PRN) berencana melaporkan Anies ke KPK dan Bareskrim Mabes Polri atas kebijakannya itu.
“Kami menduga ada konspirasi antara Gubernur dengan pengusaha, ada suap dan lain-lain dalam penertiban IMB itu, karena itu akan kita laporkan ke KPK dan Bareskrim Polri,” kata Ketua Umum PRN, Cary Greant, saat audiensi dengan Komisi A DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (13/8).
Dalam rilis yang disebarkan kepada media, PRN mengungkap kalau indikasi adanya konspirasi dan suap tersebut terlihat dari kebijakan Anies yang membingungkan dalam penerbitan IMB itu, dan akhirnya menjadi polemik.
Kebingungan publik bermula ketika pada 7 Juni 2018 Anies menyegel Pulau C dan D dengan alasan karena melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2014, Perda Nomor 7 Tahun 2010 dan Pergub Nomor 128 Tahun 2012, karena bangunan di Pulau D tidak ber-IMB, dan IMB baru dapat diterbitkan jika Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) telah disahkan.
“Namun setahun berselang Anies menunjukkan sikap inkonsisten dengan menerbitkan 932 IMB di Pulau D hanya berdasarkan Pergub Nomor 206 Tahun 2016. Langkah Anies ini tentu saja menuai protes, karena penerbitan IMB itu tidak sesuai prosedur karena Raperda RZWP3K belum disahkan. Begitupula dengan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Bahkan kedua Raperda itu telah dicabut Anies dari DPRD dengan alasan untuk direvisi, dan sampai sekarang belum dikembalikan ke dewan,” katanya.
Anies kembali dinilai inkonsisten ketika pada 23 Juni 2019 di Hotel Grand Sahid, Anies menyebut lahan hasil reklamasi bukan pulau, melainkan daratan Jakarta dan menjadi satu kesatuan wilayah Pulau Jawa, sehingga tidak bisa disebut pulau.
“Pada November 2018 Anies mengubah nama tiga Pulau C, D dan G menjadi Kawasan Pantai Kita, Kawasan Pantai Maju dan Kawasan Pantai Bersama, sehingga menurut Anies, penataan lahan reklamasi tidak masuk Raperda Zonasi Pulau. Pernyataan Anies ini diperkuat Sekda DKI Jakarta Saefullah bahwa reklamasi masuk kategori lahan daratan, tak butuh Perda,” kata PRN lagi.
Atas dasar kedua pernyataan ini, PRN menduga ada indikasi penerbitan IMB Pulau D bukan berdasarkan Pergub Nomor 206 Tahun 2016, melainkan Perda Nomor 1 Tahun 2014 mengenai Rencana Detil Tata Ruang (RDTR).
“Artinya, jika merujuk pada Perda Nomor 1 Tahun 2014, maka Perda Zonasi pulau tidak diperlukan lagi,” tegasnya.
Selain berencana melaporkan Anies ke KPK dan Bareskrim Mabes Polri, LSM ini juga meminta agar Komisi A menggunakan hak interpelasi untuk meminta penjelasan kepada Anies tentang dasar aturan yang sah menerbitkan IMB untuk Pulau D, karena masyarakat belum mendapatkan penjelasan secara detil.
PRN menyesalkan karena selama ini DPRD diam saja meski mereka menilai Anies telah mengangkangi DPRD karena penerbitan IMB itu tidak didiskusikan dulu dengan dewan.
PRN mengingatkan, pernyataan Anies bahwa penataan lahan reklamasi tidak masuk Raperda Zonasi Pulau, berpotensi membuat Pemprov DKI kehilangan pendapatan asli daerah (PAD), karena ayat 11 Raperda RZWP3K mengatur tentang kontribusi pengembang pulau reklamasi kepada Pemprov DKI sebesar 15% dari NJOP untuk membangun fasilitas sosial (Fasos) dan fasilitas umum (Fasum).
Menanggapi niat PRN melaporkan Anies, dipersilakan anggota Komisi A Jimmy Alexander Turangan karena menurut anggota Fraksi Gerindra tersebut, hal itu merupakan hak setiap warga negara. (Albert S)