Jumat, November 22, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Perlukah Perma Nomor 2 Tahun 2012 Ditinjau Kembali?

Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Perma Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Intinya, dalam Perma Nomor 2 Tahun 2012 tidak hanya memberikan keringanan kepada hakim agung dalam bekerja, namun juga menjadikan pencurian di bawah 2,5 juta tidak dapat ditahan.

Berdasarkan asas keseimbangan, Perma Nomor 2 Tahun 2012 sangatlah tidak adil. Mencuri bisa menjadi pekerjaan khusus bagi anak-anak muda yang tidak bekerja atau pengangguguran. Karena tidak ditahan, mencuri akan menjadi mata pencaharian.

Keadaan ini yang menjadi masalah dan polemik. Korban tidak akan mendapat keadilan. Padahal, peraturan perundang-undangan yang dibuat, haruslah mengandung nilai keadilan bagi korban dan pelaku.

Contoh di daerah misal di perkebunan sawit masyarakat, polisi tidak bisa bekerja maksimal curi 100 ribu sampai 200 ribu cukuplah buat anak muda yang tidak bekerja buat kebutuhan seharian, jadi ajang mata pencaharian mereka secara terus menerus, kan tetap saja pemilik sawit yang selalu dirugikan? Sangatlah tidak adil bila tidak segera dicarikan solusinya.

Sangatlah wajar, jika Perma Nomor 2 Tahun 2012 dicabut atau direvisi. Sesegera mungkin, Undang-Undang yang mengatur tindak pidana ringan (tipiring) dilahirkan, agar masyarakat yang menjadi korban tidak selalu dirugikan. Saya Mohammad Mara Muda Herman Sitompul menyuarkan sebagai kontrol sosial dari advokat senior dan Wakil Sekretaris PERADI Bidang Kajian Hukum dan Perundang-undangan mewakili masyarakat.

Di dalam hukum dan perundang-undangan harus dikritisi agar publik tahu bahwa pemerintah yang diwakili Mahkamah Agung tidak hanya buat peraturan seperti Perma Nomor 2 Tahun 2012 tersebut yang tidak mengandung nilai keadilan dan merugikan sepihak itu nyata dan fakta. ***

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles