Selasa, Desember 10, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

KPK Analisa Data Pembelian Lahan Rumah DP Rp 0 Oleh PD Sarana Jaya

Jakarta, Demokratis

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menganalisa terkait data dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur yang diserahkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) pada Jumat (19/3). Penyidik lembaga antirasuah saat ini memang tengah menyidik dugaan korupsi pengadaan tanah yang diduga diperuntukan program rumah DP 0 rupiah.

“Benar, kami telah menerima data dimaksud, kami akan pelajari lebih lanjut,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (21/3/2021).

Juru bicara KPK berlatar belakang Jaksa ini menyampaikan rasa terima kasih atas peran serta masyarakat dalam mengawasi dan mengawal proses penyidikan perkara yang saat ini sedang dilakukan. KPK memastikan segala proses yang dilakukan dalam kegiatan penyidikan ini sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

“Kami tegaskan segala perkembangan dari penanganan perkara ini akan selalu kami infokan kepada masyarakat sebagai bentuk keterbukaan KPK,” tegas Ali.

Sebelumnya, koordinator MAKI Boyamin Saiman menjelaskan, sejumlah data yang diserahkan ke KPK antara lain: copy sertifikat Hak Guna Bangunan lahan di Munjul, Jakarta Timur. Lahan tersebut terdiri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 97, 98, dan 99 yang diterbitkan oleh Kantor BPN Jakarta Timur pada 31 Juli 2001 dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021 atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar empat hektar.

“Berdasar data tersebut terdapat hal-hal yang memperkuat terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan yang mengaku memiliki lahan tersebut,” ujar Boyamin dalam keterangannya.

Menurut Boyamin, lahan tersebut dimiliki oleh sebuah Yayasan. Sehingga tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan bisnis swasta. Dia memandang, Yayasan hanya boleh dialihkan kepada Yaysan lain untuk digunakan tujuan fungsi sosial, berdasar ketentuan Pasal 37 Ayat (1) huruf B Undang-undang Nomor 16 tahun 2001 dan Undang-undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan.

Seharusnya PD Sarana Jaya mengetahui, tidak bisa membeli lahan tersebut. Karena lahan dimiliki oleh sebuah Yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta yang sejatinya dilarang oleh UU Yayasan.

“Sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp 200 miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost atau uang hilang semua tanpa mendapat lahan,” cetus Boyamin.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dalam proses penyidikan sengkarut tanah ini, KPK diduga telah menetapkan empat pihak sebagai tersangka. Mereka antara lain, YC selaku Dirut PD Saranajaya, AR dan TA. Selain itu, penyidik juga menetapkan PT AP selaku penjual tanah sebagai tersangka kasus yang terindikasi merugikan keuangan negara senilai Rp 100 miliar.

Indikasi kerugian negara dalam kasus ini diduga sebesar Rp 100 miliar, terjadi karena ada selisih harga tanah Rp 5.200.000 per m2 dengan total pembelian Rp 217.989.200.000. Sementara dari total sembilan kasus pembelian tanah yang dilaporkan ke KPK, terindikasi merugikan keuangan negara sekitar Rp 1 triliun.

Atas perbuatannya, keempat pihak ini disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, sebagaiman diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (Red/Dem)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles