Berlian, emas dan intan, sukar dicari namun batu kerikil bisa dicari di sembarang tempat. Begitulah orang yang berakhlak baik, sukar dicari. Tapi mereka yang moralnya bejat ada di mana-mana dan sembarang tempat.
Memang tak ayal lagi demikinlah secara umum realitas masyarakat kita. Orang baik semakin sedikit. Langka dijumpai. Teramat sukar didapatkan, meski banyak yang mencarinya. Yang ada dan yang banyak adalah orang yang bertopeng berkedok lancing. Lain di luar lain di dalam. Padahal seharusnya kebenaran itu sama di lahir dan bathin. Itulah kebenaran teologi datang dari Tuhan bukan kebenaran artifisial hasil transaksi.
Hal itu sudah dicatat sejarah umat manusia. Seperti diabadikan dalam kisah Yunani Kuno sebelum abad Masehi. Ribuan tahun lalu. Tetap saja sulit mencari orang baik.
Alkisah adalah Socrates, tokoh filsafat dari Yunani Kuno seperti dikisahkan dalam buku Filsafat Yunani karangan Mohammad Hatta Wakil Presiden pertama Republik Indonesia. Dalam buku Alam Pikiran Yunani dalam tiga jilid, Socrates dalam kisahnya suatu hari berjalan keliling sebuah pasar di siang bolong dengan obor yang menyala. Mencari sesuatu yang belum ditemukannya.
“Di siang bolong yang terang benderang di bawah sinar matahari menggunakan obor. Mencari apa?” orang bertanya. Socrates menjawab, ia sedang mencari orang. Ditanya lagi, “Siapa orang Anda cari?” Dijawab, “Saya mencari orang baik.”
Socrates melanjutkan, banyak orang yang ditemui. “Tapi saya belum menemukan yang saya cari,” katanya. Menurutnya, ia akan tetap mencari sampai ketemu. Besok harinya, ia mencari berkeliling pasar lagi, dengan obornya yang menyala menemui semua orang. Demikian kisah Socrates mencari orang baik.
Penulis mendengar cerita Socrates itu dari ayah ketika saya masih kanak-kanak. Cerita kisah pemikir besar zaman dulu kala. Kini setelah saya belajar filsafat, membaca buku lama, hal itu muncul lagi dalam memori historik saya.
… hendaklah kamu menjadi umat yang baik, yaitu orang yang menyeru kebaikan dan menjauhkan kemungkaran. Serta beriman kepada Allah (Surat Ali Imran 101).
Pelambang obor yang menyala Socrates, adalah epitomologis tentang cintanya kepada kebenaran. Kebenaran harus dicari dan didekati dengan metodologi atau media epistemologis. Kebenaran wujud dari kualitas dengan prosedur.
Kecuali itu, ia harus mengandung nilai. Kegunaan dan bernilai moral. Sesuatu bukanlah kebenaran kalau tidak mengandung kebaikan. Bukankah kebenaran pada sesuatu tidak bernilai dan useless karena hilangnya nilai.
Penulis percaya bahwa kebenaran adalah langka. Amat jarang. Kita banyak melihat kebenaran seolah-olah. Pesan moral kisah Socrates, obor menyala di siang bolong mencari sesuatu adalah simbol kriteria kebenaran. Mengingat banyak kepalsuan. Bukan sejati. Bukankah kini jamak terjadi emas imitasi? Seperti emas. Itulah kebenaran abal-abal. Kebenaran dengan transaksi. Jadi, siapa orang baik dan benar itu? Secara teologi keagamaan terdapat dalam Al Quran:
… hendaklah kamu menjadi umat yang baik, yaitu orang yang menyeru kebaikan dan menjauhkan kemungkaran. Serta beriman kepada Allah (Surat Ali Imran 101).
Akhirnya camkanlah, kebenaran ada pada orang baik. Yaitu berbuat kebaikan dan menjauhkan kemungkaran dengan iman. Pesan ini mengandung instruksi agar berbuat kebenaran dan menjauhkan abal-abal dan kepalsuan, seraya tidak berdiam diri. Seperti dinyatakan Abraham Lincoln seorang Presiden Amerika, bahwa kemungkaran berlangsung karena banyak orang – termasuk orang baik — yang membiarkan saja kemungkaran terjadi.
Wallahu a’lam bishawab.
Jakarta, 6 Maret 2021
*) DR Masud HMN adalah Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta