Tapteng, Demokratis
Beras sejahtera atau yang disebut juga dengan Rastra, gratis hanya ada dalam Perpres atau di atas kertas tapi pada kenyataaannya di lapangan masyarakat penerima manfaatnya harus juga merogok kocek dan harganya pun bervariasi. Lain kelurahan/desa, lain juga harganya.
Hal ini dikatakan Ketua Tim Investigasi LSM Lippan – Sumut Wilayah Tapteng, Aron Hasibuan bersama Kartono Situmeang didampingi Gunadi Hutagalung selaku Wakil Sekretaris LSM FKRI Wilayah Tapteng kepada Demokratis, Jumat (30/08/2019).
Gunadi mengatakan, mereka telah melakukan klarifikasi kepada Budiono, Kepala Kantor Seksi Logistik (Kansilog) Bulog Sibolga Budiono pada 01/08/2019 lalu, yang menyatakan penyaluran/pendistribusian Rastra jika dari Bulog ke kecamatan ditanggung APBN alias gratis.
“’Dengan kata lain kami bertanggung jawab dari pelabuhan sampai ke setiap kecamatan sesuai dengan Perpres Nomor 65 tahun 2017, kalaupun itu ada, kami tidak tahu’ terang Budiono kepada kami,” ungkap Gunadi.
Selanjutnya, terang Gunadi, setelah dari Kansilog, mereka mempertanyakan hal ini kepada Kadis Sosial Tapteng Parulian Panggabean melalui Sekretaris Dinas Sosial Tapteng Maharni Sitompul yang menjelaskan kepada mereka bahwa biaya dari Bulog hanya sampai ke kecamatan, selanjutnya pihak kecamatan dan Dinas Sosial Tapteng bekerja sama untuk menyalurkan Rastra sampai ke desa/kelurahan. Dan kalaupun ada biaya tebus Rastra itu merupakan kesepakatan masyarakat.
“Tetapi Sekretaris Dinas Sosial Tapteng tidak berani membenarkan hal itu. ‘Kalaupun itu benar/ada bawa orangnya kepada kami kita akan proses’,” Gunadi menirukan perkataan Maharni Sitompul.
Menurut keterangan Aron Hasibuan bahwa pembayaran tebus Rastra itu sudah menjadi rahasia umum dan terang-terangan menerima imbalan dari masyarakat meskipun dilihat oknum wartawan dan LSM seakan-akan tidak ada pelanggaran.
“Harganya pun bervariasi seperti di Kelurahan Hajoran Rp 10.000/zak/10 Kg dan kalau di Kecamatan Badiri seperti Desa Kebun Pisang mencapai Rp 7.500 – Rp 10.000,” terang Aron kepada Demokratis.
Lain halnya dengan Kelurahan Sibabangun, kata Gunadi lagi, temuan di sana harga tebus Rastra mencapai Rp 20.000/zak/10 Kg yang ditebus masyarakat dari Kepling Sikkam Giot Hutagalung.
“Bahkan saya telah mengatakan Pedoman Umum Bansos Rastra masyarakat tidak dikenakan biaya penebusan Rastra. Lurah menyatakan kepada saya ‘daripada masyarakat mengambil sendiri ke kantor lurah biaya tidak cukup Rp. 20.000/orang maka dengan itu Kepling mengantarkan ke masyarakat’, terang Lurah kepada saya pada 30/08/2019,” jelas Gunadi.
Walaupun ada kesepakatan masyarakat, setelah diminta dari Lurah tidak mau memberikan dikarenakan ini diduga fiktif. Alasan Lurah agar praktek terselubung yang merugikan masyarakat seolah-olah lempar batu sembunyi tangan, seakan-akan Rastra gratis hanya dalam Perpres saja tak berlaku untuk kelurahan/desa.
Hal ini pun dikategorikan Pungli apabila dilakukan oleh bukan ASN diancam pidana 9 tahun sesuai pasal 368 KUHP dan apabila dilakukan oleh ASN diancam pidana 6 tahun sesuai pasal 423 KUHP.
Maka untuk itu, menurut Aron dan Gunadi, sudah sepatutnya aparat penegak hukum mengusut kejadian ini sehingga peraturan dari pemerintah tetap berlaku walau di kalangan bawah.
Pantauan Demokratis pada Minggu lalu konfirmasi kepada para Lurah di Tapanuli Tengah, bahwa hal itu memang benar terjadi seperti di Kelurahan Sibabangun. Khairani Nasution Lurah Kelurahan Sibabangun berharap hal ini secepatnya diketahui oleh Bupati Tapteng agar mengevaluasi kinerja Lurah dimaksud. (MH/RN)