Selasa, Desember 10, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Historical Thinking

Historical maknanya sejarah. Thingking berkmana pelajaran. Historical thinking bermakna pelajaran dari sejarah.

Berpikir sejarah adalah kata ungkapan orang bijak. Yaitu mengambil contoh pada yang sudah, mengambil tuah pada yang menang. Satu ungkapan inspiratif yang dipakai banyak orang.

Merujuk pada kata kunci yaitu contoh pada yang sudah, artinya masa lampau. Lalu tuah yaitu keunggulan pada yang menang. Jadi kata masa lampau kata keungulan menjadi kunci.

Kata belajar itu dipengaruhi oleh kata masa lampau dan keunggulan atau tuah. Buat apa belajar pada yang kalah dan buat apa belajar sama yang tidak menang. Jadi kata belajar ditentukan oleh keunggiulan dan masa lampau.

Siapa yang belajar filsafat akan mengenal kata pragmatisme dan kata ini sangat familiar dengan kesimpulan di atas. Yakni yang penting tujuan. Bukan proses. Maka kebenaran sangat ditentukan oleh pragmatisme.

Seorang tokoh filsuf Immanuel Kant (1724-1804) yang menjadi ahli filsafat abad ke-19 di Eropa menyebut moral conduct. Katanya yaitu satu pemikiran kebenaran yang ada gunanya. Bukan kah kebenaran, jika kebenaran itu ada gunanya. Untuk apa gunanya kalah?

Sehingga ada kesimpulan bahwa makna pragmatisme menjadikan yang penting dalam kebenaran itu mencapai tujauan. Proses tidak terlalu perlu. Boleh ada, boleh tidak.

Juga diikuti oleh William James (1872-1910). Seperti tulisan Keech dkk dalam Individual In Society Teks Books A Sociology tahun 1966. Ia mengatakan bahwa emosi perasaan khayalan ketidakselarasan dengan pikiran manusia. Demikian William James seorang alumni psikologi Universitas Harvard Amerika.

Dua filsafat Barat tersebut di atas yakni Immanuel Kant dan William James kita menemukan dua pendapat bahwa pragmitisme itu tidak sempurna. Artinya perlu dikritisi.

Meskipun demikian karena itu adalah historical thinking, pikiran sejarah perlu diperhatikan. Perlu diteliti lebih lanjut. Sebab pikiran yang berbasis sejarah itu adalah fakta yang penting.

Negara yang besar adalah orang yang mengenal sejarahnya. Bangsa yang besar tidak boleh melupakan sejarah masa lalunya. Tanpa masa lalu tidak ada masa depan. Begitu kata Presiden pertama Indonesa Ir.  Soekarno. Kita dukung kata Soekarno tersebut. Kita ingin menjadi bangsa yang besar.

Sekali lagi pragmatisme adalah jalan pemikiran untuk menuju dunia sukses. Tanpa pragmitisme semua menjadi kesulitan untuk mencapai kemajuan.

Itulah historical thinking. Itulah berpikir sejarah. Yang harus disempurnakan oleh cara berpikir lain. Wallahu a’lam bishawab.

Jakarta, 27 Februari 2022

*) Masud HMN Doktor Dosen Paskasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta. e-mail: masud.riau@gmail.com

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles