Senin, September 30, 2024

PT. Chang Jui Fang Indonesia Pidanakan Sejumlah Pekerjanya

Indramayu, Demokratis

Menukil peribahasa lawas, sudah jatuh malah tertimpa tangga. Pribahasa tersebut saat ini relevan untuk keenam pekerja atau buruh yang telah di-PHK oleh PT Chang Jui Fang Indonesia yang berada di Jalan Raya Pantura Nomor 71, Desa Pangkalan, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Persoalannya tersebut diungkapkan oleh Budianto SH, selaku pendamping hukum keenam pekerja ketika memberikan keterangan resminya kepada Demokratis usai keenam buruh tersebut mendapatkan panggilan untuk dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.

Bahwa peristiwa yang dialami oleh kliennya itu berawal dari pengumuman penetapan upah kerja yang dilakukan oleh pihak PT CJFI berupa selebaran kertas yang telah ditempel di dinding gedung. Namun selang beberapa hari kemudian pengumuman berupa selebaran kertas mengenai penetapan UMK pada tahun 2024 tersebut dicabut kembali oleh pihak perusahaan.

“Berapa hari kemudian dicabut kembali pengumumannya. Sehingga temen-temen (buruh-red) ini mempertanyakan kenapa dicabut. Intinya mempertanyakanlah, minta kejelasan,” ujar Budianto, Jumat (19/4/2024).

Menurut Budianto, berdasarkan keterangan dari kliennya mengapa pihak perusahaan mencabut kembali pengumuman penetapan upah itu adalah atas dasar keuangan perusahaan yang sedang tidak baik atau kurang sehat. Sehingga pihak PT CJFI masih menerapkan regulasi upah yang lama atau pada tahun 2023.

“Temen-temen buruh merasa keberatan. Sehingga mereka melakukan bipartit antara serikat pekerja dan PT CJFI. Di situ juga perusahaan masih menolak memberlakukan SK Gubernur terkait pengupahan 2024. Lalu majulah temen-temen ke tripartit difasilitasi Disnaker melalui mediator, ketika itu juga melahirkan notulen atas anjuran-anjuran dari Disnaker ke PT CJFI. Nah, ketika awal temen-temen mempertanyakan dan komplain atas keputusan CJFI itu, ini kan terjadi komplain yang ramai yang terjadi protes atas upah yang sama pada tahun 2023,” ungkapnya.

Komplain sejumlah pekerja terjadi di ruang produksi PT CJFI, khawatir terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan dalam ruangan produksi sehingga pihak perusahaan mengajak pekerja yang ikut andil dalam protes atau komplain ke dalam ruang meeting. Dalam proses mobilisasi pekerja tersebut menjadi alat oleh PT CJFI melalui kantor hukumnya melaporkan bahwa telah terjadi pemogokan yang dilakukan oleh pekerja.

“Ini juga menjadi alasan PT CJFI mem-PHK dengan alasan pengupahan tidak sah, karena pemogokan ada aturannya, harus ada pemberitahuan ke perusahaan. Itu yang mereka maksud dengan pemogokan itu mobilisasi tadi dari ruang produksi ke ruang meeting. Itu juga memang tidak atas instruksi atau surat edaran dari serikat pekerja atau SBKI. Itu memang murni komplain dari temen-temen mempertanyakan. Nah, ini terkait pemogokannya,” imbuhnya.

Selanjutnya, adapun terkait pelaporan pekerja kepada pihak kepolisian sejumlah enam orang yang ikut serta dalam mempertanyakan dan komplain terkait upah. Keenam orang tersebut dilaporkan ke kepolisian dengan pengenaan pasal 45 a ayat 2 UU ITE Nomor 1 Tahun 2024.

“Mengapa mereka dikenakan pasal UU ITE, karena mempertanyakan perihal upah di dalam grup WhatsApp pekerja yang di dalamnya terdapat pimpinan sebagai kepala bidang atau kepala divisi dari perusahaan. Itu menjadi alat bagi perusahaan atau bukti untuk melaporkan mereka ke kepolisian dengan UU ITE. Saya rasa bukti yang dimiliki kurang, dan penerapan pasal tersebut sangat tidak tepat jika digunakan. Karena tidak ada maksud menyebarkan di muka umum,” tambahnya lagi.

Dengan kejadian tersebut di atas, Budianto pun menilai bahwa pihak dinas harus melakukan pengawasan. Sebab, perusahaan tidak taat dengan aturan dan tidak memberikan upah yang layak kepada pekerja. Hal itu dibuktikan ketika pekerja menerima gaji oleh perusahaan namun tidak ada kenaikan atau dengan kata lain pihak perusahaan masih memberikan upah atau gaji dengan aturan yang lama.

Selaku pendamping hukum, ia berharap dengan bergulirnya kasus yang dialami oleh kliennya sampai ke ranah hukum ini tidak terdapat intervensi oleh pihak manapun dan berpesan kepada aparat penegak hukum dapat melakukan penegakan hukum yang lebih adil.

Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja (Kadisnaker) Indramayu, Nonon Citra Wulandari SH, MM melalui Kepala Seksi Hubungan Industrial, Sunaryo menjelaskan, bahwa pihaknya telah menjalankan aturan sesuai mekanisme yang ada. Beberapa pertemuan telah dilakukan meskipun tidak ada hasil dan kesepakatan. Meskipun pihak perusahaan tidak menjalankan SK Gubernur perihal pengupahan dinas tidak dapat memaksa harus ada kesepakatan.

“Terkait dengan yang dipolisikan, dinas tidak ada kewenangan untuk menghentikan. Karena itu hak dari perusahaan untuk melaporkan itu,” kata Sunaryo.

Tidak adanya ketegasan oleh dinas terkait menyebabkan sejumlah pekerja tersangkut oleh hukum. Sehingga publik berharap pihak dinas dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga profesional dan independen untuk melakukan evaluasi dan monitoring kepada perusahaan yang masih menerapkan upah yang lama kepada pekerja di bawah undang-undang.

Sementara itu, kabar yang didapatkan oleh media ini dari pihak perusahaan mengenai pemberian pesangon kepada pekerja yang telah di-PHK kemudian dilaporkan kepada pihak kepolisian, Zamroni selaku Humas di PT Chang Jui Fang mengatakan pihaknya akan mengikuti prosedur yang berlaku saat ini.

“Intinya kami mengikuti prosedur dan ketentuan yang ada saja,” katanya singkat.

Untuk diketahui, penetapan UMR Indramayu juga sudah mengacu pada Surat Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor B-M/243/HI.01.00/XI/2023 tentang Penyampaian Informasi Tata Cara Penetapan Upah Minimum Tahun 2024.

Penetapan gaji UMR Indramayu terbaru ini merupakan keputusan bersama dalam tripartit antara Pemerintah Kabupaten Indramayu, Pemprov Jawa Barat, pengusaha, akademisi, dan perwakilan serikat buruh. (RT)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Latest Articles