Jakarta, Demokratis
Anggota Komisi IV DPR RI Doktor Hermanto mengatakan, kebutuhan kedelai impor dari Amerika Serikat untuk pengrajin tahu tempe diduga dipermainkan oleh kartel impor pangan. Karena selain diekspor ke Indonesia. Kedelai ekspor dari AS, juga dijual ke China.
“Sedang masalah kita yang tidak kunjung selesai terkait kedelai lokal atau dalam negeri adalah soal efisiensi produksi di lahan cuma 0,25 hektar yang kebanyakan dimiliki oleh petani kecil dan buruh tani,” ujarnya.
Sedang di Amerika Serikat harga kedele bisa murah dan melimpah karena diolah dengan menggunakan prinsip keekonomian dan efisiensi dengan kepemilikan lahan yang luas oleh petani.
Makanya, AS bisa ekspor kedelai ke Indonesia karena harga kedelainya lebih efisien.
Hermanto menenggarai gejolak harga kedele muncul lagi disebabkan karena produksi kedelai lokal masih kecil jumlahnya dan tidak efisien itu tadi, kata Hermanto anggota DPR RI dari Komisi IV yang juga alumni Doktor IPB Bogor, yang membidangi pertanian dan kehutanan.
Di tempat terpisah Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti optimis kondisi ini bisa diatasi dengan pengembangan kedelai varietas unggul yang dilakukan di Jawa Timur sekarang.
“Dalam sepekan terakhir ini, harga kedelai impor mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Kenaikannya berkisar Rp 2.500 – Rp 3.000/kg. Dan kedelai impor selalu menjadi pilihan dibanding kedelai lokal yang sering dikeluhkan kurang bersih,” ujar LaNyalla di Jember, jumat (19/2/2021).
Dari sumber data dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur, mencatat, setiap tahun terjadi defisit komoditas kedelai.
“Dari data yang ada, kita bisa ketahui jika pada tahun 2020 kebutuhan kedelai di Jawa Timur mencapai 447.912 ton. Sedangkan produksi lokal hanya mampu menyuplai 57.235 ton. Ada defisit yang harus ditutupi,” katanya.
Pada tahun ini, ungkapnya, pemerintah sudah mengambil langkah untuk mengatasi permasalahan ini.
“Pemerintah menarget penanaman kedelai hingga 325 ribu hektar sampai pada pertengahan tahun 2021. Pemerintah juga menyiapkan enam varietas kedelai unggul,” jelasnya.
Ia berharap pemerintah bisa mempercepat proses penanaman varietas kedelai unggul produksi lokal hasil pengembangan dari Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi, Balitkabi.
Dikatakan, dari varietas ini, kita akan akan mendapatkan kedelai lokal berukuran besar dengan kualitas baik.
“Dengan komoditas varietas kedelai unggul ini juga akan menegaskan posisi Jawa Timur sebagai salah satu wilayah penghasil kedelai terbesar di Indonesia. Dengan varietas unggul, Jawa Timur akan bisa menghasilkan produksi kedelai yang tinggi dan dapat menutupi defisit kedelai,” ujarnya.
Indonesia sebelumnya pernah mencatat masa swasembada kedelai. Tepatnya pada tahun 1992. Saat itu, luas panen kedelai di seluruh Indonesia mencapai 1,889 juta hektar sehingga produksi melimpah. “Tetapi saat itu penduduk Indonesia masih sekitar 170 juta,” paparnya.
“Sekarang diperlukan luasan total lahan yang lebih dari itu, jika ingin mencapai swasemda. Tetapi tentu harus disiapkan bibit dan saprodi yang baik, sehingga biaya produksi tidak lebih mahal dari impor,” tandasnya. (Erwin Kurai Bogori)