Jakarta, Demokratis
Setahun yang lalu Profesor Hasjim Djalal guru besar Ilmu Kelautan ditanya oleh peserta diskusi Kalautan dan Pertahanan di Jakarta. Pertanyaan yang dilontarkan: “Mengapa banyak Ikan Paus yang terdampar akhir-akhir ini di Pantai Indonesia bagian Selatan?”
Pertanyaan yang sepele sekali ini sepertinya tidak ada kaitannya dengan pertahanan militer. Sebaliknya dengan dari analisa Hasjim Djalal malah ia menjawabnya dengan lugas dengan menggunakan pendekatan militer. “Kemungkinan pertahanan militer di wilayah laut dibobol Deploy Device Military,” katanya saat itu.
“Ikan paus itu ikan laut dalam sudah punya lintas alur tradisional sendiri di wilayah Indonesia,” dalih dan asumsinya.
Apabila kemudian lalu muncul ikan paus yang sesat sampai terdampar ke pantai di Jawa. Hasjim mengatakan, ikan paus termasuk binatang laut yang pintar yang punya sensor saat mengarungi lautan.
Dan untuk menjawab dari pertanyaan tadi, tambahnya lagi, kemungkinan paus sedang menghadapi ancaman dari sensor yang lain. “Kemungkinannya berasal dari Deploy Device Military karena cuma peralatan militer saja yang bisa menyesatkan sensor ikan paus sampai tak bisa kembali ke laut dalam lagi,” katanya, setelah itu diskusi berakhir begitu saja.
Setahun kemudian pada saat nelayan dari Selayar menemukan seaglider atau drone di Sulawesi Selatan, teori Hasjim Djalal yang berasal dari Minangkabau ini, akhirnya terbukti dan mengejutkan banyak kalangan hanya cuma dengan menggunakan teori hukum alam naluri ikan paus dengan ditemukannya seaglider oleh nelayan Selayar, belum lama ini.
Spionase
Ketua DPD Lanyala Mataliti mendesak pemerintah harus mengusut pemilik drone bawah laut yang ditemukan nelayan di perairan Selayar, Sulawesi Selatan.
“Saya mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai aktivitas mata-mata atau spionase dari negara lain,” ujar Ketua DPD Lanyala Mataliti di Jakarta, Senin (4/1/2021).
Ia malah minta dengan diketemukannya kapal nirawak atau drone di laut di Kabupaten Selayar agar tak disepelekan.
“Sebab, bahaya sekali jika ada potensi spionase dari drone yang belum teridentifikasi itu milik siapa,” tegasnya.
Drone mata-mata asing bawah laut ditemukan nelayan pada 26 Desember 2020 saat sedang memancing. Nelayan tersebut kemudian melaporkan kepada Babinsa dan drone tersebut akhirnya dibawa ke Koramil. Drone itu kemudian dibawa oleh pihak TNI AL untuk dilakukan penelitian.
Dari hasil penelitian TNI AL, diketahui drone di Selayar tersebut merupakan seaglider yang terbuat dari alumunium dengan dua sayap dan propeller serta antena belakang serta memiliki instrumen kamera.
Adapun dua sayap seaglider masing-masing berukuran 50 cm dengan panjang bodi 225 cm dan panjang propeller 18 cm, serta panjang antena 93 cm.
Lanyala sangat menggarisbawahi mengapa tidak terdeteksinya kepemilikan drone yang ditemukan nelayan di Selayar.
“Saya meminta pemerintah segera melakukan penyelidikan, apalagi drone ditemukan di jalur perairan tersibuk di Indonesia,” paparnya.
Sebelumnya ada dua drone pengintai lainnya yang ditemukan di dekat Selat Sunda dan wilayah Lombok.
“Khususnya drone yang ditemukan di Selayar malah tidak ditemukan ciri-ciri perusahaan dan negara asal pembuatnya. Di sini nanti harus ditelusuri dan diusut siapa pemilik sebenarnya,” kata Lanyala.
“Jikalau ini merupakan aktivitas pengintaian, Indonesia harus segera mengambil langkah,” tegasnya.
Selama ini seaglider banyak digunakan untuk keperluan survei atau pencarian data oseanografi di laut yang bisa diakses dari jarak jauh. Alat ini juga bisa digunakan untuk industri, maupun keperluan pertahanan.
Untuk industri, seaglider bisa digunakan mulai dari keperluan pengeboran minyak hingga mencari ikan. Sementara itu di bidang pertahanan, seaglider dapat digunakan untuk mendapatkan data-data militer, bahkan sebagai pembuka jalan kapal selam agar bisa mampu berlayar dengan tanpa ketahuan.
“Jika drone ini ternyata milik negara lain, Indonesia patut curiga adanya kegiatan mata-mata yang dilakukan asing,” ujar Lanyala.
Lanyala berharap, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi seyogyanya siap mengirimkan nota diplomatik keberatan Indonesia kepada negara pemilik seaglider itu nantinya.
Ia juga menyebut penemuan drone di bawah laut menjadi pekerjaan rumah untuk Kementerian Pertahanan dan meminta Menhan Prabowo Subianto untuk menjadikan temuan ini sebagai bentuk evaluasi terhadap sistem pertahanan Indonesia, khususnya di laut.
“Kemenhan harus segera memperbaiki dan meningkatkan sistem keamanan teritori baik itu di darat, laut, dan udara. Agar tidak ada lagi drone tak dikenal masuk di wilayah Indonesia,” katanya. (Erwin Kurai Bogori)