Subang, Demokratis
Lembaga pendidikan yang dipahami sebagai lembaga nirlaba itu, sekarang sudah benar-benar berubah menjadi institusi bisnis yang menggiurkan. Di setiap tahun anggaran boleh jadi merupakan pengulangan praktek-praktek patgulipat dari tahun ke tahun, lantaran tidak adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Dengan berbagai dalih dan berbekal aturan main yang ditafsirkan saenake dewek (Jawa – sekehendak sendiri), oknum pejabat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat membuat kebijakan keliru dengan mengatasnamakan lembaga pendidikan, lalu menerapkan teori dagang mengubah lembaga sekolah menjadi “ladang bisnis” yang mengacu pada catatan-catatan untung rugi dan menggunakan mekanisme sempoa guna meraup keuntungan pribadi/kelompoknya.
Dari berbagai sumber dan hasil penulusuran awak media disebutkan, kondisi ini terjadi di seputar permainan culas pelaksanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi sarana dan prasarana fisik seperti pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB), rehab gedung SD dan SMP yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK)/APBN TA 2020 diduga dijadikan alat ‘pemalakan’ (Pungli-Red) bagi oknum pejabat Disdikbud Subang.
Tak hanya itu, kebutuhan sarana seperti moubeler dan baja ringan pesannya diarahkan oleh oknum pejabat Disdikbud ke pengusaha yang sudah ditunjuk, pasalnya ada kaitan dengan success fee.
Disebut-sebut untuk pengadaan baja ringan dan moubeler ditunjuk sejumlah CV/kordinator secara rayonisasi yaitu Rayon Subang Selatan, Tengah dan Utara.
Menurut sumber bagi sekolah penerima bantuan dipungut kisaran 10% (persenan) dari pagu anggaran yang diterima. “Biasanya mekanisme kutipan uang japrem itu dikutip setelah uang program cair 25%, sehingga dana program hanya tersisa 15%. Namun proyek tetap bisa terlaksana lantaran material seperti baja ringan yang terpasang bisa dibayar di akhir program,” ujar sumber.
Jika dikalkulasi dana hasil memalak dari sekolah penerima bantuan dan patgulipat dari pengusaha akan terhimpun jumlahnya mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah.
Disebut-sebut uang haram itu mengalir ke sejumlah pihak di antaranya selain oknum pejabat Disdikbud juga mengalir ke oknum Aparat Penegak Hukum (APH), sejumlah oknum Ormas, Orprov dan Kepsek penerima bantuan dan pihak lainnya.
Sebagai testimoni, sejumlah kepala sekolah penerima bantuan di Subang tengah mengaku kutipan dana kedapatan dilakukan secara mencicil (bertahap-Red), ironisnya lagi ada sebagian bayar dimuka/DP (down paymen).
Sementara pengakuan sejumlah kepala sekolah di Subang Selatan di antaranya Kepsek yang minta dirahasiakan jati dirinya mengaku menyerahkan langsung ke Kasi Sarana Prasarana MW sebesar Rp 10 juta. “Uangnya saya setorkan langsung ke pak MW,” ungkap sember menirukan Kepsek.
Dia menambahkan, dirinya diwanti-wanti supaya tidak membocorkan kepada pihak-pihak lain, apalagi ke para kuli tinta.
Sementara seorang Kepsek yang keberatan disebut identitasnya saat dikonfirmasi awak media mengatakan, “Saya dilema, pak, bagai buah simalakama, betapa tidak? DAK yang seharusnya swakelola malah dikerjakan oleh CV Almn yang disinyalir diarahkan oleh oknum Disdikbud untuk mendompleng mengerjakan proyek DAK di Disdikbud Kabupaten Subang,” ujarnya.
Secara terpisah ektivis LI-TPK RI (Lembaga Investigasi Tindak Pidana Korupsi-RI) Kabupaten Subang Udin Syamsudin SH kepada awak media membeberkan, pihaknya menengarai program DAK ini jelas-jelas ada kongkalingkong antara oknum Disdikbud Subang dengan pengusaha baja ringan, moubeler, ini terbukti dengan adanya pengambilan uang muka/DP yang dilakukan oknum Disdikbud terhadap pihak sekolah.
“Saya bisa memastikan bahwa ada kongkolingkong antara pengusaha dengan oknum Disdikbud yang diketahui berinisial A salah seorang staf M selaku Kabid Sanpras Disdikbud Kabupaten Subang,” tandasnya.
Kepala Disdikbud Kabupaten Subang Drs Tatang Komara MSi saat dikonfirmasi melalui sambungan selulernya mengatakan tidak membenarkan bahwa adanya kongkalingkong oknum stafnya dengan pengusaha baja ringan ataupun moubeler.
“Dalam program DAK ini kami hanya menyarankan saja dan memberitahukan kalau mau pasang baja ringan ke sini saja,” ujar Tatang seperti dilansir BN.
Ketika ditanya, kalau benar itu saran kenapa semua sekolah penggunaan baja ringan dilakukan oleh orang yang sama?
Kadisdikbud hanya diam dan tidak mau menjawab. Ketika diminta pertemuan dengan awak media untuk menunjukkan bukti-buktinya. Tatang seolah menghindar dan menyatakan tidak bersedia bertemu, dengan alasan khawatir tidak bisa menepati janji.
Seperti diketahui jika merujuk Juklak dan Juknis pelaksanaan DAK bidang pendidikan sesuai Pasal 2 Permendikbud Nomor 11 Tahun 2020, ditegaskan bahwa bentuk operasioanl DAK dalam bidang fisik bidang pendidikan merupakan pedoman bagai Pemerintah Daerah dan Satuan Pendidikan dalam penggunaan dan pertanggung jawaban kegiatan DAK fisik. (Abh/Esuh)