Bila mendiskusikan Muhamadiyah dan politik tahun 2024 relasinya dengan cita-cita perjuangan Islam tentu menarik sekaligus menantang. Hal itu menarik mengingat kian banyaknya intelektual muda Muhammadaiyah yang tertarik ikut aktivitas politik. Sementara sejauh ini Muhammadiyah masih tetap sebagai gerakan dakwah bukan gerakan politik. Manantang mengambil keputusan poilitik tidak mudah pokok perkaranya. Pertama, akankah Muhammmadiyah tetap tak mau bergeming, dari posisi dasarnya selama ini. Yang kedua, Muhammadiyah akan berkenan merubah atau mereposisi gerakannya. Yaitu dengan gerakan politiknya memasukkan gerakan dakwah bergabung gerakan politik. Mungkin jawabannya tidak dan mungkin juga ya.
Endang Tertiana dalam artikel opininya dimuat oleh Amanah News Onlie 13 April 2021, menulis perlunya gerakan politik Muhammadiyah menyongsong 2024. Intelek muda yang bergabung Maarif Institute sebuah lembaga kajian di bawah arahan Buya Syafii Maarif terkesan mendorong gerakan politik Muhammadiyah penting untuk diejawantahkan dalam belantika politik Indonesia.
Dalam artikelnya berjudul Muhammadiyah Menuju Politik 2024 diuraikan sepanjang tujuh ratus kata itu bahwa selama ini ada juga kader muda Muhammadiyah yang berkarir politik. Mereka ada yang di pengurus partai politik setingkat sekretaris jenderal atau staf ketua dan sebagainya. ”Pengamatan saya kekuasaan (baca politik) adalah alat dakwah yang efektif untuk mencapai cita-cita Muhammadiyah,” tulisnya.
Meski demikian, tambahnya lagi, politik menjadi sulit karena harus dilakoni tidak setengah hati atau dengan kepentingan pribadi jangka pendek.
Ungkapan di atas nampaknya perlu diamini, mengingat secara umum tanpa pola terukur maka pencapain cita-cita politik Muhammadiyah sulit dicapai. Sementara peminat atau mereka yang tertarik politik sangat banyak dan tak mungkin dibendung. Kegamangan akibat Muhammadiyah tidak tuntas menentukan pola politiknya maka aplikasinya dalam praktek ya setengah-setengah saja.
Juga, kesediaan berkorban keteguhan sikap menjunjung tinggi harapan umat dan cita-cita peserikatan. Dalam satu tenda payung besar Indonesia. Kesan selama ini Muhammadiyah menjauhi, bahkan menganggap politik itu kotor.
Andainya dalam politik tahun 2024 yang akan datang Muhammadiyah menyatakan aktif maka tentu saja soal kebijakannya harus ditentukan. Mekanismenya apa dan siapa yang dipercaya melakonkan peran politik dimaksud.
Meminjam istilah Syafii Maarif, Muhammadiyah berada pada jalan raya perjuangan, tidak lagi jalan gang sempit. Logikanya, karena jalan raya semua kendaraan lewat. Maka Muhammadiyah harus menyesuaikan dengan keramaian jalan raya, termasuk kendaraan politik yang dipakai.
Selanjutnya jalan dan kendaraan demikian urgennya ibarat dua sisi mata uang. Misalnya kendaraannya adalah mendukung ideologi Islam atau mendukung ideologi kebangsaan. Dua usulan ini kalau mengusung ideologi Islam seoalah-olah untuk kepentingan sendiri golongan. Tetapi kalau mendukung ideologi kebangsaan muatannya tentu di dalamnya ada sekulernya. Ini riskan jangka panjang. Itu sudah merupakan debatable catatan sejarah yang panjang.
Penulis sependapat jika Muhammadiyah mengambil langkah masuk dalam gerakan politik menjelang 2024 dengan catatan. Yaitu tetap mempertegas gerakan dakwah yang berlangsung selama ini. Tidak ditinggalkan. Hanya membagi tugas belaka.
Kemudian tentang pilihan yang diambil Islam dan kebangsaan sekuler, selayaknya kita memilih yang ketiga yaitu ideologi kebangsaan yang agamis (nasionalis religius). Bukan nasionalis sekuler.
Harapannya Muhammadiyah menjadi besar terlibat dalam soal dakwah ekonomi, sosial dan politik bersama kalangan nasionalais lainnya. Berada sebagai pelakon besar di bawah payung besar, bukan besar di kandang sendiri. Semoga!
Jakarta, 15 April 2021
*) Penulis adalah Doktor Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta