Jakarta, Demokratis
Tak sampai dalam tempo 24 jam kembali terjadi penolakan sekaligus RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) atau DIM atas nama RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang diajukan pemerintah melalui Menteri Hukum dan Ham kemarin saat bertemu dengan Ketua DPR Puan Maharani.
Kali ini inisiasi langsung datang dari Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini di DPR yang sebelumnya menolak RUU HIP yang telah dijadikan usul DPR.
“Fraksi PKS mempertanyakan isi DIM dalam konsep RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang diajukan pemerintah kepada DPR,” kata Jazuli Juwaini di Jakarta, Jumat (17/7/2020).
Menurutnya, konsepnya saja masih belum jelas. Dan terlalu pagi apabila pimpinan DPR telah menyatakan DPR bersama pemerintah akan membahasnya jika telah menerima masukan dari publik.
“RUU HIP-nya saja telah secara luas ditolak oleh publik. Maka semestinya rakyat jangan sampai dibingungkan dengan masuknya DIM RUU BPIP dari pemerintah,” ungkapnya.
Dijelaskan, “Ini jadi pertanyaan kerena sampai hari ini, semua ini masih belum dijelaskan oleh pimpinan DPR.”
Semestinya, ujarnya, yang dibahas terlebih dahulu adalah bagaimana dengan status RUU HIP, apakah jalan terus atau dibatalkan oleh DPR dan itu mulai sejak kapan.
“Kemarin kami menyimak sekali pernyataan pers pimpinan DPR bersama para menteri yang datang ke DPR. Bahwa pertanyaan kami mungkin sama dengan pertanyaan publik bahwa bagaimana status RUU HIP setelah pemerintah mengajukan DIM RUU BPIP,” paparnya.
Ia menduga masuknya RUU BPIP yang baru sama sekali ditujukan agar publik tidak lagi mempermasalahkan RUU HIP-nya, dan agar supaya memberi masukan pada RUU BPIP saja.
Pada awalnya Fraksi PKS hanya mendapat informasi bahwa pemerintah akan menyampaikan surat resmi tentang RUU HIP.
“Kenyataannya pemerintah mengajukan DIM RUU BPIP yang subtansinya berasal dari Perpres BPIP. Lantas apa urgensinya DIM RUU BPIP sehingga harus khusus diajukan oleh pemerintah pada hari kemarin setelah terjadi penolakan atas RUU HIP,” tanyanya.
Anehnya lagi Fraksi PKS tidak diundang dalam pembicaraan dengan wakil pemerintah yang hadir di DPR kemarin. “Sehingga Fraksi PKS tidak dapat informasi yang utuh soal hasil pertemuan pimpinan DPR dengan utusan pemerintah,” ungkap Jazuli sambil tertawa kecil.
Dikatakan, Fraksi PKS sendiri tetap pada sikap politik untuk pembatalan RUU HIP sebagaimana aspirasi ormas, tokoh, purnawirawan TNI/Polri akademisi, dan masyarakat luas. Apalagi saat ini tidak ada urgensinya atas RUU tersebut karena prioritas negara menangani pandemi Covid-19.
“Fraksi PKS juga tak ingin lembaga DPR terkesan mengelabuhi rakyat, jika tujuannya hanya untuk mengubah judul RUU HIP yang dinilai publik secara luas sudah bermasalah secara filosofis, yuridis, dan sosilogis. Yang artinya RUU HIP salah paradigma sejak awal. Maka permintaan untuk didrop atau ditarik dari Prolegnas sangat rasional dan tidak perlu ada penggantinya,” ungkapnya.
Dan menurut Fraksi PKS lagi, lanjut anggota Komisi Militer dan Pertahanan DPR ini, kalaupun ada usul baru RUU yang berbeda sama sekali dengan RUU HIP. “Semestinya RUU tersebut diproses dari awal lagi sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yaitu diusulkan lewat melalui mekanisme Prolegnas, dibahas bersama lagi di Baleg DPR, sehingga jelas paradigmanya, jelas naskah akademiknya dan siapa pengusul RUU-nya,” pungkasnya. (Erwin Kurai)