Pematangsiantar, Demokratis
Klaster ketenagakerjaan pada Omnibus Law UU Cipta Kerja paling banyak mendapat kritikan karena dinilai merugikan kaum pekerja atau buruh. Masalah ketenagakerjaan sebelumnya diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pihak buruh berpendapat hak-hak mereka dalam UU Ketenagakerjaan akan semakin berkurang jika UU Cipta Kerja Omnibus dijalankan.
Seperti yang terjadi di perusahan rokok raksasa PT STTC di Kota Pematangsiantar, Provinsi Sumatera Utara ini. Ternyata perusahaan rokok raksasa ini diduga banyak mengabaikan hak-hak para buruhnya, mulai dari tidak adanya lembur, cuti dan tidak dibolehkan libur walau sehari saja. Sudah seperti kerja paksa dan tidak mengindahkan UU Ketenagakerjaan.
Hal ini dikatakan Saut Simarmata (30), seorang BHL (buruh harian lepas) di perusahan rokok PT STTC. Saut sudah menjadi BHL selama lebih kurang 10 tahun, dan belum juga diangkat menjadi karyawan tetap di perusahaan itu.
“Saya mulai kerja dari 2010 sampai saat ini menjadi BHL security, namun berapa hari ini saya tidak masuk kerja, karena mau dimutasi ke bagian bengkel. Jadi saya tidak mau pindah, bang, karena skill dan keahlian saya tidak di bengkel,” ucap Saut kepada Demokratis, Minggu (24/1/2021).
Ditambahkannya lagi, “Kami ada sekitar 20 orang kurang lebih akan dimutasi untuk dipindahkan ke bagian bengkel pada tanggal 19 Januari 2021 kemarin. Jadi saya tidak mau, pada Jumat (22/01/2021) lalu saya tidak masuk. Namun dipaksa untuk menandatangani surat pengunduran diri bila tidak mau dimutasi. Mungkin diduga untuk mengelakkan uang pesangon, sehingga pihak perusahaan membuat modus mutasi ketempat yang bukan keahlian kami,” tambahnya.
“Bayangkanlah, bang, saya sudah menjadi BHL selama 10 tahun, namun sampai saat ini saya tidak ada membuat surat perjanjian kerja, apakah saya BHL PKWT atau PKWTT, bahkan kami tidak pernah menerima lembur bila lewat jam kerja. Tidak boleh libur, dan tidak pernah mendapatkan cuti. Selama 10 tahun saya bekerja, bila tidak masuk 1 hari saja langsung dipotong gaji, bila dalam seminggu 2 kali tidak masuk kerja langsung dipanggil untuk mendapat teguran. Padahal hak-hak kami sebagai buruh juga ada diatur dalam Undang-undang,” tuturnya lagi.
“Saya ingin mendapatkan hak saya sebagai buruh. Sampai saat ini semua BHL security akan dimutasi ke tempat yang bukan keahliannya. Inilah diduga modus perusahaan agar kami mau menandatangani surat pengunduran diri, agar perusahaan tidak membayar pesangon kami,” tutup Saut.
Saut berharap kepada pihak terkait dari Dinas Tenaga kerja Pemko Siantar agar segera memanggil pimpinan perusahaan PT STTC ini agar segera memenuhi hak-hak para buruh sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di NKRI.
Abeng, kepala bagian security PT STTC ketika dikonfirmasi, Minggu (24/01/2021) mengatakan, “Itu keliru. Saya tau siapa sumbernya. Datang saja ke kantor besok, saya lagi acara kemalangan di Tebing Tinggi.”
Sampai berita ini diturunkan, pimpinan perusahaan PT STTC dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Pemko Siantar belum berhasil dikonfirmasi untuk dimintai komentar dan keterangannya terkait modus PHK sepihak yang diduga dilakukan oleh perusahan PT STTC ini. (Albert/Red/Dem)