Selasa, Desember 10, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Penggunaan APBD Indramayu Tahun 2022 Lanjutan Jadi Polemik

Indramayu, Demokratis

Polemik politik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023, antara Bupati dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Indramayu Jawa Barat, menjadikan eksekutif terpaksa menggunakan APBD tahun 2022.

Mensiasati nilai APBD 2022 yang dianggap tidak mencukupi dari sejumlah “rencana” yang ada di dalam APBD 2023, maka dengan terpaksa Bupati diduga “gemar” menggunakan Peraturan Kepala Daerah, alias Perkada saat membuat kebijakan kontroversi pada penggunaan APBD 2022 lanjutan.

Seperti yang sudah terpublikasi, bahwa kontroversi terjadi saat Bupati berulang memberi hibah puluhan miliar rupiah ke institusi Polres Indramayu yang pelaksanaannya diduga dengan dasar hukum Perkada, langkah Bupati itu dituding kurang tepat sasaran dan tidak melalui skala prioritas sarana publik milik pemda, sehingga dirasa mengabaikan azas manfaat dan efektivitas penggunaan dana publik.

Seperti yang pernah dikatakan DPRD, bahwa atas kibijakan Bupati yang dianggap “semau gue” itu, mereka merasa telah mengambil sikap, tindakan dan keputusan yang benar, yakni dengan  tidak menyetujui hibah ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara sebesar 4 miliar rupiah, karena Dewan tahu dan paham bahwa itu bukan urusan wajib APBD. Lalu dikatakan lagi bahwa RS Bhayangkara itu entitasnya Polres. Jadi jika benar begitu, berarti itu tanggung jawab penuh lembaga vertikal di atasnya. Bilapun RS Bhayangkara statusnya milik pribadi dan atau organisasi non pemerintah, seperti yayasan dan atau lainnya, itu pun bukan tanggung jawab APBD, sekalipun keberadaannya di wilayah Indramayu.

Karena Dewan paham betul, bahwa APBD belum mempunyai kemampuan keuangan untuk kepentingan urusan yang bukan wajib, karena masih banyak urusan wajib. Seperti diketahui kemampuan APBD juga belum mencukupi untuk membangun dan atau merawat infrastruktur jalan, ekonomi, pendidikan, kesehatan, pertanian dan seterusnya. Sehingga dalam pembahasan APBD, hibah tersebut dicoret atau dikeluarkan dari draf RAPBD 2023.

Ungkapan dari hasil kajian akedemik Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) Indramayu menerangkan, bahwa regulasi yang mengatakan jika program dan kegiatan yang tidak ada dalam APBD, maka itu dianggap melanggar dan berpotensi masuk Tipikor. Artinya, hibah dan atau program tersebut tidak diperbolehkan dilaksanakan.

Kemudian diketahui pula bahwa APBD 2023 gagal atau tidak disahkan, hingga sekarang. Gagalnya pengesahan itu diduga karena kearogansian Bupati dalam kekuasaan, seolah Dewan dianggap tidak ada dan atau bisa diabaikan. Padahal sesuai peraturan perundang-undangan, APBD baru bisa disahkan atau diketuk palu Dewan bila dihadiri Bupati, tanpa kehadiran Bupati, maka APBD tidak sah diketuk palu.

Gagalnya RAPBD 2023 menjadi APBD, membuat Bupati menggunakan Perkada, sehingga penggunaan APBD 2022 lanjutan menggunakan Perkada. Fungsi Perkada, di tangan Bupati bisa digunakan dengan egois dan arogan. Diketahui pada APBD 2022 lanjutan maupun di APBD 2023 yang gagal disahkan itu, tidak memuat anggaran dana hibah tersebut. Dari dasar inilah menegaskan bahwa Bupati benar ‘karepe dewek’ dan tidak menghormati keberadaan Dewan dengan tugas pokok dan fungsinya.

Fakta lain atas kekarwekan Bupati dengan menghibahkan tanah atau lahan yang dipakai beberapa kantor Polsek yang menurut media tjimanoek.com senilai 40-an miliar rupiah, dan itupun tanpa persetujuan Dewan.

Pengalihan aset daerah dalam bentuk tanah dan lainnya, apalagi nilainya sangat materialistis, maka harus ada persetujuan Dewan. Bukan dilarang menghibahkan tanah untuk kepentingan lembaga vertikal, tetapi apa urgensinya, karena lembaga vertikal menjadi tanggung jawab sepenuhnya APBN. Melalui Pemerintah Pusat apalagi itu untuk Polres-Polsek yang punya tanggung jawab penuh dalam hal kamtibmas, sehingga tidak ada alasan APBN untuk menutup mata.

Mari kita tunggu keberanian Inspektorat dan BPK-RI, apakah akan menjadi temuan atau hanya menggunakan kaca mata kuda. Karena kedua institusi tersebut yang diberi mandat dan amanat konstitusi oleh negara.

“Perlu diingat, bahwa kajian akademik yang rada kritis ini, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi yang bicara dan yang menegaskan soal ini bukan PKSPD,” jelas Oushjdialambaqa Direktur PKSPD menutup kajian singkatnya dengan bentuk rilis kepada Demokratis, terkait semakin buruknya takdir sosial Indramayu Bumi Wiralodra, yang konon Bermartabat. (S Tarigan)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles